“They said that even the devil once an angel”;
;
“Stab me!”
Fairbairn Skykes, pisau yang digunakan pasukan Inggris dan para perampok laut selama masa perang dunia II, terdiam di udara dalam genggaman tangan Haechan yang tak henti bergetar.
Haechan terhenyak, sel-sel dalam otak seolah membeku untuk beberapa saat. Anehnya, ada sebuah jeritan di sela-sela. Tusuk saja dan semua akan berakhir dengan bahagia.
Di bawah kungkungan, mata Jeno terlihat berbinar. Napas teratur dan senyum mengembang, terlihat tenang untuk orang yang nyawanya akan diambil paksa.
“Aku sudah menunggu sangat lama untuk ini,” lanjutnya.
“Ap-apa maksudnya?”
Dorongan untuk membunuh kini didominasi oleh kebingungan. Seharusnya Haechan tak gentar. Seharusnya penyebab semua masalah sudah lenyap menguar. Sumber dari segala sumber bencana dalam hidup Haechan, diyakini ada di hadapan. Namun mengapa ia bimbang?
“Menunggu saat dimana pada akhirnya kau akan membunuhku, Haechan!”
Stres menstimulasi bagian otak yang ketakutan, satu-satunya jalan keluar adalah melepaskan diri dari hal-hal yang membuat Haechan takut, agar menemukan tempat untuk mendapatkan kembali jernihnya pikiran. Setelahnya Haechan akan bebas, menjadi pemikir independen yang siap menyelamatkan diri dari semua kebohongan.
“Mengapa kau lakukan ini padaku! mengapa kau membuatku harus melakukan ini!”
Teriakan dari dalam yang memaksa keluar dari mulut telah melepaskan iblis. Yang Haechan rasakan hanyalah kemarahan, yang Haechan rasakan hanyalah penyesalan atas kepercayaan yang telah diberikan. Harusnya dulu Haechan memilih untuk tidak tinggal.
Dan Haechan tahu semuanya adalah kebohongan. Tentang seberapa banyak hal ini berkaitan dengan kesedihan dan bekas luka yang tidak akan luruh, nyatanya Haechan tak sedikitpun menyesal.
Lantas, pisau dibanting asal, kedua tangan kini menekan leher Jeno.
“Kau tahu betul jawabannya,” jawabnya seraya memegang pergelangan tangan rapuh yang tidak bertenaga. Cengkraman Haechan tidak sedikitpun menyesakkan.
Jeno, seseorang yang Haechan idamkan hadir dalam hidup. Sangat baik, pada awalnya. Tetapi, ketika sudah sepenuhnya percaya, ketika memiliki ikatan yang begitu dalam hingga Haechan tidak bisa melarikan diri, saat itulah monster muncul.
Jeno tidak membutuhkan senjata apa pun untuk menyakiti; hanya dengan sepatah kata, dan Haechan menangis, bersimpuh di kaki memohon untuk tinggal. Pikiran sederhana sudah cukup untuk membuat dia berdoa agar tak kehilangan.
Dan Jeno tahu itu.
Jeno adalah penyiksa, rasa sakit telah menyamar sebagai malaikat. Bahkan ketika Haechan merintih, bertanya-tanya mengapa dan berdoa agar rasa sakitnya berhenti, Haechan still fvcking loved him.
“Cukup. Jangan harap ini akan berakhir seperti yang kau pikirkan!” Di tengah tangisan, Haechan menyeringai.
Bangun dari perut Jeno, Haechan meraih kembali pisau yang terlempar oleh amarah.
Jeno pun kini telah duduk, memperhatikan langkah demi langkah Haechan yang semakin mendekat.
“Bagus. Kau pasti—”
“—HAECHAN!”
Mata Jeno terbuka lebar.
Alih-alih menusuk Jeno, Haechan menusuk dirinya sendiri.
[]
It was fine at first
To hold onto someone
But then he was the fastest
To break the glass in my kitchen
All shattered into pieces I couldn't handle.
It was just about the time
When they feel their feet couldn't walk anymore
Well, it was fine at first.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Fullsun!
Fanfictionhanya kumpulan cerita pendek hasil kegabutan ketika ada ide tiba-tiba nyangkut. ⚠️nohyuck, nahyuck, markhyuk, jaehyuck, jihyuck ⚠️bxb jangan salah lapak. ⚠️bisa dikembangkan jadi series kalo ada yang mau adopsi