jaehyuck - bukan pelakor

1K 78 5
                                    

Requested by ROSZYA
tar satu lagi yak~

*
*

"Kemana dia?"

Kerutan singgah di dahi. Jam pun sudah bosan ditengok berkali-kali. Para pengunjung yang berdiri disekitar garis kuning kini telah pulang bersama dengan kekasih atau mungkin anggota keluarga yang lain. Jaehyun tak perduli, sebab telah ditinggal sendiri, menunggu sesuatu yang katanya pasti.

"Mungkinkah?"

Jaehyun menajamkan penglihatan pada pria submissive terakhir yang melenggang keluar, dari atas sampai bawah sangat terlihat menawan. Itu tidak mungkin dia, kan?

"Hyung!"

Kesan tegasnya tergantikan oleh ekspresi menggemaskan kala dua pasang iris onyx bertemu pandang. Langkah kaki melebar, tak sabar untuk berada dalam rengkuhan pria yang setengah mati dirindukan.

"Haechan-ah!"

Jaehyun merentangkan kedua tangan. Kedua sudut bibir ditarik hingga mata menyipit. Senang, tentu saja. Kekasih hati akhirnya tak akan lagi berkunjung untuk beberapa hari kedepan. Haechan. Haechan-nya telah benar-benar pulang.

Sempat terhuyung akibat terjangan Haechan yang begitu kuat, bukan berarti Jaehyun melepaskan pelukan. "Kupikir kau membohongiku tahu!" ujarnya sembari menghirup dengan rakus harum shampo yang sudah mantap menjadi ciri khas sang pujaan.

"Maaf! Tadi aku membantu halmoni yang kesulitan dulu," Haechan semakin membenamkan wajah di dada bidang Jaehyun sebagai ungkapan penyesalan karna telah membuatnya menunggu.

Pengunjung yang lewat menatap penuh iri. Tak butuh klarifikasi sebagai penegas hubungan yang telah terjalin, pastilah tak mungkin sesingkat panen sawi. Ada sesuatu dalam hubungan keduanya. Mereka begitu pas. Begitu terlihat saling melengkapi. Begitu sempurna.

"Tidak apa-apa," Jaehyun melepas dekapan dengan enggan.

Lekat. Pandangan Jaehyun seakan mengunci pergerakan.

Seo Haechan, memiliki semacam kecantikan yang bersahaja. Kulit putihnya benar-benar tanpa cela, padahal produk kecantikan yang dipilih selalu dibawah harga rata-rata. Mungkin inilah kekuatan dari simbol kesederhanaan; memberi lebih dari apa yang dia punya untuk sesama.

"Apa aku semakin tampan?" Haechan mengerling.

"Tidak," jawaban singkat Jaehyun membuat Haechan merengut.

"--kau semakin menawan." setelah mendengar jawaban Jaehyun, semburat merah terpatri di kedua pipi.

Jaehyun mengembangkan senyum. Sampai sekarangpun masih terus mengucap syukur karna telah dipertemukan dengan Haechan.

Dulu, kebetulan sedang panas hati, akibat bapak dosen yang seenaknya membatalkan kelas padahal sudah menunggu hampir setengah jam. Jaehyun mencak-mencak. Lantas, Yuta, teman lama yang tak tahan dengan omelan─persis seperti ibu-ibu yang menawar sayuran dipasar, mengajak sang kawan ke SMA (high school) asal untuk menghadiri ulang tahun sekolah. Sekalian minta jajan, lumayan.

Dan disanalah Jaehyun bertemu Haechan.

"Haechan-ah, bisakah kau berhenti bersikap menggemaskan?" Jaehyun mengehela napas sebagai jeda. "kasihanilah hatiku yang lemah ini!"

Haechan tergelak, sebelah tangan memukul dada Jaehyun pelan. "Baru saja bertemu sudah menggombal, ish!"

Suara tawa menghangatkan udara di akhir musim dingin. Panas menjalar langsung ke ulu hati, menyadarkan Jaehyun bahwa ini bukanlah mimpi. Bahagia tak dapat dijabarkan oleh kupu-kupu dalam perut yang menggelitik. Apapun itu, yang jelas pemilik hati telah menepati janji untuk kembali.

"Biar saja!" tangan Jaehyun terulur, menyelipkan helaian rambut ke balik daun telinga submissive yang empat tahun lebih muda darinya.

Setelahnya, ada telapak tangan menangkup kedua pipi. Jari-jari lentik menyapu singkat lekuk rahang yang semakin tegas. Haechan berjinjit untuk memberikan salam. Sebuah kecupan singkat yang biasa ia berikan setiap kali pulang.

Bola mata Jaehyun bergulir ke kanan-kiri. Mereka tak pernah melakukannya di tempat umum seperti ini.

"Hyung?" panggil Haechan.

"M-maaf, aku sedikit kaget, tak biasanya kau yang menciumku duluan!"

Haechan terkikik, ternyata itulah penjelasan untuk beberapa detik ekspresi yang tidak bisa Haechan baca.

"Biar saja!" Haechan mengembalikan perkatan Jaehyun.

Kini, giliran Jaehyun yang terkekeh seraya mengacak rambut Haechan. "Aigoo, kau masih saja pintar menjawab!"

"Tentu saja!" cicit Haechan.

Di genggamnya tangan sang kekasih, sementara tangan yang lain membawa koper Haechan. "Ayo kita pergi, kau pasti lelah."

"Ayo!" Haechan meremas pelan tangan yang bertaut. Senang. Mulai sekarang tangan ini akan lebih sering menyentuh, menggenggam dan membelainya.

"Terimakasih banyak, Hyung!" ucap Haechan tiba-tiba.

Jaehyun menoleh tanpa menghentikan langkah. "Untuk apa?"

"Untuk... menghubungiku setelah kau menumpahkan kopi di baju maidku saat festival, menjadikanku pacar dua bulan setelahnya, mendukung sepenuhnya keinginanku untuk menjadi koki, dan bertahan selama tiga tahun ini meskipun kita hanya bisa bertemu saat liburan saja," Haechan mengambil jeda saat kedua mata terasa panas, "terimakasih sudah bertahan!"

Haechan kembali berada dalam dekapan hangat. Mata berkaca-kaca menyaksikan matahari yang tenggelam di ufuk barat, menghasilkan lukisan langit dengan nuansa merah dan pink yang kentara. Akhirnya. Akhirnya hari ini datang. Kerinduan, penantian, dan jarak kini bukanlah halangan.

"Terimakasih sudah pulang!" Jaehyun membalas. "Aku tak sabar untuk mengganti hari-hari yang telah hilang."

Haechan mendengus, "Seharusnya aku yang bicara begitu!"

"Sama saja, kan?"

Kata orang, semakin manusia dewasa, akan banyak perubahan terhadap tingkah laku karna pola pikir yang terbentuk dari penyerapan informasi berbagai sumber.

Jaehyun berbeda.

Kekasihnya tetap sama.

Perhatian tetap berpusat pada Haechan. Kapanpun dibutuhkan, Jaehyun akan selalu siap, bahkan rela meninggalkan sejenak pekerjan. Menghibur Haechan kala tes pertama tak berjalan mulus, menemani saat sulit tidur, hingga menyusul ke Australia demi merayakan tiap anniversary dan ulang tahun.

"Entahlah," Haechan mengendikkan bahu, "sebelum kita pulang aku ingin makan dulu, ya?"

"Ish, dasar beruang!" Jaehyun mencubit kedua pipi Haechan dengan gemas.

Haechan sangat suka makan, itulah yang menjadi dasar impian. Ingin membuat dan mencicipi sendiri masakan dari berbagai belahan dunia, katanya. Sejak itu, entah karna faktor lingkungan atau pergaulan, Haechan berubah. Penampilan cuek nan urakan perlahan tergantikan oleh keanggunan.

Haechannya telah tumbuh menjadi submissive idaman.

"Hyung!" Haechan merajuk sembari melepaskan tangan Jaehyun.

Alih-alih menjawab, Jaehyun malah membawa Haechan menuju mobil darkblue miliknya. "Ayo masuk, kita akan pergi ke restoran manapun yang kau mau."

Haechan mengangguk malu. Semburat merah kembali singgah. Sampai saat ini pun jantung masih bertalu kala mendapat perlakuan dan ungkapan manis yang terujar dari bibir Jaehyun, membuat Haechan merasa sangat dihargai, dilindungi, dan dicintai.

Haechan sangat beruntung, maka dari itu setiap hari ia juga selalu mengucap syukur.

Saat memasukan koper ke dalam bagasi, sesuatu dalam saku Jaehyun bergetar. Sebuah pesan singkat baru saja masuk.

Seoyeon sudah bangun dan dia mencarimu.

Ekspresi lembut berubah sendu.

Haechan tak tahu bahwa hukum alam tidak akan terbantahkan. Semua manusia pada akhirnya akan tumbuh dan berkembang.

Tak terkecuali Jung Jaehyun, kekasihnya.



Fin.

Fullsun!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang