markhyuk - pergi

1.3K 92 3
                                    

Tap bintang jika suka! ;)

;




Love did take them to great heights together. Once upon a time, they were happy. Once upon a time, Haechan wishes nothing but Mark in his life. And he's got to know that those once-upon-a-times are only for once, nothing more, nothing less.

"Selamat tinggal!"

Suara, rasa dan bau, semuanya baru saja hilang. Dunia menjadi kabur. Emosi diputar seperti air es yang mengitari saluran pembuangan logam yang dingin saat coretan api membakar pipi. Setiap gelombang baru menjadi jejak penderitaan. Bahu ramping bergetar disetiap gema emosi. Kebingungan menginvasi hati, menolak sentimen yang menyeruak untuk merobek jahitan yang belum mengering.

"Kenapa?!"

Jantung berdegup kencang, berdetak keras tanpa tujuan. Kulit membentang di otot-ototnya yang sakit seperti kanvas yang sudah usang. Semua pikiran seperti orang-orang yang hilang di lautan, putus asa dan kelaparan karena mencari alasan untuk tetap bertahan.

Mark tak mengindahkan. Punggung yang lebar sekaan mencemooh karna bersikeras menolak kenyaatan.

"Kumohon jangan tinggalkan aku!"

Haechan menyusul, mengemis, memohon seraya memeluk kedua kaki Mark.

Para pejalan kaki di area taman memutar kepala, terjebak diantara dorongan untuk membantu atau agar tak mengganggu. Rasa empati tersulut, namun mereka lebih memilih pergi dengan rasa bersalah sebagai hukuman. Berdalih akan melakukan hal benar dilain waktu. Tidak sekarang.

Haechan didorong dengan kasar. Kemana perginya tangan yang ia gunakan untuk merengkuh, menggenggam, dan menuntun dengan segala definisi kelemah lembutan?

"Jangan pernah mencariku lagi!"

Suara yang sarat akan ketegasan bergema di telinga seperti guntur. Haechan duduk, tak berdaya. Tak tahu harus berbuat apa, juga terlalu takut untuk sekedar menggenggam asa.

Retakan samar kini semakin terlihat seiring hentakan dari langkah lebar yang diambilnya.

Haechan tak bisa lagi menahan. Kala air mata berhasil lolos dari pelupuk, pintu air seakan terbuka. Dagu bergetar, nafas tersenggal karena udara seakan sudah tak ada. Haechan membiarkan tenggorokannya terbakar demi menahan jeritan yang terus mendesak ingin keluar, meraung, melepaskan lara.

Haechan menangis, otaknya diparut dari dalam. Rasa sakit emosional mengalir keluar dari setiap pori-pori. Sendiri, menangisi kepergian orang yang sangat ia kasihi.

Padahal mereka sudah berjanji, atas nama Tuhan. Sebuah ikatan cinta diceritakan dengan kata-kata bahwa mereka akan selamanya terikat. Tidak ada perangkap, tidak ada pagar, tidak ada iming-iming, hanya Haechan dan Mark yang penuh dengan keyakinan.

Padahal mereka sudah berjanji.

Lantas kenapa Mark meninggalkannya sendiri?

.



Fullsun!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang