Bab 26
Revan tidak mengerti kenapa ada hati yang begitu baik seperti Larisa. Revan tahu Larisa marah, tapi entah kenapa selalu bisa mengontrolnya. Kalau pun dia kesal dan pergi, pada akhirnya akan tetap kembali lalu memaafkan.
"Aku minta maaf," lirih Revan yang berada dalam Larisa.
Setelah puas berdebat tadi, Revan langsung luluh di tangan Larisa yang membelai wajahnya dengan lembut. Larisa mengajaknya berbaring di atas ranjang supaya bisa sama-sama merasa tenang.
Larisa tidak marah? Tentu saja marah. Sudah berapa kali Revan membuatnya kesal dan kecewa, tapi Larisa paling tidak bisa melihat Revan terus memohon. Matanya yang berlensa coklat, seperti bocah yang tengah meminta pelukan dari sang ibu.
Larisa menunduk, menatap wajah Revan yang terangkat. Posisi Larisa yang berbaring lebih tinggi, sementara Revan mendaratkan kepala pada satu lengan Larisa dan bantal.
"Apa kamu mencintai wanita itu?" tanya Larisa.
Revan sedikit mengerutkan dahi. "Wanita yang mana?" tanyanya.
"Tentu saja yang bersama kamu," ketus Larisa.
Revan paham siapa yang Larisa maksud. "Enggak lah. Dia itu teman lamaku. Dia datang hanya untuk berlibur," jelas Revan.
Larisa menghela napas lalu mengalihkan pandangan menatap langit-langit. Sejujurnya Larisa tahu siapa wanita itu. Hampir seluruh hidupnya Larisa habiskan waktu untuk mencari tahu tentang Revan. Dia ke mana, sedang apa, Larisa pasti tahu. Dan mengenai wanita bernama Elle, tentu Larisa ingat kalau dia adalah kekasih Revan yang terpaksa pergi mengikuti kedua orang tuanya ke luar negeri.
Di saat Larisa masih diam, Revan begitu betah mendongak menelusuri wajah cantik itu. Diam-diam Revan juga tersenyum lalu sedikit menaikkan posisinya hingga sejajar dengan Larisa. Satu tangan Larisa yang semula digunakan untuk bantalan, kini Revan alihkan. Sementara posisi Revan yang miring, mulai mengulurkan tangan dan mengusap-usap dagu Larisa.
"Kamu nggak percaya?" tanya Revan.
Larisa menoleh dan tersenyum tipis. "Kamu masih mencintainya?"
Pertanyaan itu membuat Revan membelalak. "Apa maksud kamu?"
Larisa masih tersenyum dan kini kembali menatap langit-langit. "Dia itu pacar kamu yang pergi kan?"
Degh!
Revan tertegun dan tidak berkedip beberapa detik. Di saat Larisa kembali menatap dengan senyum tipis, Revan mendadak gugup dan bingung. Tidak ada yang tidak Larisa tahu mengenai hubungan Revan dengan siapa pun di luar sana. Larisa tahu. Kemarin, Larisa hanya ingin Revan berbicara apa adanya tanpa ada yang disembunyikan.
Dan Revan masih diam. Begitu Larisa menyentil hidungnya, barulah Revan berkedip. "Kenapa?"
"Oh, enggak. Aku hanya ..." mendadak Revan bingung sendiri. "Aku ... "
"Kamu nggak bisa nyembunyiin apa-apa dari aku, Re," ujar Larisa. "Separuh hidup aku, aku habiskan buat mengikuti kamu. Kamu yang angkuh, kamu yang cuek, aku tetap berusaha mendapatkan hati kamu."
Mata itu mulai berkaca-kaca dan suara sedikit serak. Sepertinya Larisa ingin menangis tapi ia tahan. Ketika Larisa berhenti bicara, Revan merayapkan jemarinya--menyentuh bibir ranum itu. Perlahan jemari itu berpindah menyusuri wajah sendu yang begitu sempurna jika benar-benar dipangdang dengan hati yang tulus.
Revan meraih tubuh Larisa dan memiringkannya. Cukup lama Revan memandangi wajah cantik itu bersamaan dengan tangannya yang terus mengusap-usap lengan Larisa hingga piama berlengan pendek itu tersingkap. Bagian dada yang terbuka, menampilkan belahan yang beberapa hari ini Revan rindukan. Ingin rasanya segera membenamkan wajah di sana. Mendengarkan degup jantung yang seperti irama penghantar tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Larisa (TAMAT)
RomanceRate: 21+ Larisa kehilangan kedua orang tuanya di saat umurnya masih kecil. Musibah kecelakaan itu, akhirnya membawa Larisa menemui kehidupan barunya bersama orang asing yang tak lain adalah teman dari kedua orang tuanya. Keluarga barunya begitu men...