I. Nilai [Halilintar]

993 90 8
                                    

Hari ini Halilintar pulang lebih awal dari biasanya karena tidak ada jadwal ekskul. Berbeda dengan Gempa yang hari ini ada rapat OSIS dan Taufan yang memang jadwal ekstra kurikuler futsal. Setelah mengganti pakaian, ia menuju ruang keluarga untuk bersantai dan membaca novel yang baru di pinjam dari perpustakaan.

Pintu rumah di buka menandakan ada orang lain masuk, Halilintar melirik untuk memastikan siapa yang masuk ke rumahnya. Ck, bocah itu.

[Name] memasuki rumah dengan raut bahagia, di tangan kanannya terdapat sehelai kertas.

"Kak Hali!" [Name] mendekati kakak sulungnya yang masih focus dengan novel. "Kak lihat! [Name] mendapat nilai 99 di ulangan Bahasa Inggris! Kata bu guru nilai [Name] yang paling tinggi di kelas!"

"Ck, tidak usah pamer bocah! Solar saja yang selalu mendapat nilai sempurna tidak pernah memamerkannya!" ujar Halilintar tanpa melihat si bungsu.

"Tapi kak, nilai [Name] juga sudah hampir sempurna."

"Hampir sempurna apanya, bahkan lebih besar telur kutu daripada nilai itu." Pemuda bernetra ruby itu pergi ke kamarnya. Menghiraukan si bungsu yang masih terpaku karena kata kata sang kakak.

"Kalau aku dapat 100 pasti kak Hali akan bangga! Semangat [Name] besok masih ada ulangan dan kamu akan dapat 100!" tekatnya. "Bunda dan Ayah lihat [Name] dari atas sana ya! [name] akan buat kakak-kakak sayang sama [Name]"

Bocah 8 tahun itu menuju kamarnya yang berada di samping dapur. Setelah mengganti pakaian, ia langsung mengambil buku Matematika. [Name] begitu focus menghafal rumus bangun datar dan mengerjakan beberapa soal. "Lihat saja Matematika, aku akan mendapat nilai sempurna!"

Suara bising dari luar mengganggu konsetrasinya, [Name] melirik jam dinding. Sudah jam 5 sore, aku terlalu focus sampai tidak sadar sudah sore. [Name] menutup bukunya lalu keluar dari kamar untuk melihat apa yang sedang terjadi.

"Kak Blaze kembalikan!" Solar mengejar Blaze yang membawa kabur sehelai kertas

"Tangkap aku jika kau bisa!" tantang Blaze

"Kembalikan kak!"

"Kau ini pelit sekali Solar, berbagi lah pada kakakmu ini. Aku bahkan belum pernah mendapat nilai 98, tidak sepertimu yang sudah menjadi langganan nilai 90-an."

"Ada apa ini?" Halilintar menghadang Blaze dan mengambil kertas di tangan Blaze. "Kenapa mengambil kertas ulangan Solar?"

Blaze tersenyum canggung sambil menggaruk pipinya. "tidak ada, aku hanya sedang bosan."

"Kami pulang!" teriak Taufan

"Kak Upan! Ayo main!" Blaze menarik kakaknya itu

"Kakak mau mandi dulu Blaze," Taufan mengusap sayang pucuk kepala adiknya. Diantara keempat adiknya, (rd: si bungsu tidak dihitung) Blaze lah yang paling dekat dengan Taufan.

Blaze mengangguk lalu menggandeng sang kakak menuju kamar. Gempa yang sejak tadi memperhatikan keduanya beralih pada Halilintar dan Solar.

"Kertas apa itu Hali?" tanya Gempa

"Kertas ulangan Solar," jawab si sulung

Gempa mengambil alih kertas itu dari tangan Halilintar. "wah Solar, nilaimu bagus sekali!" puji Gempa

"Tentu saja, Solar adalah adikku yang paling pintar." Halilintar merangkul pundak Solar yang berdiri di sampingnya. Solar hanya menyengir bangga

"Aku juga pintar meski mendapat nilai sebagus ini hanya beberapa kali," ucap Gempa

"Nilaiku hanya 98 kak, tidak terlalu bagus."

"Tetap saja kau adik kami yang paling pintar, ayo keluar. Nanti kakak jajanin apa aja," Halilintar membawa Solar keluar.

Gempa tersenyum simpul , bukan hal aneh saat Halilintar memanjakan ke-6 adiknya. Garis bawahi hanya 6!

[Name] yang berdiri tidak jauh dari sana menatap sendu punggung Halilintar. Kak Solar kan dapat 98 di beri hadiah oleh kak Hali, tapi kenapa aku tidak? Mungkin kak Hali lupa, iya pasti karena itu

"Kak Gem!" [Name] berlari menghampiri Gempa.

"Jangan sekarang [Name], kakak sedang lelah." Gempa menutup pintu kamarnya. 

"Padahal [Name] hanya ingin bicara dengan kakak," gumam [Name] sendu. 



***

Yuhuu!!! Al bek!

Al cuma mau ingetin, jangan lupa tekan bintang yang ada di pojok

Little Sister [Boboiboy Elemental]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang