[Name] duduk di teras belakang rumah, matanya menelisik warna jingga di langit. Pandangan [Name] jatuh pada surat di pangkuannya. Apa minta tanda tangan bibi Ayu saja ya? [Name] menggeleng. Tidak, ini adalah kesempatan ku
Setelah menguatkan mental beberapa saat, [Name] menggenggam surat itu dengan kuat. Kakinya melangkah mantap kedalam rumah. [Name] melihat Taufan dan Blaze yang sedang bermain game di depan TV. Ice yang tertidur di singgle sofa. Solar yang duduk di bawah sambil membaca buku dengan kepala bersandar pada kaki kakak sulung. Halilintar yang fokus pada novelnya. Duri yang menonton TV dengan kepala di pangkuan Gempa. Dan Gempa yang mengusap sayang surai coklat Duri. Pemandangan yang sangat indah untuk seorang anak yang tidak pernah merasakan hal itu.
[Name] melirik surat di tangan kanannya. Setelah mengatur nafas sejenak, ia kembali melangkah.
"Kak," panggilnya untuk menarik atensi 7 pemuda itu
Gempa mengalihkan pandangannya pada si bungsu, "ada apa?"
[Name] mendekat pada Gempa. Surat yang di genggamnya ia serahkan pada Gempa. "[Name] butuh tanda tangan kakak."
Gempa mengambil surat itu, "lomba cerdas cermat?" tanya Gempa begitu membaca apa isi surat tersebut.
[Name] mengangguk, "[Name] perlu tanda tangan kakak buat ikut lomba itu."
Mendengar kata lomba, Solar menjadi tertarik. "lomba apa itu kak?"
"cerdas cermat tingkat sd," Gempa menyerahkan surat itu pada Solar.
Solar membaca isi surat tersebut lalu menyerahkan lagi pada Gempa, "ck. Pantas saja aku tidak diberi tau guru, ternyata kau mengambil posisiku."
Duri yang berada di sebelah Gempa melirik isi surat yang di pegang sang kakak. "ini lomba yang di menangkan Solar 2 tahun berturut-turut itu kan? Kenapa pihak sekolah tidak meminta Solar menjadi perwakilan lagi?"
"mungkin karena aku terlalu pintar," jawab Solar yang kembali fokus pada bukunya
"[Name]ambil pulpen di kamar kakak, lihat saja di atas meja belajar." Perintah Gempa yang langsung di kerjakan [Name]. Dengan senyum lebar ia menuju kamar kakak ketiga
"Gem, kamu mengizinkan dia ikut?" tanya Taufan yang masih fokus dengan game nya.
"Kekesalan kita pada [Name] tidak boleh sampai menghalangi cita-citanya, biar bagaimanapun dia adalah adik kandung kita semua. Dia berhak mendapat apa yang dia cita-citakan," tutur Gempa
Taufan berbalik menatap Gempa, pemuda bernetra biru gelap itu mendengus. "Lalu bagaimana dengan Solar?"
"Solar?" Duri turun dan menatap adiknya. Manik abu-abu itu tidak lagi memperlihatkan binar ceria, hanya kekosongan disana. Gempa dan Halilintar tidak dapat melihat itu karena Solar duduk di depan. Solar menggunakan buku di genggamannya untuk menutupi kesedihan.
Halilintar dan Gempa turun dari sofa, berpindah ke samping Solar. Halilintar mengambil buku yang di genggam Solar.
"Solar baik-baik saja?" tanya kakak sulung
Solar menggeleng lalu tersenyum, senyum yang menyiratkan kekecewaan. "Solar baik-baik saja kak," jawaban yang berbanding terbalik dengan mimik wajahnya
Gempa mengusap pipi sang adik, "Solar yakin?"
Solar mengangguk masih dengan senyum bodoh di bibirnya. Halilintar membawa adik kebanggaannya itu ke dalam dekapan hangat. Tangan kanan ia gunakan untuk mengusap surai coklat sang adik. Isakan lirih terdengan dari bibir tipis itu, Solar menyembunyikan wajahnya pada leher sang kakak.
"Harusnya nilai Solar lebih bagus lagi agar bisa menjadi perwakilan sekolah," adunya di sela tangisan.
"Nilai Solar sudah sangat bagus kok," hibur Duri
"Aku bahkan tidak pernah mendapat nilai sebagus Solar," tambah Blaze yang sudah duduk di samping Halilintar
"Apalagi kakak," timpal Taufan yang kini duduk di depan si sulung
Isakan Solar mulai mereda, kepalanya ia dongak kan guna melihat wajah kakak sulung. Sang kakak mengulas senyum tipis, "Solar yang paling baik dalam pelajaran, Solar adalah saudara kami yang paling pintar."
"Tapi kak, aku..."
"Satu kali tidak menjadi perwakilan sekolah bukan berarti kamu gagal selamanya. Lagi pula, Solar masih bisa ikut perlombaan lain kan? Jadi jangan putus asa karena ini karena di depan sana masih ada banyak perlombaan lain yang menunggu orang pintar seperti adik kak Gem ini," Gempa mengusap bekas air mata di pipi Solar.
Halilintar memukul tangan Gempa tidak terlalu kuat tapi mampu membuat si empu meringis dan menarik tangannya. "jangan sentuh, ini adik kak Hali," ujar Halilintar ---pura pura--- kesal
Taufan mengambil Solar dari pelukan kakak sulung, "bukan, ini adik kak Ufan!" Taufan berlari sambil menggendong Solar. Hal itu sukses membuat Solar kembali tertawa, Blaze mengejar kakak kedua yang membawa kabur sang adik. Duri yang duduk di samping Halilintar tertawa geli melihat kedua kakaknya.
Ice yang masih tidur di sofa menggeliat tidak nyaman, merasa terganggu dengan suara berisik. Ice menggosok matanya dan sesekali menguap. Begitu nyawanya terkumpul sempurna, pandangannya jatuh pada Taufan dan Blaze yang sedang memperebutkan adik mereka, Solar.
"Apa yang aku lewatkan?" Ice mengerjap polos pada 3 saudaranya yang duduk di karpet. Ketiganya dengan kompak mengindikkan bahu mereka.
Dari balik pintu kamar Gempa, [Name] menatap sendu kehangatan keluarga ini. Sekali lagi, kehangatan yang hanya bisa ia lihat tapi tidak bisa dia rasakan.
Apa lebih baik aku mundur dari perlombaan ini? Ya aku harus mundur agar kak Solar bisa ikut lagi.
[Name] keluar dari kamar Gempa, mendekati sang kakak yang masih duduk nyaman di samping Halilintar. "kak Gem," panggilnya
Gempa menoleh, "mana pulpennya?"
"[Na—Name] rasa, [Name] belum siap ikut perlombaan itu." [Name] tersenyum, ia mengambil surat yang terkapar tak berdaya di sofa. Gadis 8 tahun itu berlari menuju kamarnya, berusaha menahan sesak di dada saat hal yang sangat ia impikan harus di serahkan pada kakaknya sendiri. Apa belum cukup besar pengorbanan gadis 8 tahun yang ingin mendapat kasih sayang ini? Apa lagi yang harus ia korbankan setelah ini?
***
huhu kebayang gak sih gimana sakitnya harus mengorbankan banyak hal cuma buat dapat maaf, trus hal yang membuat kalian mengharapkan maaf itu bukan murni kesalahan kalian. kek nyesek banget gitu
eh Al baru sadar kalau sifat Boboiboy Elemental disini agak berubah(?)
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Sister [Boboiboy Elemental]
FanficAku marah bukan berarti aku benci kalian! Aku hanya kesepian. Aku kesepian kak... Tidakkah kalian melihat itu? Aku merindukan ayah yang dulu memelukku Aku, merindukan kalian yang tidak pernah bisa ku gapai *** Ini kisah [Name], si bungsu elementa...