Huang Renjun, seorang yang merasa hidupnya monoton dan membosankan, ah apapun itu ia akan selalu merasa bosan. Entahlah dia seorang yang merasa tidak nyaman berada dimanapun atau bersama siapapun.
Ia berharap terlahir sebagai Paus saja, yang bisa mengarungi ribuan kilo lautan dan hidup sendirian.
Sungguh mungkin pria kecil itu menyesal hidup sebagai manusia.Ia menutup Novel yang sudah berulang kali ia baca, kebosanannya sudah menjadi-jadi. Ia ingin tidur namun jam masih menunjukkan pukul 8 malam.
"Ren, sudah makan malam belum?" tanya Haechan sambil berteriak. Ah anak itu dimanapun memang lebih suka berteriak tanpa perduli ada yang terganggu atau tidak.
Renjun keluar dan duduk di sebelah Haechan yang lagi makan pasta.
"Ambil itu di Pan, bikinan Jaemin." ucap Haechan.
"Emang dia udah makan? Kok kamu udah ngambil ajah." ucap Renjun yang merasa tidak enak jika asal ambil sedang ia belum izin sama yang buat.
"Nggak tau, dia lagi keluar tuh barusan." ucap Haechan membuat Ren mendengus sebal.
Memang yang namanya Haechan, yang ia pentingkan pastinya makan dulu baru izin."Atau kamu nungguin Jeno?" tanya Haechan iseng.
Ren melotot mendengar ucapan Haechan.
Ngaco sekali ucapan Haechan ini.
"Diem deh Chan." ucap Ren malas jika si Haechan tiba-tiba nyebut nama Jeno.Lee Jeno, Ren sungguh tidak ingin mendengar nama itu. Renjun anti Lee Jeno.
.
Renjun memutuskan untuk keluar, dengan dalih berjalan-jalan.
Ia berlari-lari kecil sambil menikmati sendirian.Musim gugur membuat angin yang berhembus menjadi lebih dingin, namun ia menikmatinya.
Huang Renjun yang sangat menyukai Angin.Jika orang lain biasanya menyukai Hujan, maka Renjun hanya suka Gerimis, apalagi Angin sebelum hujan yang bercampur bau tanah, ia sangat menyukainya.
Suasana sendu yang pas dengan definisi kesendiriannya."Suka lari-lari?" tanya seseorang yang mendadak muncul di sebelahnya.
Ren menoleh dan mendapati Jaemin yang berlari pelan sepertinya sambil menatap depan."Hanya terkadang." jawab Renjun.
Sekali lagi, kesendiriannya terusik.Tetapi bahkan ia tidak protes akan hal itu.
."Sudah makan Pasta yang kubuat di Pan?" tanya pria itu dengan nada datar.
Sepertinya Na Jaemin ialah Pria yang selalu datar."Belum." jawab Ren singkat, sepertinya ia malu akan kejadian kemarin saat ia banyak bercerita pada Jaemin.
"Kenapa belum?" tanya Jaemin yang sepertinya sangat penasaran. Rasanya mengganjal karena kemarin Renjun dengan tanpa izinnya banyak bicara sedangkan Renjun yang ia temui malam ini terlihat irit bicara.
Tidak mungkin kan Renjun memiliki kepribadian ganda."Lain kali kalau ingin memasak untuk orang lain, tunggu ia sampai datang dan kalian bisa makan bersama." ucapan Renjun membuat Jaemin berhenti berlari lalu berjalan perlahan dengan deru nafas yang berantakan.
Renjun ikutan berjalan normal sambil menetralkan degup jantungnya.
"Oh jadi kamu mau makan denganku?" tanya Jaemin membuat Renjun yang berjalan beberapa langkah didepannya kini berbalik menghadap Jaemin.
"Na Jaemin, aku tidak tahu gaya hidupmu, tapi kupikir gaya hidup kita sangat berbeda. Setidaknya itulah yang dinamakan Etika, menunggu yang memasak memberikan izin atau mengajak makan bersama." ucap Pemuda Huang itu.
Meski rasanya Jaemin tidak memahami apa yang dikatakan si kecil.
Benar, keduanya memiliki gaya hidup yang cenderung berbeda.Di kehidupan Jaemin, di Rumahnya entah ada orang lain yang merupakan temannya atau teman siapapun makan dengan bebas tanpa bertanya pada siapa yang memasak. Teman orang tuanya ataupun teman kakaknya pun secara bebas seperti menganggap rumah mereka rumahnya sendiri.
Tidak ada Etika yang dibicarakan Huang Renjun.
Bebas menjadi ciri khas siapapun yang datang ke Rumah Jaemin.
Dan ia berpikir bahwa jikapun kini ia tinggal dengan 3 orang asing, maka mereka pun bebas makan masakannya.Namun, Huang Renjun berbeda.
"Kau mengataiku bahwa diriku tidak tahu yang namanya Etika?" tanya Na Jaemin sambil menatap Renjun yang raut wajahnya berubah panik, ia berpikir bahwa Na tersinggung.
"Bukan begitu maksudku, aku hanya ... " Renjun bingung menyusun kata agar Na Jaemin tidak tersinggung.
Dan diam-diam Na Jaemin menikmati kelucuan si kecil di hadapannya.
"Sudahlah ayo kita kembali, hari sudah semakin dingin dan mungkin sebentar lagi akan hujan." ucap Jaemin kini berbalik arah dengan berlari kecil, Renjun jelas mengikuti langkah Na.
...
"Ohhh kalian sudah akrab rupanya." ucap Jeno saat berpapasan depan pintu dengan Na dan Renjun.
Lee Jeno juga baru saja sampai, setelah Ekstra Basket.
Matanya menatap tajam Renjun dan pasti ditatap balik tidak kalah tajam oleh si kecil.Na Jaemin membuka pintu dan menyadari memang kedua orang asing ini memang saling tidak menyukai satu sama lain.
"Kita hanya kebetulan bertemu." ucap Na Jaemin menjelaskan.Karena ia tahu Renjun tidak akan menjawab pertanyaan Jeno.
Sedangkan ia hanya ingin tidak ikut campur atas permusuhan keduanya.Jeno hanya mendengus mendengar penjelasan Na Jaemin, lalu berjalan menuju lantai atas.
"Hai Jaemin, serius pasta buatanmu sangat enak, terimakasih atas makanannya." ucap Haechan dari lantai atas dan Jaemin hanya mengangguki untuk balasannya.
"Sekarang kau boleh makan, aku akan membaginya untuk kita bertiga." ucap Jaemin lalu memanaskan kembali pasta agar hangat dan menyediakan piring untuk bertiga.
Sedangkan Renjun duduk sambil melihat kegiatan Jaemin.
Renjun tidak pandai memasak, dan di Rumah ia tidak terbiasa memasak karena Bundanya yang akan memasakkan makanan.
"Maaf aku tadi sungguhan tidak bermaksud mengataimu, hanya saja di Rumah aku terbiasa makan bersama." ucapan Renjun memecah keheningan.
"Aku tidak sedang marah padamu, dan aku"K tidak tersinggung. Berhentilah merasa bersalah." ucap Jaemin sambil memberikan piring Renjun lalu ia memanggil Jeno untuk makan bersama. Lagipula Haechan kan sudah makan.
Renjun menatap pasta buatan Jaemin, sepertinya enak, begitulah pendapat Renjun melihat tampilannya.
"Kenapa kamu tidak marah? Ucapanku seperti merendahkanmu." ucap Renjun yang masih tidak berani menatap Jaemin.
"Karena kamu hanya terbiasa jujur atas apa yang terlintas di kepalamu." ucap Jaemin bermaksud mengerti tentang kebiasaan Renjun.
"Wah kau hebat Na, baru mengenalnya saja sudah bisa menebak kebiasaannya, dan asal kau tahu, kejujurannya terkadang lebih banyak menyakiti orang lain." ucap Jeno menyindir Renjun dab entah sejak kapan ia mendengar pembicaraan mereka berdua.
Renjun menatap tajam Jeno.
Karena rasa sopannya pada Na Jaemin, Renjun hanya diam dengan hinaan Jeno, anak itu memang suka sekali menyindir Renjun sampai marah.Dan kediaman si kecil menarik atensi Jaemin. Padahal ia tahu bahwa dari perangai dan temperamen Renjun, si kecil bisa membalas ucapan Jeno, Renjun paling tidak suka dikomentari terutama oleh Oknum Lee Jeno.
Melihat Renjun menahan kesal dan memilih makan, membuat Jeno menghela nafas. Padahal ia suka membuat Renjun melampiaskan emosinya.
Jaemin merasa bingung pada hubungan keduanya, dan rasanya ia penasaran.
Jaemin melirik Ren dari sudut matanya, ia penasaran akan pribadi si kecil.
Untuk pertamakalinya Na Jaemin menunjukkan ketertarikan mengenal orang lain.Tidak sadar bahwa Jeno memandang cara Jaemin menatap Renjun yang sibuk makan.
...
Tbc
![](https://img.wattpad.com/cover/307262475-288-k600001.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
R - 23 / Wind
FanfictionR - 23 Nomor Kamar yang mempertemukan keempat pemuda berbeda karakter, yang awalnya asing menjadi saling candu satu sama lain. Dengan pusat sang Angin yang menghantarkan hangat di Musim Dingin. ... bxb / Norenminhyuk