*
Kedua matanya mengernyit sampai membentuk bulan sabit, mencoba menangkap siluet - siluet orang yang sibuk di dalam aula berukuran besar dengan atap baja yang tinggi menjulang, setelah puas mengamati langit - langit aula ini, pandangannya tertuju ke tribun penonton.
Hari ini ia ujian Taekwondo untuk naik tingkat ke sabuk hitam. Di pinggir lapangan, Papa, Mama, dan kedua kakaknya menonton. Mama dan kakanya sampai membawa banner bertuliskan "Semangat Lunar. Go Lunar!!" , dengan background berwarna pink dan sticker - sticker berbentuk hati, ia meringis menatap Kakak Laki - Lakinya yang terlihat mengantuk, sesekali menatap Lunar sambil menguap. Ia pasti dipaksa datang kesini. Dari semua anggota keluarganya cuma dia yang paling normal.
Maksud normal disini adalah menunjukan kasih sayang kepadanya secara biasa - biasa saja. Sebagai anak bungsu di keluarga Averio, dari kecil ia selalu dihujani dengan kasih sayang yang menurutnya... berlebihan.
Taekwondo sialan.
Yang membuat Lunar ikut olahraga ini adalah Mama dan Papanya. Katanya biar ia bisa menjaga dirinya sendiri. Dan tentunya karena... karena mengikuti jejak kakak laki - lakinya.
Namanya juga anak bungsu, iya kan?
Tapi tetap saja, kalau di sekolah Lunar lebih memilih untuk berada dalam lingkaran kedamaian. Meskipun hidupnya seringkali diusik geng kakak sepupunya sendiri, Marven. Yang isinya anak - anak keren (menurut mereka sendiri) dan berandalan (menurut Lunar).
Geng berandalan itu rata - rata sudah sabuk hitam, dan sekarang sedang cekikikan di ujung lapangan. Menertawakan dirinya.
"Cupu," Marven menghina dirinya.
Lunar diam, tidak terusik dan fokus menjalankan ujian Taekwondo meskipun konsentrasinya terbagi ke arah mama dan kakaknya yang sibuk mengambil foto dirinya, mungkin untuk dipost ke social media.
Mereka berdua sering seperti itu. Sebelum makan, bahkan mereka berdua mengambil gambar dari berbagai sisi sampai makanannya dingin. Abang biasanya melanggar ritual itu, dan berujung cekcok. Sementara Lunar jadi penonton.
BUKKKK.
Iya. Itu suara helm pelindung Lunar yang tertumbuk tangan lawan.
Lunar menoleh ke arah kakak dan mamanya yang memasang wajah iba. Sementara Abangnya tertawa puas.
Lunar mendecak sebal.
Anak bungsu, badut keluarga.
"Lunar?," suara itu terdengar jelas sebelum Lunar merasakan tangan yang mencolek pundaknya.