***
Suara percikan air dari kolam belakang rumah memenuhi telinga ketika Venus membuka pintu belakang, ia menghirup udara segar sebanyak mungkin, memperhatikan tanaman - tanaman yang tersiram air hujan semalaman. Kelopak - kelopak bunga yang dipenuhi embun segar membuat tangannya terulur untuk menyentuhnya.
Ketika rasa dingin menyentuh ujung jari Venus, suara pintu terbuka menyapa telinganya.
"Mami?"
"Loh, Lunar tidur disini?"
Venus melirik paviliun kecil di belakang punggung Lunar. Mereka memang menyediakan tempat itu, letaknya terpisah dari rumah utama, untuk sekedar bersantai atau kadang mereka meeting online disitu karena tempatnya sunyi dan sepi.
Lunar mengangguk.
"Val berisik ya diatas?," Tanya Mami.
Ia menggeleng, "Ma, mau bikin sarapan?"
"Mau dong, kamu udah laper ya?"
Lunar hanya memberikan cengiran, "Yaudah deh, aku tunggu masakan Mami mateng, aku masuk lagi ya, mau belajar."
Venus melirik catatan - catatan yang berserakan di meja Lunar. "Lunar, gak usah sampe kecapean gitu belajarnya."
"Gapapa Mami, Lunar udah biasa kok."
"Di binder yang item itu udah selesai semua rangkuman Lunar, nanti minggu depan tinggal baca - baca doang."
"Janji loh ya? Minggu depan istirahat"
Lunar mengangguk. Venus mendekat, mengajak Lunar duduk di sofa empuk yang ada disana, kemudian melihat ke sekitar.
"Lunar, Mami boleh peluk gak?"
Lunar sedikit menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Boleh Mami, hug me everytime you need hug. Lunar will be here." Anak itu tersenyum lembut.
"Maaf Mami, dulu Lunar suka marah kalau dipeluk. Soalnya geli." Venus terkekeh, Lunar juga sensitif sekali pada sentuhan, kecuali dari orang - orang terdekatnya.
Tapi wajah Lunar keliatan normal ah.
Masa Lunar Autis?
Udah gak usah diperiksa ke dokter, ga ada masalah juga.
Berbagai stigma itu sudah kenyang Venus telan. Dia bersyukur Lunar bisa tumbuh seperti sekarang, tapi itu semua karena anak itu bekerja keras beberapa kali lipat lebih keras dari yang lain untuk belajar dan bersosialisasi.
Lunar sibuk dengan pikirannya. Dia lelah belajar, mencoba ini - itu, berusaha memahami dirinya, terus berusaha menutupi kekurangannya, semua agar keluarganya bahagia dan berhenti khawatir.
Tenang ya.. Lunar bisa sendiri.
Papi terlihat santai sih, tapi ketika mengetahui kemarin Lunar menang basket, Papi tidak berhenti membicarakannya ke semua orang, sampai Nenek dan Kakeknya tahu. Marsha juga, pacarnya sampai mengirim pesan selamat ke Lunar.
Abang juga, dia kelihatan tenang ketika tahu Lunar sudah bisa berteman.
Rasanya tidak rugi berhasil memenuhi ekspektasi keluarganya.