11. CHANGES

1.6K 298 23
                                    

*

Lunar mencatat apa yang ada di papan tulis dengan cepat. Memberi sedikit warna dan menempelkan post it di beberapa bagian yang penting, karena nantinya ia akan mereview catatan beberapa kali untuk belajar. Ia menoleh ke samping, disana Kaina terlihat lesu dan menenggelamkan wajahnya di tangan.

Lunar meliriknya acuh, sebenarnya ia mau bertanya. Tapi 15 menit lagi ada briefing bersama dengan team basket, lebih baik Lunar mengejar catatan saja. Daripada ia harus meminjam catatan oranglain. Setelah selesai, Lunar langsung menepuk pundak Kaina pelan,

"Duluan ya. Lunar ada latihan."

Kedua kaki jenjang Lunar melenggang pergi begitu saja.

*

Lunar pulang sekolah dengan keadaan lelah, bagaimana bisa ia belajar dengan kondisi seperti ini? Turnamen dan ujian sekolah makin dekat. Rasanya tidak ada waktu untuk mengejar keduanya. Kepala Lunar penat sekali. Rasa - rasanya ia mau menyerah saja.

Akhirnya dengan terpaksa ia membuka bukunya, tapi yang ia lihat hanya rangkaian kalimat dan catatan yang tidak jelas. "Aduh sialan.." keluhnya. Lunar menggosok wajahnya kasar.

Ia memutuskan untuk mandi air hangat untuk meredakan ototnya yang sakit semua. Dan mungkin suasana hati dan pikirannya akan membaik. Dengan cepat ia masuk ke kamar mandi, membuka bajunya, menyalakan keran dan berteriak ketika air dingin itu menyentuh tubuhnya.

"Wah sialan!"

Water Heater di kamarnya mati lagi.

Ia menghela nafas kasar, memakai bajunya kemudian turun ke bawah. Melihat Papi dan Mami berbicara serius sambil berdiri dari kejauhan.

Lunar menghentikan langkahnya.

"....khilaf? Kamu mau bilang itu ke siapa? Jupiter sama Marsha?"

"Mereka udah gede Mas, mereka gak sebodoh itu.."

"Gak apa - apa kalau kamu mau nyakitin aku, asal jangan anak - anak."

Lunar mundur, melangkah kembali naik ke kamar, sebelum tubuhnya menabrak seseorang. Ah, selama ini sepertinya Mami dan Papi lebih intens cekcok. Mereka juga sudah jarang makan bersama di meja makan seperti dulu. Semua sibuk masing - masing.

"Ngapain?" Wajah abangnya menyelidik.

"Enggak ngapa - ngapain."

Lunar menjauh, masuk ke kamarnya lagi. Meninggalkan Val yang berdiri terpaku disana.

*

Bukkk!!!

Bola basket itu menghantam kepala Lunar begitu saja, karena ia tidak fokus. Lunar meringis, masalahnya bola itu telak menghampar tulang pipinya. Membuat ngilunya terasa sampai seluruh kepala.

"Weh! Lunar! Lunar!"

Sebenarnya sakitnya bisa tertahan kalau saja pikiran Lunar tidak sedang berkecamuk karena stress. Tapi karena sakitnya tidak tertahan, akhirnya Lunar melambaikan tangannya, memutuskan untuk pergi dari lapangan.

"Heh! Lo kenapa deh? Woy!"

Marven menepuk pundaknya, kemudian meraih pundak Lunar.

the phases of the moonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang