***
Nathan mengatur kemeja biru navy nya setelah turun dari motor, merapikan diri sebentar karena dari pantulan kaca spion rambutnya terlihat berantakan. Ia melangkahkan kakinya santai menuju pintu masuk, melihat dua orang waitress yang menyapanya dengan ramah.
"Sudah reservasi Pak?,"
"Atas nama Pak Bayu, Mbak."
"Oh, baik - baik. Langsung saya panggilkan orang untuk antar ya Mas, Bapak kayaknya sudah di hole ketiga karena main dari jam sembilan. Lumayan jauh kalau dari sini, biar dianter aja."
"Emang Papa hari ini main berapa hole Mbak?."
"Oh? Mas anaknya juga? Main sembilan hole."
Nathan terdiam. Ia sudah bilang kalau tidak akan ikut main golf hari ini, dia ketemu Papa cuma mau bilang kalau bulan depan dia mau main ke Jepang, tapi paspor nya expired dan ia harus menunjukan kartu keluarga. Makannya ia harus bertemu Papa untuk meminjamnya.
Anaknya juga? Apa maksudnya?
Nathan melamun sejenak di depan meja resepsionis Golf Driving sebelum seorang laki - laki membawanya naik menuju cart untuk menyusul Papanya yang ada di lapangan.
Di lapangan hijau yang luas itu, dari kejauhan Nathan menangkap siluet dua orang yang sedang main golf dengan jelas. Keringat dingin langsung mengucur dari punggungnya.
Semoga si Jupiter sialan tidak bilang apa - apa ke Papa soal Lunar.
***
"Jangan ke Tokyo lah, bosen. Ke Osaka aja, lumayan seru, dan gak terlalu crowded. Masih pandemi juga, sulit loh ngurus - ngurus kalau kena virus itu di negara orang." Papa terdiam, melirik Nathan sebentar yang berdiri dengan kedua tangan dimasukkan ke saku dan seperti sengaja tidak mau menghadap Val.
"Kalian berantem?." Tanya Papa.
Val hanya melirik Papa sebentar dan kembali memukul bola golf nya sampai melambung jauh.
"Nggak." Ujar Val singkat.
"Ya udah deh, mau ambil kartu keluarga kan kamu? Ada di mobil Papa. Val mau lanjut atau gimana nih? Mumpung ada cart disini biar sekalian balik sama Nathan."
"Balik deh Pa." Val menyerahkan stick golf nya ke caddy dan menepuk pundak Papa sebelum naik cart.
Mereka menaiki cart, dan dalam keheningan. Nathan masih terus menengok ke belakang. Setelah cukup jauh ia membuka suara.
"Sorry."
"I shouldnt bring Lunar to that event."
Nathan membuka suara."Santai. Dia gapapa kok." Kata Val. Tanpa melirik Nathan sedikitpun, fokus ke ponselnya. Selama ini diam - diam ia mendekati Lunar pelan - pelan. Berusaha ikut andil menjaga adik sambungnya.
Yang bahkan tidak tahu apa - apa.
Iya. Nathan memang tidak terlihat di keluarga ini. Disembunyikan, dianggap aib, sudah biasa. Bahkan Mamanya sendiri melihat dirinya seperti itu.
"Oh.. glad he was okay then."
Val berhenti memainkan ponselnya, menatap Nathan.