Chapter 04

492 59 4
                                    

Seminggu dilalui Haechan bersekolah disekolah ini, walau telah memperingatkan semua orang saat dikantin namun bukannya berhenti mereka justru makin gencar untuk menjahili dia dan Donghyuck.

Saat ini Haechan tengah berbaring dikamarnya, walau sudah seminggu lebih di seoul namun ia masih belum terbiasa dengan perbedaan waktu disini. Patut disyukuri walau jam tidurnya kurang, ia tidak sampai harus tertidur dikelas.

Sambil menerawang ia mengingat lagi  alasan Donghyuck mendapat perlakuan tidak adil itu selama dua tahun.

"Unni menerima semua itu demi cinta" dengus Haechan. "Cinta yang dipaksakan hanya akan menyakiti salah satu atau kedua belah pihak" batin Haechan miris.

Haechan menghembuskan nafas dengan keras - keras saat mengingat kejadian saat dimana Sungchan memberinya sebungkus roti. "Dia pikir aku sudi menerima pemberiannya? Benar - benar naif" dengus Haechan. "Apa lagi yang akan dilakukan mereka besok" gerutu Haechan.

"Ah.. Sudahlah apa yang akan terjadi besok, akan kulihat besok"

Haechan memandang laci nakas, lalu membukanya perlahan. Diambilnya sebuah botol kecil dari dalam sana yang ternyata adalah semprotan merica pemberian Renjun.

Haechan ingat jika Renjun selalu mengingatkannya untuk membawa botol kecil itu kemana pun ia pergi "ada baiknya kubawa ini, aku juga akan memberikannya pada unni untuk jaga - jaga" ujar Haechan seraya memasukan dua botol kedalam tas sekolahnya. +

Akhirnya Haechan bangun dari tempat tidur, berjalan menuju meja belajarnya. Diatas sana tergelerak kotak biola Stradivarius hadiah dari kakek neneknya saat ia didaulat sebagai violin master pada konser musim semi Julliard School saat ia berusia empat belas tahun. Dalam dunia musik Haechan termasuk anak jenius dirinya mampu memainkan bermacam - macam instrument dari segala jenis alat musik.

Selain itu ia juga dapat menangkap kesalahan nada pada sebuah melodi. Hingga tidak sedikit para dosen yang senang menempatkan Haechan pada bimbingan mereka langsung. Namun hal tersebut tidaklah membuat Haechan besar kepala ia justru rendah hati hingga membuatnya dikagumi oleh mahasiswi dan mahasiswa baik senior maupun junior.

Dibukanya kotak biola itu perlahan disentuhnya dengan lembut tiap lekuknya memperlakukannya seakan - akan biola itu adalah orang yang dicintainya. Haechan tersenyum lembut lalu mengeluarkan biola berserta busurnya. Haechan membuka pintu kaca besar yang merupakan pemisah antara kamar dan balkon pribadinya.

Haechan menatap langit yang masih berwarna hitam pekat dengan berjuta bintang yang menghiasi. Haechan mengapit penyangga dagu pada biola dengan dagu dan pundaknya. Tangan kirinya memegang leher biola dengan natural, sementara jari - jarinya juga telah siap memainkan tangga nada.

Rambut busur yang bergesek dengan senar biola, ditambah dengan pergerakan jari kiri Haechan yang begitu apik memainkan "Ave Maria". Melodi itu terus mengalun dengan lembut, mendamaikan setiap hati yang mendengarnya. Haechan begitu terhanyut didalamnya hingga tanpa sadar telah memainkan bermacam - macam sonata membuatnya tidak menyadari sang mentari telah mulai naik dari ufuk timur.

Haechan turun untuk melakukan rutinitas sarapannya, kedatangannya disambut oleh kedua orang tuanya beserta Donghyuck yang telah ada dimeja makan lebih dulu.

"Appa mendengar permainan biolamu dini hari tadi benar - benar mengagumkan sayang" puji Johnny tulus yang disetujui oleh Donghyuck dan Ten dengan anggukan.

Haechan yang baru saja menerima pujian dari kedua orang tuanya untuk pertama kali dalam hidupnya, tidak mampu menyembunyikan kegembiraan diwajahnya. Matanya bersinar saat ia berkata dengan senang " Gomawoyo appa"

Ten menatap Haechan penuh kasih. "Begitu banyak hal yang tidak kuketahui mengenai putri kecilku ini" batinnya sedih.

"Andai aku lebih menghargai bakat - bakat putriku yang berbeda - beda namun begitu luar biasa maka aku tidak akan pernah kehilangan mereka" sesal Ten dalam hati.

(GS) M3 4nd ¥ou (MarkHyuck - 2Chan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang