Di bawah sinar rembulan, dan didalam besarnya rumah ayah Ghina , ia masih mengutak-atik hp yang kemarin di berikan ayah.
Ghina mengenakan kerudung moka miliknya dan dengan baju tidur, tapi belum tidur, masih menunggu ayahnya pulang, menjemput mami, di stasiun, yang baru kembali dari luar kota.
"Gimana kamu, nggak knapa- Napa kan mami nggak bisa nemenin ke sokolah baru." Tanya wanita berdress marun, Sambil menarik satu koper.
"Nggak mi."
"Yaudah mami mau bersih-bersih dulu." Wanita yang di panggil mami berlalu dari hadapan Ghina, menaiki tangga.
"Ya mi"
"Belum tidur Na?" Seorang lelaki paruh baya dengan setelan jas yang sudah berantakan, tengah menggendong gadis kecil, yang terlelap.
"Belum yah."
"Ini udah larut, tidur terus, ayah ke kamar dulu ya!" Ayah Ghina juga berlalu, meninggalkan Ghina dan anggukannya.
Ghina menutup pintu yang tadi di buka. Ikut menaiki tangga menuju kamarnya.
Ini sudah seminggu ia menetap di rumah ini.
Rumah ini lebih sering sepi, ketimbang ribut, tidak seperti tempat tinggalnya dulu, di panti, walau tiap hari di penuhi keributan, tapi itu menyenangkan.
___________
Walau dengan kepala masih pening , Damar tetap rajin, kalo nggak rajin pun pasti bakalan di damprat kakaknya.
Satu lagi kesialan hari ini untuk Damar, dua-dua motor nya di sita, dan berakhir dengan di antar sopir ke sekolah, berasa seperti anak cewek Damar.
Mau marah, bakalan di marahin balik, kalo sedih nggak guna.
"Pak nanti jangan di jemput, aku ke tempat teman, ada tugas." Pinta Damar.
"Tapi di suruh non fii.."
"Bilang aja ada tugas." Potong damar tak ingin di bantah.
"Ya den." Lesu di sopir, kalo non Fita nggak terima , di pecat, mau makan apa dia.
"Di situ aja pak, nggak usah di depan gerbang."
"Ingat pak ya, jangan di jemput!" Damar mewanti-wanti.
Dan diangguki pak sopir.Damar berjalan dari gerbang menuju kelasnya, bukan versi Damar banget, yang biasanya bisa melenggang dengan tenang bersama Beat kesayangan kakaknya dulu.
"Hai Damar nggak pakek motor." Tanya Silia teman sekelas Damar, dan damar hanya menggeleng.
"Tumben?" Rasa penasaran Silia belum berhenti.
"Rusak." Damar mengkamuflase.
"Ooo." Silia hanya ber oh ria.
Damar emang di kenal sebagai orang nggak enak di ajak ngomong, bukan nggak nyambung tapi, jawabannya singkat abes, bikin kita yang ngajak ngomong, ngamuk sendiri.
"Lo ada buat pr Bukes, nggak?" Tanya Silia.
"Nggak." Sahut Damar anteng.
"Ya ampun Damar Lo mau di usir dari kelas nanti, sama itu guru." Tuh kan apa juga, Silia, ngamuk sendiri, padahal yang nggak buat pr Damar.
"Mmmaaarr, tunggu guee." Teriakan Cika menghentikan langkah Damar dan Silia, menunggu Cika yang tengah kari terbirit.
"Huh, hah, huh, hah, capek gue." Cika monolog sendiri.
"Dari gerbang Cik?" Tanya Silia.
"Eum."
"Lo ada buat pr Bukes Cik?" Tanya Silia lagi.
"Yaampun pr, kasih gue dong Sil, gue mana bisa kalo nggak Lo kasih." Cika ruwet dengan pr yang belum bisa, dan sengaja nggak di kerjain.
"Nanti gue ajarin, deh, tapii.." Silia seperti.
"Tapi apa Sil?" Cika menanti apa yang akan di minta Silia sebagai imbalan, seperti biasanya.
"Gue mau ditraktir dong." More nya Silia malu-malu.
"Oo, kali itu tenang aja Lo." Enteng Cika.
"Yuk mar ke kantin, Sil, istirahat ya gue traktir, gue belum sarapan nih. " Cika melangkah pergi sambil menarik Damar.
Tiba di kantin, Cika di buat terperangah oleh Tamara, dan Gumiza yang sudah selesai makan.
Ia pikir mereka berdua terjaring razia, polisi semalam, ternyata lagi makan enak. Menyesal ia mengkhawatirkan itu dua cunguk.
"Hai Cik, nggak marah ,emak Lo semalam." Tamara mengajak ngomong. Cika menggeleng tanda tidak, males meladeni Tamara, pasti bakal lanjut ngebacot.
"Nggak makan Mar?" Tanya gumiza pada Damar.
"Udah gue."
"Tumben, biasa di sini." Gumiza mengernyit.
"Lagi ada pawang di rumah." Pawang yang dimaksud Damar, itu kak Fita.
"Pulang kak Fita? Gimana Lo pulang, di sidang kayaknya." Gumiza menyimpulkan sendiri dan diangguki Damar.
"Ehem, gue gak dianggap nih." Tamara nggak diperatiin.
"Nggak penting." Gumiza tetap tidak menghiraukan, dan Cika sibuk dengan makanannya, Damar jangan di tanya.
_________________
Di toko buku, khasnya buku tercium, mulai dari wanginya, sampai lembaran-lembaran baru yang akan dibuka, siapa yang membeli.
Damar memasuki, toko buku sinar abadi, sudah beberapa bulan dia tidak kesini.
Ia mau mencari buku baru, malas pulang ke rumah, nanti malah di lanjut sidang sama kakak Fita.
Jadi toko buku ini seperti tempat bersembunyi sementara dari ketidak nyamanan.
"Bhukkk.." Buku-buku di depan Damar jatuh berantakan.
"Sorry, sorry gue nggak sengaja." Damar meminta maaf lepas.
"Iya." Ghina, menatap Damar. Ini seperti Dejavu diantara mereka.
"Kenapa harus orang yang sama." Batin Damar.
"Biar, gue bantuin, siapa nama Lo?" Tanya Damar hati-hati.
"Ooh, saya Ghina." Sahut Ghina dengan seulas senyum. Ia menyangka damar orangnya dingin, ternyata nggak sesuai pemikiran nya.
"Gue Damar."
"Lo suka baca juga?" Tanya damar sembari merapikan buku yang berantakan."Saya baru pertama kesini." Sahut Ghina.
"Oo gue lupa, Lo baru disini. Hehe." Damar selesai dengan tugasnya.
"Mau cari buku apa, biar gue bantuin." Damar menawari bantuan.
"Max Havelaar." Jawab Ghina yakin.
"Ok, gue cari dulu ya." Damar berlalu memasuki tumpukan rak buku berisi sejarah.
Ghina berdiri di tempatnya, tersenyum menyaksikan Damar berlalu.
Ia bukan menentang jalan,
hanya melewati rintangan,
Dengan seulas tarikan bibir
Yang menciptakan ke manis haruman
Dalam sejumput ke hambaran
Yang di ciptakan oleh buaian
Kepahitan rintangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEET AFTER PARTINGE
Teen FictionAda yang terusik tanpa suara Ada yang menghembus tapi bukan angin Ada juga sayatan tanpa terlihat Dan luka tanpa darah Dan sakit tanpa penyebab Juga pergi lalu datang lagi Semua terkumpul dalam satu titik semu yang tak tertemukan Dengan masing-mas...