17 | seorang lagi

0 1 1
                                    

Bukan oteriter hanya, menggeser yang menyalahi. - mbak Diva -






Makan malam kali ini ada yang berbeda di kediaman Damar, karna ada tambahan anggota baru yang lama tak terlihat di meja makan besar keluarga itu.

"Ngapain balik mbak, bukannya udh bahagia." Tanya Damar dengan tawa getir, pada kakak tertuanya, mbak Diva.

"Ini juga rumah bapak gue ya." Diva tak terima di sudutkan si bungsu sok tahu.

"Ya masalahnya selama ini kemana, jenguk kita aja nggak sempat." Damar masih melanjutkan sarkasmenya. Tapi tak di jawab mbak Diva sebab kedatangan ayah ke tempat tersebut.

"Ada Diva, udah sejak kapan Div, nginap kan, Aji ikut nggak?"
Ayah yng baru pulang kantor, langsung menborfir mbak Diva dengan banyak pertanyaan.

"Aku sendiri yah, Aji nggak ikut." Kata mbak Diva sambil menyalimi ayah. Karna mbak Diva ini adalah anak kesayangan ayah sebab prestasinya yang gemilang, mengalahi Damar yang sejak bayi belum pernah berprestasi.

"Nggak apa-apa, kamu pulang ayah udah senang. Ayo makan dulu nanti dibahas lagi." Terang ayah memulai makan malam.

Setelah perbincangan seputar mbak Diva itu, kemudian Damar, tak buang waktu lagi, dia langsung cabut ke markas, tempat menyusun strategi bersama antek-anteknya.

Ayah dan mbak Diva tentu tidak tahu, mereka setelah makan masuk ke ruang kerja ayah ada yang ingin di bicarakan katanya, pastinya Damar tak akan kepo.

"Semuanya sudah gabungkan?" Tanya Damar sebagai ketua kelompok.

"Sudah ketua." Serempak anggota, bukan hanya Cika, Tamara dan Gumiza tapi masih ada beberapa orang lainnya yang berasal dari sekolah yang bebeda. Dan sudah dilakukan uji tingkat kejujuran dan kepercayaan yang mereka punya, apa bisa melindungi rahasia markas atau tidak.

"Jadi gue bakalan nyampein strategi baru tentang racing nanti, biar kita bisa kuasai arena." Papar Damar lebih lugas di banding saat guru bahasa yang nyuruh.

"Saya keberatan ketua!" Kata seorang anggota.

"Maksud lo?" Damar meminta penjelas.

"Kita akan dianggap serakah ketua, kalo menguasai semuanya. " Jelasnya

"Itu bukan urusan mereka, yang penting kita mencapai target. PAHAM!" Tegas Damar.

"PAHAM KETUA." Semuanya menahami kalau sudah di jelaskan.

"Oke sekarang cek motor, jangan samoai ada yang cacat." Perintah ketua.

"Siap ketua."

Gambaran Damar sebagai ketua antek-anteknya sudah menunjukkan kalau ia punya sifat kepemimpinan yang harus di asah.





■■■■■



"DAMARR! DAMAR DAMAARRR! DAMMAR DAMAAR!"
Suasana yang bercampur hingar bingar dalam pekatnya malam itu membuat semangat damar membuancah untuk menantang adrenalin, melawan tantangan, jangan sampai musuh sampai di Garda depan.

"Mar HATI-HATI LO." Teriak Cika pada Damar.
Damar hanya mengacungi jempol mengiyakan. Tapi mata cika berpendar ia melihat seseorang yang nampak familiar tapi ia tak mengenalnya.

Sedangkan Gumiza kembali bertemu dengan Amel si cewek ramah dan manis itu.

Tamara pun hampir menjadi obat nyamuk, karna dari tadi ia berada diantara Gumiza dan Amel yang tak melepaskan genggaman tangan. Tamara pun hanya bisa menghentakkan kaki dan metapatkan gigi, kesel sih.

Motor sports black yang di kendarai Damar itu melaju perlahan dahulu, sampai di potong kecepatan dan oleh motor lainnya.

Damar biarkan, masih sabar, belum menjadi setan.

Namun di tikungan balikan akhir, dengan di saksikan puluhan anak musa pencari euforia itu berhisteris Damar tanpa disangka menikung cepat si lawan.

"HOOOOIWW DAMAR." Riuh melanda arena ilegal itu.

Garis finish disambar Damar dengan cepat, penonton terutama para cewek makin histeris. Kalau musuh jangan ditanya pastinya walau tak memaki di depan mata tapi membual di dalam dada. Namanya juga lawan.

"Lo mah nggak ngasih kita kesempatan, ayolah Mar, kalah sekali-kali." Canda lawan Damar tadi.

Dan hanya ditanggapi dengan kekehan oleh Damar.

Di jalan pulang Damar dengan Cika sehabis pesta sesaat tadi, tepatnya sekarang pukul setengah tiga pagi, mereka kembali menjadi partner boncengan.

"Kata lo tadi kakak lo ada di tempat lo, nggak ngamuk ntar?" Cika peduli kucing.

"Ini mbak gue, orang baik, paling gue marahin balik kalo ngamuk." Kata Damar, teringat mbak Diva yang melempar barang-barang saat bereka bertengkar beberapa tahun yang lalu.

"Adek durhaka Lo." Cetus Cika kepada Damar

"Mana ada. Gue membela diri." Orang seperti Damar, paling Tidak mau disalahkan.

"Oh ya gue tadi ngeliat Kharis tadi." Cika mengatakan di mana ia seperti melihat salah satu teman SMP mereka dulu.

"Lo tahu?" Damar sudah tahu duluan berarti.

"Nggak nyangka dia ikut jadi setan, gue pikir bakalan. Istigfar terus." Papar Cika, menyayangkan si snake baik jadi berubah.

"Namanya juga manusia bisa berubah kali Cik." Jelas Damar sesuai arus.

"Iya gue tahu. Apa jangan-jangan itu anak juga gabung sama grng nggak jelas." Terka Cika.

"Turun Cik udah sampe." Dan Damar kembali kerumahnya, merindukan kasur.






■■■■■



Seperti biasanya Damar saat pulang tengah malam begini pastinya di sambut sepi, dan itu lebih bikin happy di banding di sambut seseorang, bisa berabe.

Tiba di depan pintu kamarnya, tanpa di putar, gagang pintu terpisah sendiri.

"Mbak ngapain lo di kamar gue?" Tanya Damar baik, sambil melempar ranselnya sembarangan.

"Nyambut lo." Kata mbak Diva ketus.

"Gak usah, gue capek mau istirahat. " tolak damar, nggak butuh.

"Setiap malam lo pulang ham segini?" Mbak vita antara memastikan dan peduli.

"Terserah gue." Jawaban orang males versi Damar.

"Pantes kurus kering begini adek gue.
Gue juga nggak minat ngurus lo, tapi, ini amanah si Fita, kata dia lo nggak bisa diatur." Baur mbak Diva dalam kata-katanya.

"Asal Lo tahu Rash gue mau tertawa pas dengarnya, si fita, kayak nggak tahu aja , kalau gue juga nggak lebih kayak lo, dan itu bikin kita bahagia. Iya nggak?" Mbak Diva menerawang masa ketika masih remaja.

"Iya, udah ngerti gue, sana, mau tidur nih." Usir Damar.

"Denger dulu cuma sedikit lagi. Iya semua kebebasan itu bikin lo bahagia, tapi jangan lupa di balik bahagia itu ada konsekuensi, yaitu masa depan Lo harus tergadaikan. Apa lo rela?" Inilah kata-kata mbak Diva, yang membuat mata damar yang pengrn tertutup terbuka lagi.

"Ingat Rash, kita nggak bisa kembali ke masa lalu untuk untuk menebus kesalahan." Mbak Diva mengeluarkan propensisinya.

Itulah mbak Diva, orangnya ceplas ceplos, suka seenaknya kalo ngomong, pastinya dia nggak peduli, kamu sakit hati atau nggak pas dengar omongannya.

Pembawaannya yang santai seolah dia tidak memiliki salah apapun sama orang.

Tapi kelebihannya mbak Diva itu adalah nggak bisa melihat kamu terseret lebih jauh dalam kesalahan, seperti halnya Damar walau sedang bergaduh pasti mbak Diva akan mengakhiri dengan setitik penasehatan yang merasuk hingga ke hati.

Intinya mbak Diva itu baik pada tempatnya.

Dan Damar dalam mata yang setengah lelap di pukul tiga pagi itu sedang berpikir, apa cita-citanya sebenarnya?
Dia sendiri kebingungan, karna dulu di waktu kecil banyak cita-cita yang di ucapkan dengan bangga tapi di masa SMA semuanya terlupa.

MEET AFTER PARTINGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang