Rendra Kusuma, 31 thn
Dian Utami Samsoe, 22 thnHappy Reading 🥰😘
______
"Duh... maaf ya Mas Bupati, udah bikin baper." Sesal Dian dengan wajah tak enak, suaranya mirip rengekan. Dalam hati gadis itu, masih cekikan menertawakan kesialan Rendra. "Aku cuma becanda, sungguh sepupunya sepupu. Jangan marah...," mohon Dian.
"Sakit?" Tanyanya, mendekati Rendra. Jemarinya yang nakal memegang lengan Rendra tak sadar, sedang matanya mendongak menatap kening Rendra yang sedikit memerah.
Rendra yang harga dirinya selangit, memasang tampang baik-baik saja. Sakitnya memang tak seberapa, jelas malunya lah sampai angkasa, tukasnya dalam hati.
"Siapa yang baper, bocah. Sana masuk dulu." Rendra yang kesal pada Dian, berucap datar. Aslinya ingin sekali menjitak kepala berambut hujau itu. Tapi sebagai kakak lelaki bagi Ayunda dan auto gadis ini, Rendra mendorong lembut gadis itu masuk ke dalam mobil.
"Kalau nggak baper, berarti situ laper." Gumaman lirih menyebalkan Dian, tertangkap telinga Rendra.
"Saya puasa, Dian." Rendra tidak tahu, kenapa masih saja menanggapi gadis aneh ini dengan sabar.
"Kirain," kelakar Dian cengengesan, sebelum melanjutkan. "Hampir aja aku minta Pak Bupatiku yang ganteng ini sarapan bareng. Tahu nggak, semalam aku nggak bisa tidur, gegara nggak kebagian nasbung. Mengsedih bukan aku ini, Mas Bupati?" Keluh si gadis, kepalanya bersandar di jok seperti kehabisan energi.
"Halah, paling nggak bisa tidur karena patah hati." Sahut Rendra, inginnya mencibir, tapi wibawanya wajib dijaga di depan anak buahnya.
"Ih, Mas Bupati cenayang...!" Dian memekik lebay, membuat ajudan dan supir yang asli orang ibu kota menahan tawa.
Rendra melirik Dian, "beneran patah hati, atau kamu yang matahin hati pacarmu?" Ringan dan datar suara Rendra yang bisa didengar, tapi senyum di bibirnya yang terlalu tipis, hanya bisa di ditangkap mata sang ajudan. Sehingga Edi, mengendus bau-bau si Bapak Bupati mulai jatuh cinta pada si gadis ingusan.
"Iyuh Pak Bupati, puasa-puasa su'udzon." Dian melirik kesal, sebelum mengatakan kejujuran. "Emang iya sih, hatiku patah. Butuh lem G buat nambalnya. Apes banget aku ini. Brondong sialan itu, ketahuan selingkuh di tengah aksi demo. Minta digebukin banget!" Omel Dian pada keadaannya.
Renda tertawa mendengar kekesalan Dian yang tak ditutupi. Baguslah putus, andai agak gedean dikit, aku juga mau jadi lem G-nya. Pikir Rendra.
"Sepupunya sepupu! Tega bener bahagia di atas penderitaan orang lain, sih!" Protes Dian merasa Pak Bupatinya ini jahat. Suaranya campuran antara rengekan dan kekesalan.
"Kamu kualat habis ngatain saya jomblo." Timpal Rendra, makin senang sekali menggoda Dian.
"Huuh..." desah Dian panjang, merasa perutnya makin lapar. "Mas... kapan sampai warteg atau wardang atau warnan juga boleh. Laper Mas, perutku yang langsingnya kebangetan cenderung kempes ini, hanya kusumpal selembar roti tadi." Tanyanya penuh keluhan.
"Bilang aja kurang gizi." Timpal Rendra, membuat Dian mencucut. "Nanti aja di kantin BPPN, deket kok dari sini. Sambil nunggu saya rapat." Lanjut Rendra.
"Kenapa Mas Bupati nggak bawa aku ke tempat Ayunda aja, sih. Aku bisa mati bosen nunggu Mas Bupati rapat...!" Sebenarnya Dian dan Ayunda sudah booking penginapan kelas melati untuk ditempati berdua. Sayangnya rencana tinggal lah rencana, Mas Bupati malah yang menjumpainya. Dian tersenyum simpul, melirik Rendra yang mengenakan Batik Pisang khas Lumajangan size body fit. Pikirannya nakalnya muncul, kagak malu-maluin nih orang diajak foto wisuda nanti, halu Dian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Bupati, Aku Padamu
RomanceDian Utami Samsoe, cara bicaranya yang sering membuat orang lain belingsatan karena hobi mengimbuhkan rayuan gombal, tidak menyangka kalau keisengannya menebar kail cinta berhasil menambat hati N1 alias Bupati Lumajang-Rendra Kusuma. Sungguh Rendra...