Kabar mengsedih, Tetangga Masnya Mantan masih mulai proses akhir Juni, kenapa begitu? Masih antri katanya🥲
Mereka juga ga berani buka PO Mei ini, takut naskah nggak selesai di editornya.
Sabar ya, bantuin do'a yg kenceng biar bisa maju 🥲🥲🥲______
Dian mengendurkan sarafnya, mereset setting mengaharu birunya ke mode normal Dian. Tak lupa senyum manis disimpul ke sudut bibir, menutupi sedihnya. "Eh, Mas Bupati...!" Gadis yang pringisan itu, terlihat sembab. Jantungnya guling-guling karena Rendra menatapnya dengan cara yang menurut Dian tak biasa.
Rendra mencari anting-anting pemberiannya di daun telinga Dian. Kosong, tidak ada hiasan apapun di sana. Dian bahkan tidak memakai satu gram pun emas. Gamis lengan tiga per empat bergaris monokrom menimbulkan efek ringkih pada gadis yang rambutnya jadi marun itu.
"Menghindari apanya sih Mas Bupati, orang Mas Bupatinya juga baru datang." Tampiknya menghindari mata Rendra. "Mana THR-ku Mas?" Tanyanya salting pada tatapan dalam Rendra.
"Kamu nggak maaf-maafan denganku, Yang? Nggak ada THR kalau begitu."
Dian ingin misuh-misuh atas panggilan Rendra yang masih sama. Namun pria itu mendekat sedang Diannya mundur selangkah, tak tahan dengan tatapan Rendra yang mirip orang ingin mengulitinya. Mata pria itu menatap Dian lekat-lekat, dengan senyumnya yang membuat siapapun melting.
Sebelum bersikap biasa Dian berdehem membersihkan tenggorokannya yang tiba-tiba terasa kering. "Minal Aidzin Walfaidzin Mas Ren, nggak ada THR nggak aku maafin." Katanya sambil melipat tangan di depan dada, tak mau bersalaman langsung dengan Rendra. Rendra jadi makin gemas dibuatnya. Apa gadis itu tidak tahu rindunya sudah penuh ke ubun-ubun sampai setengah mati.
Rendra memupus jarak pada si gadis rambut marun. Meraih kepala Dian untuk mencuri ciuman di ujung rambut wangi gadis itu. Mata Dian membeliak, mulutnya ingin berteriak saja ketika matanya menemukan Budhe Astuti yang menatap mereka cemberut. Sedang Ayunda di sisi Astuti terperangah pada interaksi dua orang itu. Auto mata Dian menatap sekeliling, untung tidak ada mata lain lagi, batinnya sedikit lega.
"Aku kangen banget, kamu tega nyuekin aku berhari-hari, Yang...!" Bisik Rendra sebelum melepas di gadis yang wajahnya tercemar semburat merah muda.
"Kalian?" Sulung Mashudi~Arjuna menatap Rendra dan Dian bergantian. Ada tanya yang tergambar pada hubungan dua orang sepupunya ini.
"Ya, apa yang kamu pikirkan benar, Jun. Menunggu waktu saja untuk meresmikan hubungan ini." .
"Mas...!" Protes Dian, memukul lengan Rendra tanpa ampun. Rasa sesak di dadanya setelah memutuskan menjauhi Rendra seketika hilang, seakan terobati. Dian mendesah, susah payah tiga hari ini menahan diri. Kenapa sekarang berantakan lagi niat menjauhi Mas Rendra, batin Dian.
"Mas Ren, WA-ku tadi pagi udah jelas, kan? Jangan gini ah...! Budhe liatin kita, Mas..." Dian mengguncang lengan Rendra gemas, kakinya menghentak kesal. Suara khasnya yang manja selalu Rendra rindukan tiap malam.
Di mata Arjuna, justru dari skinship ini lah, bisa melihat kedekatan mereka. Dulu Arjuna terlalu banyak berpikir untuk mengatakan perasaannya pada Dian, hanya karena statusnya yang bisa jadi wali untuk gadis ini.
"Sayangku, kenapa kalau mereka semua tahu?" Kemudian Rendra berbisik tepat di depan bibir gadis itu, "sekali kamu denganku, kamu nggak bisa mundur lagi, Yang. Kamu tetap bakal jadi Bu Bupati." Klaim Rendra. Irisnya tak jemu memandangi Dian tang makin cantik.
Dian menelan ucapan Rendra bulat-bulat, menghembuskan nafas yang ditahan karena Dian pikir barusan Rendra hendak menciumnya. Tangannya mengipasi wajahnya yang tersipu-sipu. Mas Bupati, udah gila! Umpat Dian dalam hati. Rendra tersenyum senang, yakin pada ekspresi Dian kalau hati gadis itu berbanding lurus dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Bupati, Aku Padamu
RomanceDian Utami Samsoe, cara bicaranya yang sering membuat orang lain belingsatan karena hobi mengimbuhkan rayuan gombal, tidak menyangka kalau keisengannya menebar kail cinta berhasil menambat hati N1 alias Bupati Lumajang-Rendra Kusuma. Sungguh Rendra...