13. Om-om dilawan

3.2K 729 140
                                    

Emak yakin ada kesalahan yang mungkin tidak sengaja emak perbuat di sini, entah dari cuitan atau balas komentar kalian. Sungguh tiada maksud menyakiti. Walau emak hanya manusia biasa yang tidak bosan berusaha menjaga tutur kata dan jemari ini, tapi bukankah manusia tempat salah dan khilaf?

Karena itu, emak ucapkan Minal Aidin Walfaidzin, maafkan lahir dan batin 🙏
Semoga kita semua dianugerahi umur panjang agar bisa ketemu Ramadhan tahun depan, amiiin....

Salam sayang untuk semua readers,
Ithanajla 😘😘

_______________

"Halo Mas Ren," Dian celingukan ke arah pintu keluar, tapi mana bisa melihat kedatangan Rendra karena mejanya menghadap persawahan.

"Aku di parkiran, Yang!"

Dian menggigit bibirnya, dadanya berdentum mengikuti momentum.
"Mas Bupati bawa N1?" Tanya gadis itu.

"Nggak," sahut Rendra memahami kekhawatiran Dian.

"Syukurlah," desah si gadis. "Ini aku otewe keluar." Imbuhnya sebelum menutup panggilan.

"Nggi, nggak apa-apa ya, kamu pulang sendiri?" Tanya Dian tak enak pada Anggi.

"Ya enggak papa lah, Bu Bupati. Sana, si Bapak udah nunggu. Duh seneng kalau aku sampai berteman sama Bu Bupati. Kamu wajib rekomendasikan kita-kita kerja di Pemda, yes?" Anggi begitu bersemangat.

"No! Itu namanya nepotisme!" Tolak Dian. Candaan Anggi berpotensi menodai perjuangan aktivis demonstrasi pejuang keadilan sepertinya.

"Kalau begitu ajakin si Bapak masuk dulu dong, aku mau foto, terus kupanjang buat penglaris caffeku." Ira setengah memohon. Berharap caffenya bisa viral pernah didatangi orang nomor satu di kotanya ini.

"Iya lain kali. Jangan sekarang ah, aku juga belum tahu fotoku bakal dipajang di buku nikahnya apa enggak!" Kelakar Dian, tawa kecil itu hanya untuk menutupi salah tingkahnya. Tapi teman-temannya benar-benar terhibur dengan kalimat Dian.

"Ya deh, janji ya!" Ira cemberut.

"Iya...! Bye Ira, Anggi, Meri. See ya...!" Dian melambai riang, padahal jantungnya mulai tak tenang, membayangkan dijemput N1.

"Sukses untukmu menuju pangkuan N1 bebeb!" Seruan gila ke tiga teman Dian itu, membuat semua orang memperhatikan mereka. Dian sampai mendelik pada ketiganya karena malu.

Dian keluar caffe menuju parkiran, gadis itu menoleh ke kanan kiri untuk menemukan mobil pribadi Rendra yang seingat Dian berwarna putih.

Rendra membuka jendela sebatas mata, sampai Dian melihatnya. Senyum mengembang Dian terakit cantik. Ah, seminggu rasa sewindu, batin Rendra penuh dengan emosi yang disebut kangen, ketika melihat gadis itu menyongsongnya dengan malu-malu.

"Mas Ren, ngapain pakai jemput aku segala?" Tanya Dian, sesaat masuk mobil. Bukannya Dian tidak paham Rendra tengah pedekate padanya. Tapi bukankah sifat perempuan yang selalu butuh kejelasan.

"Ya aku kangen aja sama kamu."

Wajah berseri Dian tersipu-sipu, matanya melirik pada Rendra yang memandanginya berbinar. 'Cakepnya Mas Bupati...' batin Dian. Tampilan Rendra dengan kaos putih berkerah dan celana jeans terlihat begitu keren.

"Miss you too deh Mas...!" Nada manja Dian diantara kekehannya membuat Rendra juga terkekeh. Tangan Rendra gatal untuk tidak mengusik rambut baru Dian. Akibatnya wajah gadis itu makin merona. "Gombal banget sih, Mas...! Belajar dari mana coba." Cetus Dian sembari membenahi rambutnya setelah diusik Rendra. Jangan tanya bagaimana rasa di hatinya, yang jelas Dian merasa nadinya melemah dan sarafnya lumpuh sesaat. Untung nggak stroke, batin Dian.

Pak Bupati, Aku PadamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang