Melakukan sesuatu yang disukai memang tidak akan terasa. Hyunsuk bisa membuktikannya sendiri. Ia masih ingat ketika ia mulai menyusun potongan lidi menjadi sebuah menara, jam masih menujukan pukul lima sore, masih ramai,
Tapi begitu ia mengangkat kepalanya dan memeriksa sekitar, tempat ini sudah sepi. Lampu-lampu sudah menyala menerangi ruangan yang ia gunakan.
Tidak ada lagi mahasiswa yang berlalu-lalang atau melakukan hal yang sama sepertinya—mengerjakan tugas.
Ia melirik arloji mahal yang mengalung indah di pergelangan tangannya. Pukul sepuluh lewat, pantas saja sudah tidak ada siapa-siapa, ini sudah malam.
Hyunsuk menghela nafas sebelum merapikan barang-barangnya, memposisikan susunnya dengan rapi agar tidak roboh kemudian beranjak pergi meninggalkan ruangan itu.
"Padahal jam lima tuh sepuluh menit yang lalu." keluhnya pada diri sendiri sambil menggulir halaman twitter.
Berjalan cukup santai menuju halte bis dan menunggu selama sepuluh menit sampai ia sadar bahwa tidak akan lagi ada bis yang melintas pukul sepuluh malam.
Bagus, sekarang ia menyesal tidak membawa kendaraannya sendiri. Belum lagi perutnya yang sejak tadi berbunyi, hebat sekali.
Dengan terpaksa Hyunsuk menyusuri jalanan yang mulai sepi. Sedikit berharap semoga pedangan nasi goreng yang biasa ia lewati masih buka.
Bersyukur seribu kali syukur ketika gerobak penjual nasi goreng itu masih berada di sana lengkap dengan sang penjual dan seorang laki-laki setengah baya yang sepertinya tengah menunggu pesannya.
"Mas, nasi gorengnyan satu. Makan di sini." pesan Hyunsuk seraya duduk di salah satu bangku yang ada, oh, ia tidak berniat memakannya di kosan.
Terlalu malas.
***
Pukul sebelas kurang beberapa menit Hyunsuk menyelesaikan makan malamnya yang sangat terlambat itu.
Memilih untuk langsung pulang karena ini sudah sangat larut. Ia menyusuri jalan dengan santai, lengkap dengan tangan dan mata yang terfokus pada ponsel.
Sampai tidak ia sadari bahwa di depannya ada parit yang menghadang. Harusnya, jika Hyunsuk tidak fokus pada ponsel, ia bisa melewati parit itu dengan aman.
Tapi, apalah daya ketika ia malah berakhir terjerembab ke dalam parit itu dengan lutut membentur sisiannya.
"Anjing!" umpatnya begitu sadar ia masuk ke dalam parit bau yang dalam dengan air yang cukup tinggi untuk bisa menyentuh celana pendek yang ia kenakan.
Bagus, bagus sekali, lagi.
Hyunsuk rasanya ingin menangis kencang, menjerit dan memaki parit sialan yang seenaknya saja berada di sana.
Sialan.
Layaknya malaikat yang dikirim Tuhan untuk menyelamatkan hidupnya, Jihoon menelepon disaat yang paling tepat.
"Gue kecebur got!" serobot Hyunsuk begitu sambungan terhubung.
"H-hah?" rasanya Hyunsuk ingin mencekik Jihoon karena lelet, tanpa tahu bahwa Jihoon sebenarnya baru bangun tidur.
"Di mana?" lanjut Jihoon sebelum Hyunsuk mengatakan kalimatnya.
Hyunsuk menelisik sekeliling, mengatakan pada Jihoon di mana persisnya ia berada dan menyetujui Jihoon untuk menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Stupid Soulmate [✓]
Fanfiction"Soulmate lo ngapain lagi?" ↺BxB || Homo || Gay || Yaoi ↺Ft. Choi Yeonjun and Kim Sunwoo