Tidak terasa, hari sudah mendekati akhir bulan. Dan itu tentu saja bencana besar bagi seluruh penghuni kosan dengan enam kamar itu.
Seperti biasa, masalah keuangan selalu menjadi masalah paling berat untuk dihadapi.
"Mana sketchbook gue mau abis." keluh Hyunsuk untuk yang ketujuh kalinya dalam dua puluh menit terakhir.
"Sketchbook masih bisa ditunda, ini perut yang gak bisa nunggu lagi." balas Yohan sama lemasnya.
Keduanya kemudian menghela nafas panjang, keras dan dramatis seolah mereka akan meninggal detik itu juga jika tidak segera mengonsumsi makanan.
Dan semua itu tak luput dari perhatian Jihoon, si Maret mengamati dengan jelas apa yang selalu Hyunsuk lakukan—yang mana hanya mengeluhkan tentang betapa besarnya biaya hidup.
Baru-baru ini Hyunsuk mengeluh tentang lonjakan minyak goreng dan bensin, benar-benar parah.
"Lama-lama gue jalan kaki dah berangkat ke kampus." keluhnya di suatu siang.
"Mark, lo gak bawa motor lagi?"
"Kaga. Mahal bensin, naik angkot lebih murah." begitupun dengan Yohan dan Haknyeon yang tak pernah lagi membawa kendaraan sendiri, mereka lebih memilih menaiki kendaraan umum.
Itu tidaklah baik tentu saja, Hyunsuk jadi tidak memiliki tumpangan. Jadi terpaksa ia harus membawa motornya sendiri dan menghabiskan uang lebih cepat gara-gara bensin.
Sebenarnya, Hyunsuk bisa saja menumpang pada Yeonjun si kaya raya. Tapi tidak, ia sudah bertekad sejak memulai ini, bahwa tidak akan menyusahkan siapapun lagi meski sebenarnya ia selalu menyusahkan banyak orang.
Terserah, yang jelas, siang ini Hyunsuk tidak akan membawa motornya. Ia akan naik angkot seperti yang lain.
Tapi masalahnya, ia tidak tahu bagaimana caranya naik angkot. Sebelum ini Hyunsuk tidak pernah menaiki kendaraan itu.
Berbekal rasa nekat dan jengkel terhadap kenaikan harga bensin, Hyunsuk menaiki kendaraan itu dengan santai dan berdoa semoga ia sampai dengan selamat.
"Jihoon, tolong daoin aku biar nggak nyasar." cicitnya begitu duduk di bangku paling pojok di dalam angkot.
***
Tapi ternyata semuanya tidak pernah mudah bagi Hyunsuk, ia kembali mengalami kesulitan begitu kendaraan yang ia tumpangin tak kunjung berhenti di halte manapun yang ia tuju.
Benda panjang ini malah berhenti kapanpun dan di manapun ketika penumpangnya berujar, 'kiri.'
Hyunsuk jadi bingung, haruskah ia melakukan hal serupa atau bagaimana. Ia tidak mengerti. Sampai tiba-tiba angkot itu berhenti dan sang sopir menoleh padanya.
"Masnya mau ke mana, ya?"
Hyunsuk terdiam sejenak sebelum menjawab tempat yang ia tuju dan menelisik sekeliling. Tempat ini asing, sangat asing.
"Walah, udah kelewat, mas. Jauh."
"HAH? KOK BISA?" panik Hyunsuk, menatap tidak percaya pada sopir angkot itu.
"Ya, masnya nggak bilang mau kemana atau bilang pas tempatnya kelewat tadi, saya gak tau."
"Tapi tuh tadi angkotnya nggak berhenti di halte, saya jadi bingung mau turun di mana."
"Ya nggak, angkot, 'kan beda sama bis, mas. Masnya baru pertama kali naik angkot kah?"
Hyunsuk mengangguk, sedikit keringat muncul di pelipisannya karena ia panik dan kepanasan. "Terus sekarang gimana? Kita balik lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Stupid Soulmate [✓]
Fanfiction"Soulmate lo ngapain lagi?" ↺BxB || Homo || Gay || Yaoi ↺Ft. Choi Yeonjun and Kim Sunwoo