Akan di repost smpai tamat yahuuuuu
Maaf banyak typo
Warning : baca cerita ini, di jamin bikin negeeeeh😉
*****
1
Bekerja pada Nona Sherina----adalah pilihan terakhir yang terpaksa Sari terima dan lakukan. Demi Tuhan, andai bisa memilih---Sari lebih baik bekerja menghitung helai demi helai rambut dari pada harus bekerja menjadi baby sitter anak Nyonya Sherina---yang nakal, tengil dan badungnya bukan main.
Dan seperti saat ini, jam sudah menunjukkan pukul 12 tepat, Sari---yang baru bekerja dua bulan pada Nyonya Sherina----datang menjemput bocah monster, yaitu Raden Sebastian Wijaya di sekolahnya, dan entah kenakalan apa lagi yang Tuan mudanya itu lakukan hari ini, memikirkannya membuat tubuh Sari bergidik ngeri.Dan ck. Sari berdecak kesal. Tak ada tuan muda yang menunggunya di tempat biasa yaitu di depan kelasnya, dan Sari saat ini sudah berdiri di depan kelas Raden yang sudah kosong di dalam sana.
Tidak, Sari adalah pekerja yang baik dan sangat disiplin. Jadi, Sari tidak terlambat datang menjemput Raden.
Kelas Raden saja sepertinya yang cepat bubar hari ini, melihat kelas yang ada di samping kanan dan kiri Raden masih di isi oleh siswa dan juga orang tua wali murid yang datang menerima rapot hasil belajar siswa. Atau hasil belajar anak-anaknya.
"Kemana bocah nakal dan para temannya yang lain?"Bisik Sari cemas.
"Raden ajak teman-temannya lagi, mandi di kolam ikan?"bisik Sari semakin cemas dan takut....
Ya, cemas... karena 1 bulan yang lalu, Raden saking nakalnya memboyong teman satu kelasnya untuk mandi pada kolam ikan yang ada di belakang sekolah, dan karena hal itu, Nyonya Sherin yang baik harus mengganti rugi semua kerusakan dan kerugian pada sekolah dan juga pada teman-teman Raden yang seragamnya kotor, ponselnya kemasukan air, tasnya hilang, sepatu hilang sebelah dalam kolam, dan ikan mahal yang ada dala kolam mati, semuanya di ganti rugi oleh Nyonya Sherin-----dan memikirkan itu...
"Tidak. Kasian Nyonya Sherin...."Bisik Sari histeris.
"ck. Aku nggak senakal itu, kali...."
Tubuh Sari menegang kaku, mendengar suara bocah yang terdengar sangat tengil dan juga kesal, dan Sari memutar tubuh keasal suara, dan jantung Sari hampir keluar dari ronggannya melihat Raden--- yang wajahnya penuh tinta spidol. Raden juga yang dari tadi, sembunyi di belakang Sari tanpa Sari sadari, Raden juga niat mengagetkan Mbak Sari, tapi Raden keburu kesal, karena Mbak Sari suudzon pada dirinya. Ck.
"hehehehe, kita mampir pasar, Mbak. Beli seragam baru.... Kuy pulang...."Ucap Raden dengan cengiran khasnya, dan tanpa menunggu sahutan atau jawaban dari Sari yang shock melihat wajah Raden yang benar-benar penuh tinta, tak hanya wajah tapi baju bahkan celananya juga penuh oleh tinta spidol. Raden sudah meninggalkan Sari---bahkan Raden detik ini, dengan gaya santuy sudah duduk di atas motor matic Mbak Sari yang untungnya kuncinya sudah di cabut, andai tidak di cabut, mungkin Raden yang super nakal akan coba menyalakan mesin motor, dan melajukannya, yang akan membuat Raden sendiri bahkan terluka.
Dan detik ini, untuk memastikan kenapa Raden hampir seluruh tubuhnya penuh tinta, membuat Sari berakhir ada dalam ruangan guru di sekolah Raden. Tapi, Pak Hasan... wali kelas Raden atau wali kelas 1, malah mengajak Sari ke ruang Tu, dan kedua mata Sari hampir keluar dari rongannya melihat meja yang ada di samping ruang Tu sudah penuh oleh cairan tinta spidol yang sudah kering, dan juga... lantai yang sedang Sari pijak, sudah di kotori oleh tinta spidol juga. Baik yang kering dan juga masih basah, dan tunggu dulu... di meja yang satunya, bersih.... Ada sekitar lima lembar uang 5000 ribu yang sudah kusut di sana, jangan bilang....
"Uang ganti rudi dari, Raden. Capek saya, Mbak. Tolong Mbak Sari bujuk majikan Mbak, biar anaknya Raden di bawah ke psikolog atau apalah. Nakal banget jadi manusia. Saya dan sekolah, rasanya nggak sanggup untuk terus menerima Raden jadi siswa di sekolah ini, kalau tingkat kenalakannnya tidak berkurang. Heran saya, kok bisa, ada anak senakal dan seliar Raden...."
Ck. Sakit hati Sari, Tuan Muda nya, di bilang anak liar sama guru wali kelasnya.
******
Aduh---sumpah, perasaan Sari nggak enak banget melihat wajah Tuan muda Raden yang senyam-senyum dari tadi.
Tuan kecilnya bagai orang gila, dan makannya sungguh belepotan.... Bahkan noda tinta masuk ke dalam mulutnya, dan Raden tak peduli. Dia tetap makan, dan tak mau di suap oleh Sari sedikitpun.
Sari yang terpaksa mau tidak mau, 7 menit yang lalu, menurut pada Raden yang ingin makan bebek bakar. Berakhir Sari dan Raden ada di tempat ini.
"Mbak, kalau mbak, ketemu orang yang sombong, menurut mbak itu harus di apain biar kapok?"
"Balas sombongin, tapi mbak kan miskin..."
"Oh, berarti benar dong apa yang sudah Raden lakukan tadi..."
Sial
Sari merutuk mulutnya yang aisss, sudah mengajarkan ajaran buruk sama Raden.
"Eh, salah. Jangan di balas, biar Tuhan yang balas..."
"Hahaha, sorry, Mbak. Aku nggak terimah jawaban kedua, jawaban pertama aku pakai dan terima..."Ucap Raden dengan wajah tengilnya, dan Sari menelan ludahnya susah payah melihat Raden yang menyibak poninya dengan tangannya yang penuh sambal.
"Nanti, biar mbak yang nyibak rambut Raden....."
"No, aku anak kuat. Nggak akan merasa pedis..."Uca Raden cuek, dan kembali memakan bebek bakar plus nasi merahnya dengan lahap.
Sari? Medengar ucapan Raden, mengigit bibir bawahnya kuat. Dan pikiran Sari tertuju pada pertanyaan Raden tadi. Tentang orang yang seombong. Siapa yang Raden maksud? Dan apa yang sudah Raden lakukan dalam waktu 5 menit Sari tinggal untuk menemui Pak Hasan tadi."Ada orang kaya sombong tadi, mungkin lebih kaya Raden. Tapi beuh semobong amat, andai dia nggak pake makser, tuh laki-laki jerapah dan raksasa sudah Raden...."
"Sudah Rade apakan?"Tanya Sari dengan suara tertahannya...
Dan tubuh Sari terkulai lemas, di saat Raden memberikan gelengan tegasnya."Nggak mau kasi tahu, Mbak. Wlek..."Ucap Raden dengan tawanya yang sudah pecah......dan Raden yang sebelumnya jadi pusat perhatian karena penampilan cemol dan kotornya, detik ini semakin menjadi pusat perhatian orang ... karena sumpah, tawa Raden yang pecah terdengar sangat menyeramkan...
Sedangkan di sekolah Raden....
Kepala Sekolah dan juga Pak Hasan wali kelas Raden berdiri gugup di depan seorang laki-laki tinggi tegap, kedua matanya sangat tajam dan dingin. Membuat kepala Sekolah dan Wali kelas Raden semakin gugup dan takut... karena laki-laki tinggi tegap yang ada di depannya, pemilik baru sekolah ini, terlihat sangat marah---karena mobil mewah dan mahalnya, ada muntahan... muntahan seseorang di atas kap mesin mobilnya, dan jelas baik kepala sekolah dan juga wali kelas Raden--tahu siapa pemilik muntahan itu, melihat ada kalung dengan dengan bandul putri duyung, yang hanya di miiliki dan di pakai oleh satu orang yaitu Raden, ya muntahan yang berisi telur, bubur kacang ijo yang ada banyak di atas mobil adalah ulah Raden...."Anu, Pak.... Murid nakal yang sudah mengotori mobil Pak Xander dengan muntahan, besok akan langsung saya proses dan keluarkan dari sekolah...."Ucapan taku-takut kepala Sekolah, terhenti telak melihat.... Melihat Pak Xander pemilik baru sekolah yang sudah ia pimpin selama 5 tahun ini, membuka maskernya, terpampang lah wajahnya yang sangat tampan dan rupawan, dan yang utama.... Pak kepala Sekolah sangat kaget melihat wajah Pak Xander yang bagai pinang di belah dua dengan wajah Raden.
Bagaimana bisa, wajah bocah nakal bin tengil itu, wajahnya bagai pinang di belah dua dengan Pak Xander? Teriak batin Pak Sekolah sangat shock di dalam sana.
Karena sumpah, tidak pernah Pak kepala Sekolah selama ini, atau selama hidupnya melihat wajah antara anak yang plek ketiplek miripnya dengan orang tuanya, apalagi antara Raden dan juga Pak Xander yang pastinya adalah orang asing.
Kok bisa?
Tbc
Di lanjut cerita ini? Ada yg kepo?
Semoga onty2 onlen, nggak ada yg pro kontra dengan kenakalan dan kejailan Raden yg luar bias masya Allah....
17-04-2022:10:48
KAMU SEDANG MEMBACA
EX HUSBAND
RomanceXander mengikuti langkah lebar istrinya dengan wajah yang sangat datar dan dingin, Xander mengernyitkan keningnya bingung, sial. Untuk apa istrinya membawa ia ke tempat sampah, yang baunya sangat busuk. "Kamu nggak nanya, Mas, kenapa aku bawa kamu...