01

33 8 7
                                    

Pagi yang indah bagi Jehan untuk melancarkan aksinya kembali membujuk Alma yang sudah dua hari mendiamkannya semenjak gadis itu mengetahui kabar tentang dirinya.
 
Sebenarnya, dari awal Jehan sudah mengingatkan ayah dan bunda Alma untuk tak terlalu lama menyimpan rahasia ini dari Alma yang sudah berhak tahu masa lalunya sebenarnya, sebelum kejadian seperti ini terjadi.
 
Tetapi orang tua Alma masih menunda hal tersebut hingga waktu yang tepat. Mereka tidak jahat, Jehan tahu itu.

Justru mereka tidak ingin anak semata wayangnya itu menjadi terluka tentang hal yang sebenarnya itu.
 
Jehan sudah berdiri di depan pintu kamar Alma dengan tangan yang sudah memegang bunga mawar putih sebagai permintaan maafnya dan sekantong yoghurt strawberry favorit gadis itu, setelah sebelumnya meminta izin kepada bunda Alma terlebih dahulu.
 
Perlahan Jehan mengetuk pintu putih di depannya dengan harap sang pemilik pintu sudah bersedia membukakan pintu untuknya yang sudah tidak tahan lagi karena terlalu lama berdiam-diaman dengan gadis tersebut.
 
Tetapi sepertinya Alma masih butuh waktu untuk menerima semuanya perlahan, Jehan tahu pasti itu tidaklah mudah, mungkin hariini ia harus pulang seperti dua hari kemarin.
 
"Al, gue gantungin yoghurt di tempat biasa, buburnya jangan lupa di makan dulu, kata bunda lo belum sarapan, gue balik ya."

Baru saja ia hendak melangkah turun kebawah, tiba-tiba pintu tersebut terbuka secara perlahan dan menampilkan sebagian wajah Alma yang masih terlihat kusut.
 
"Kok bengong? Mau masuk gak?"

Dengan cepat Jehan tersadar dari lamunannya dan melangkah kembali ke arah pintu dengan senyum yang merekah.
 
Setelah mereka berada di dalam dengan pintu yang sengaja dibiarkan terbuka, Jehan masih saja fokus memperhatikan wajah Alma yang sudah dua hari tidak ia lihat itu.
 
"Kenapa, mau? Eh ini bubur yang deket SMA 3 bukan sih?"

"Iya, kan lo mau makan bubur kalau dari sana doang."

Alma melanjutkan aktivitasnya menghabiskan semangkuk bubur ayam dari tempat langganannya tersebut tanpa memperdulikan tatapan Jehan yang sedari tadi masih saja bengong.

"Kenapa sih? Muka lo kayak tampang-tampang banyak hutang tau gak, lo gak makan? Kok cuma beli satu?"

"Udah gue, lo aja yang makan, gue masih mengamati muka lo aja takut-takut gak dilihat dua hari udah ada yang berubah."

"Ngaco banget buset, dua hari doang bukan dua windu."

Hening sejenak sebelum akhirnya Alma membuka suara nya kembali.

"Gue minta maaf ya, soalnya lo jadi ikut-ikut gue diemin dua hari kemarin, malam tadi bunda sama ayah udah jelasin semuanya dan gue sadar gue salah ngediemin kalian disaat gue harusnya berterima kasih sama kalian."

Perlahan senyum di wajah Jehan kembali merekah, ini yang membuatnya tak bisa terlalu lama berjauhan dengan Alma yang notabene nya sejak TK sudah menempel dengannya.

"Lo gak salah dan gak ada yang perlu dimaafin, wajar kok lo butuh waktu asal lo gak kehilangan rasa percaya lo ke orang tua lo."

Alma yang masih menunduk sambil mengaduk mangkuk bubur yang sudah habis itu membuat Jehan gemas sendiri.
 
Dengan cepat lelaki itu berdiri sambil mengacak puncak kepala Alma singkat dan berjalan keluar.

"Cepetan siap-siap mau street feeding gak? Lama gue tinggal."

ʕ•ﻌ•ʔ

Dan disinilah mereka sekarang, jalanan di dekat alun-alun menjadi pilihan mereka saat ini, sebelum itu mereka sudah membeli satu bungkus makanan kucing yang berukuran sedang.

Jehan senang mengetahui bahwa Alma sudah mulai menerima masa lalunya secepat ini bahkan bisa dibilang sangat cepat, mungkin jika ia memposisikan berada di tempat Alma ia belum tentu bisa sekuat itu.
 
Siapa yang menyangka jika Alma benar-benar bisa menerima semuanya, justru ada 1001 pertanyaan lebih yang berusaha ia kubur dalam dalam tanpa ingin seorang pun tahu.

"Al balik dulu yuk, panas!"

Alma yang dari tadi sibuk dengan kucing-kucing liar tersebut tanpa memperdulikan matahari yang semakin tinggi itu pun akhirnya menyudahi kegiatannya dan berlari kecil ke-arah Jehan.

"Mau langsung balik apa gimana?" tanya Jehan sembari mengikat sisa makanan kucing yang masih ada.

Alma terlihat berpikir sejenak sambil melihat ke langit, ciri khas gadis itu jika sedang berpikir.
 
"Makan dulu yuk, laper daritadi liatin kucing mulu yang makan."

Jehan terkekeh pelan dan kemudian memasukkan makanan kucing tadi ke dalam totebag yang dibawa Alma.
 
"Yaudah, nasi goreng apa pecel ayam?"

Ini yang membuat Alma suka tiap kali jalan bersama Jehan, disaat kebanyakan lelaki diluar sana pasti akan menanyakan apa yang ingin dimakan sang perempuan, Jehan justru langsung memberikan pilihan dimana kedua makanan itu sama-sama makanan favorit Alma.
 
"PECEL AYAM!!"

Seperti itulah mereka menghabiskan hari itu, sederhana namun cukup menambah kenangan yang mereka ciptakan setiap harinya.
 
'Semoga hari-hari baik akan segera datang setelah ini.' Apakah masih ada harapan untuk gadis itu kembali seperti dirinya yang dulu? Entahlah terkadang takdir memang selucu itu.

🐢🐢🐢

UnbelievableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang