☆Happy reading!☆_____________________________
"Git, gue kayaknya mau move on aja deh dari Mahen." Gadis dengan rambut panjang sebahu itu merotasikan bola matanya mendengar rangkaian kata yang entah sudah berapa kali ia dengar dari mulut sahabatnya itu. Basi.
"Lo udah dari hampir setahun yang lalu bilang gitu dan sampai sekarang Lo masih gamon." Kali ini pun Inggita berani taruhan jika kalimat itu hanya menjadi yel-yel kegalauan seorang Binar Leia Atmaja tanpa ada pembuktian.
Gadis yang terbaring di sampingnya itu bangkit untuk duduk dan menggeleng. "Nggak, Git. Kali ini gue serius bakal berusaha buat lupain Mahen," ujarnya dengan kilatan mata bersungguh-sungguh. Kalimat itu seperti janji caleg-caleg pada pesta rakyat, hanya keras visi-misi tanpa ada perwujudan bukti.
Inggita masih mencoba menikmati acara rebahannya di atas ranjang ruang UKS, pembicaraan mereka tidak sepenting itu untuk ia berikan banyak atensi.
"Persis kayak kata-kata Lo minggu lalu," timpal Inggita sembari memejamkan kelopak matanya. Binar menggerucutkan bibirnya saat dirasa ia tidak dapat lagi berkata-kata.
Inggita terkadang heran dengan Binar. Gadis itu memiliki predikat murid pintar yang meraih beberapa prestasi mengesankan dibidang akademiknya, tetapi setelah ia dibuat jatuh cinta dengan Mahen yang notabene-nya adalah teman sekelas mereka, Binar mulai memperlihatkan tanda-tanda kebodohannya mengenai segala sesuatu yang berkaitan tentang Mahen. Semakin kuat kepercayaan Inggita bahwa benar adanya jika sepintar apapun orang, pada akhirnya akan bodoh juga jika sudah diterpa cinta.
Jika Binar mudah sekali dalam mengerjakan essay panjang, maka sulit bagi gadis itu hanya untuk sekedar mencari topik pembicaraan dengan Mahen. Jika pada normalnya Binar akan dengan mudah memaparkan presentasinya di depan kelas, gadis itu justru akan mengalami kegugupan parah jika disuruh berinteraksi langsung dengan Mahen. Binar dapat dengan mudah menghafal sesuatu, tapi dia kesulitan mengingat tekadnya untuk move on. Gadis itu bisa mendapatkan nilai bagus untuk prakteknya, tapi ia melakukan banyak kesalahan jika harus terjun langsung menjalankan rencananya untuk mendekati Mahen. Binar mampu memenangkan beberapa perlombaan, tapi dia tidak pernah bisa memenangkan hati seorang Mahen yang menyebabkan dirinya mengalami cinta sebelah pihak dengan teman sekelasnya itu.
Lebih mengherankan lagi karena interaksi mereka hanya sebatas pada eye contact meskipun mereka bertemu setiap harinya dalam satu ruang yang sama, namun Binar mengaku menghilangkan perasaan pada Mahen itu sama seperti menguasai matematika. Selalu membuatnya lemah dan butuh usaha ekstra serta waktu setahun lebih tanpa adanya kemajuan. Padahal dalam kurun waktu itu Inggita sudah bisa berganti pacar sebanyak dua kali.
Binar benar-benar payah soal perasaan. Riwayat percintaannya benar-benar kosong. Dia hanya tahu bagaimana cara menguasai pelajaran bukan menaklukan hati orang.
Hal ini yang memicu ia mengalami kegalauan begitu berat. Banyak di sebagian malamnya yang mulai terjajah untuk memikirkan Mahen, mencemaskan perasaannya itu yang jika nanti akan berakhir ia kubur dalam-dalam.
Mahen mungkin bukan orang pertama yang membuat Binar tertarik, tetapi dia yang pertama yang membuat Binar jatuh sedalam ini. Awalnya gadis itu berniat menyukai Mahen dalam diam saja yang dikiranya tidak akan bertahan selama ini. Namun, lambat laun perasaan yang ia pendam semakin membuncah dan kecemburuan mulai menguasai hatinya tatkala ia tahu ada Mahen dekat dengan gadis lainnya. Jadi, diam-diam ia selalu memikirkan strategi untuk pendekatan yang nyatanya belum mampu ia realisasikan yang kerap kali membuat Binar ingin menyerah saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Epoch
Teen FictionShe fell first but he fell too late * * * Kisah yang berputar berporoskan waktu. Tidak pernah lepas dari masa lalu dan selalu mengukir cerita baru. Antara terbelenggu oleh orang lama di masa lalu ataukah harus menyambut orang baru untuk sembuh, Bina...