[11] Jabat Selamat

15 2 0
                                    

☆Happy Reading!☆


Rasa gelisah dan cemas dua hari mendominasi pikiran Binar. Dua hari pasca dia menggunakan segala keberaniannya untuk maju ke ajang olimpiade itu, rupanya masih ada bagian tersulit lainnya yang membuat hidupnya berantakan dua hari ini. Ia kira setelah dia sudah menyelesaikan semua itu ia akan lega dan hidup dengan normal. Namun, ternyata dua hari ini dia harus dibuat memikirkan suatu hal berlebihan. Untuk tidur dan makannya juga ikut terganggu.

Binar kesal dibuat penasaran. Dia menjadi tidak sabaran. Awalnya, Binar mengira jika pengumuman tentang pemenang lomba akan dilaksanakan tepat seusai acara, bukan membutuhkan waktu lama sampai berhari-hari seperti ini dan masih belum jelas kapan waktu pengumumannya. Pihak sekolah juga tidak memberikan informasi yang jelas soal ini agar dia bisa menyudahi rasa gelisahnya.

Olimpiade kemarin memang berjalan lancar. Setidaknya Binar yakin lebih dari 50% soal dia jawab dengan berlandaskan materi, itu berarti juga ada soal yang dia jawab sekenanya. Binar tidak yakin dia menjadi pemenangnya dan tidak mau menaruh harapan besar. Dia sudah pasrah saja dan mempersiapkan diri kalau di posisi kalah. Tapi, bukan berarti Binar tidak penasaran bagaimana hasil pencapaiannya.

Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan belajar. Satu-satunya media kesukaannya sebagai pelarian saat pikirannya tengah kacau. Dia tidak boleh terlalu terpaku pada satu hal saja. Fokusnya juga masih dibutuhkan untuk banyak hal lain. Mengingat sebentar lagi waktu penilaian akhir semester dilaksanakan. Jikalau seandainya Binar tidak beruntung dalam olimpiade kemarin, bukan berarti Binar harus gagal juga untuk nilai rapornya. Karena, Binar sudah terbiasa menjadi yang terbaik dan dia tidak mau memiliki pengalaman gagal.

"Dek, itu lho hp-nya dari tadi bunyi terus gitu, kok." Gema suara Mona terdengar dari dapur rumah mereka.

Meski letak ponsel milik Binar ada di dekatnya, Mona tahu ruang sendiri bagi putrinya. Dia tidak akan membuat campur tangan mengutak-atik benda pribadi Binar. Mona masih sibuk melanjutkan kegiatannya mengikat kangkung dan sawi hasil panennya dari kebun agar bisa dijual dengan dititipkan ke warung tetangga besok pagi. Tadi juga dibantu Binar, tapi gadis itu ada keperluan mendadak.

"Iya, Bu," sahut Binar yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Gadis itu berjalan menuju dapur. Berisik ponselnya masih berlangsung tatkala Binar memungut benda di atas meja itu.

"Siapa, sih? Notifikasinya berisik banget dari tadi," gerutu Binar sambil mengernyit heran.

Binar itu sudah biasa silent mode. Toh, itu dia lakukan agar saat dia belajar tidak terganggu. Walaupun dia sering kali kena marah saat susah dihubungi. Dia baru suka rela mengubahnya sejak dekat dengan Mahen agar tahu jika ada pesan masuk dari pemuda dan untuk menikmati nada dering telepon yang berasal dari Mahen. Meskipun begitu, biasanya notifikasi yang masuk tidak sebanyak ini. Bahkan dering ponselnya sampai berkali-kali. Dan Mahen bukan tipe yang akan mengirim banyak spam chat ataupun menelepon tanpa izin.

Kedua bola mata gadis itu melebar kala membaca sekilas apa saja yang tertera di layar ponselnya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
EpochTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang