Ini akan menjadi paragraf yang amat sangat panjang, jadi kalian bacanya harus pelan-pelan dan menikmatinya.
☆Happy Reading!☆
Sepasang kaki berlari tergesa berkejaran dengan masa. Sepatu putih yang melekat di kakinya harus ia relakan bernoda karena kecipratan genangan air sisa hujan semalam. Waktu sudah menunjukkan pukul 07.09 WIB, tanda ia telat 9 menit dari aturan masuk sekolah. Hal ini terjadi karena tiba-tiba dengan kurang ajarnya Bianr harus mendapati perutnya mules sehingga ia harus bertahan lebih lama di rumah. Ditambah dengan keterlambatan Busway yang semakin mengulur waktunya.
Sebenarnya ini bukan kali pertama ia telat, tapi Binar bukan langganannya telat. Kendati begitu, ia tetap saja panik jika saat seperti ini karena hari ini pada jam pertama akan diadakan ujian lisan mata pelajaran English, yang dimana Binar merasa ia harus mendapatkan nilai bagus pada satu bidang mata pelajaran yang menjadi kesukaannya tersebut.
Gadis itu berlari terlalu jauh dari halte sampai dengan sekolahannya yang cukup membuat nafasnya ngos-ngosan dan perutnya seakan dililit nyeri. Bulir keringat juga mulai turun membasahi pelipisnya.
Melihat keberadaan Pak Subarjo yang tengah menangkap para siswa yang hampir semuanya ada cowok dengan status terlambat lainnya, Binar berencana berbalik arah dan memilih lewat jalan rahasia memanjat tembok samping. Dari pada harus berakhir dengan hukuman membersihkan halaman sekolah.
"Hei! Kemari kamu! Jangan coba-coba kabur, ya."
Sial, meskipun sudah mengendap-endap untuk lolos Binar tetap saja ketahuan oleh guru laki-laki yang tengah memberikan hukuman murid lainnya yang terlambat juga. Karena teriakannya pula siswa lain yang berada di sana menoleh ke arahnya. Sebenarnya biasa saja, tapi karena adanya Mahen dalam barisan siswa tersebut membuat Binar sedikit malu karena terlambat.
Dengan menggerutu kesal Binar berjalan mendekati guru tersebut sembari dalam otaknya membuat alasan masuk akal agar diberikan kemudahan untuk masuk dan bebas hukuman.
Nafasnya masih tersenggal karena kebanyakan berlari dan perutnya yang sakit semakin sakit seperti terlilit. Jika ada yang lebih menyebalkan daripada hari senin, mungkin saja itu adalah hari ini.
"Kamu ini anak olimpiade seharusnya memberikan teladan bagi yang lainnya, bukannya ikut telat seperti ini. Kenapa telat?" Cercanya seraya berkacak pinjang tidak lupa dengan kayu kecil panjang yang menjadi andalannya.
Jika sudah begini mood Binar bertambah buruk dengan adanya guru itu menyinggung soal olimpiade atau prestasi akademis lainnya. Ayolah, Binar tidak sebagus itu untuk dijadikan panutan. Dia hanya kebetulan menguasai beberapa mata pelajaran yang mana artinya dia tidak se-luar biasa itu. Dan juga ia memiliki prinsip untuk menikmati masa SMA-nya yang tidak akan lengkap jika tanpa adanya keterlambatan dan membolos.
"Perut saya sakit, Pak. Dan saya tidak dalam angkutan," jawabnya jujur. Ia agak risih ketika yang telat bukan hanya dirinya saja, tetapi mengapa seakan dirinya lah satu-satunya yang membawa dampak besar. Mungkin itu hanya perasaannya saja, akan tetapi ayolah dia hanya butuh segera masuk sekarang ini.
"Alasan saja. Rumah kamu juga tidak terlalu jauh dari sekolah."
Huh, Binar menjawab jujur pun salah. Memangnya dia bisa mengendalikan kapan sakit perutnya akan tiba? Terserah saja mau bagaimana Binar malas menanggapi.
Jika boleh terlalu percaya diri, untuk saat ini Binar merasa Mahen tengah menatap ke arah dirinya. Binar yang sempat melakukan kontak mata saat tengah melirik ke arah cowok itu seketika memilih opsi menundukkan wajahnya. Kenapa juga sih Mahen harus ada di sini? Oh, ya, tentu saja karena dia adalah siswa dengan langganan telat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Epoch
Teen FictionShe fell first but he fell too late * * * Kisah yang berputar berporoskan waktu. Tidak pernah lepas dari masa lalu dan selalu mengukir cerita baru. Antara terbelenggu oleh orang lama di masa lalu ataukah harus menyambut orang baru untuk sembuh, Bina...