[4] Resah Jadi Luka

44 28 37
                                    

Hai, gaess! Maaf ya aku baru muncul lagi setelah sekian lama. Soalnya sibuk sama ujian hehe.

Sebagai gantinya aku kasih lebih panjang nih. Pelan-pelan aja ya bacanya.

Happy Reading!☆

Sinaran matahari sudah mulai memoleskan gradasi jingga di bentang luas angkasa. Tidak semenyengat tadi teriknya. Semilir anila menerpa halus wajah manusia. Jalanan yang ramai dengan arakan ratusan manusia berbusana ramai dan mencolok mata.

"Maaf ya, Bin. Lo harus pulang telat gara-gara ini." Dion harus berujar cukup keras khawatir jika Binar yang berada di boncengannya tidak mendengarnya. Pemuda itu mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi demi mengejar waktu yang semakin petang.

"Bukan salah lo, Dion. Harusnya gue yang minta maaf, 'kan gue yang minta ditemenin nyari buku dan ngerepotin lo. Gue juga udah ngasih kabar ke Ibu kalau pulang telat soalnya macet ada karnaval. Jadi, beliau gak akan cemas nunggu gue." Binar tersenyum tipis meyakinkan cowok itu.

Seharusnya se-jam yang lalu mereka sudah sampai di rumah. Akan tetapi, di luar dugaan mereka berakhir terjebak macet bersama pasukan karnaval saat di perjalanan pulang yang mana tidak bisa Dion tembus. Mereka baru bisa keluar lewat jalanan gang kompleks.

"Lagian gue juga seneng banget bisa nonton karnaval," sambung Binar yang masih merasakan euforianya berada di kumpulan banyak orang berpakaian unik.

"Ya tetap aja, gue gak enak sama Ibu lo karena udah bawa anak gadis kesayangannya keluar sampai mau maghrib gak pulang," balas Dion resah.

"Tenang aja, Ibu gue percaya kok kalau gue aman sama lo." Binar menimpali dengan setengah bercanda.

Orang tuanya memang memberikan Binar beberapa kebebasan dalam hidupnya selagi jelas komunikasi mereka. Mereka lebih tepatnya percaya jika Binar mampu menjaga kepercayaan yang telah mereka berikan. Selagi jelas izin kemana dan dengan siapa, mereka tidak akan mempermasalahkan jika Binar pergi keluar. Namun, tetaplah ada batasan yang harus dijaga dan pulang pada waktunya.

Beberapa saat Dion tiada menyahuti. Keheningan dipersilahkan mengisi atmosfer keduanya. Baru setelahnya cowok itu berceletuk, "Kalau lo gimana? Percaya juga gak sama gue?"

Mendapati pertanyaan seperti itu secara tiba-tiba membuat Binar ikut diam kebingungan. Gadis itu takut salah mengartikan maksud dari pertanyaan Dion. Dalam diam dia mengutuk Dion yang membuat suasana menjadi canggung.

"Eee... Eh, Yon. Itu bukannya Mahen, ya?" Bukannya berhasil menemukan jawaban, berkat peredaran matanya dia berhasil menemukan objek yang membuat mereka terkejut. Dion mengikuti kemana arahan jari telunjuk Binar menyipitkan matanya memastikan jika benar ada manusia bernama Mahen di antara jalan yang sepi di depan sana.

"Iya, Yon. Itu Mahen. Dia lagi berantem. Ayo cepetan ke sana, kita bantuin dia." Keresahan Binar mulai lepas kendali membuat gadis itu sedikit panik. Dion mengangguk tipis dan menambah kecepatan motornya mendekati segerombolan orang.

Membaca situasi yang terjadi memang benar adanya jika Mahen kemungkinan besar butuh ditolong. Ada empat cowok yang kini menjadi lawannya. Dilihat dari seragam yang kini mereka kenakan, mereka adalah anak dari SMK sebelah. Dua di antaranya bertugas memegangi kedua tangan Mahen yang sementara satunya dengan wajah penuh emosi bersiap memberikan pukulan padanya. Sedangkan satu lagi dari mereka berdiri agak jauh memegangi seorang gadis yang sedari tadi memohon untuk melepaskan Mahen.

EpochTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang