Banyu kesulitan mengendalikan wajahnya. Maunya tetap serius, atau setidaknya sebagai tuan rumah, ia harusnya pasang tampang santun. Tapi pemandangan tak diduga ini membuat Banyu kesulitan menahan tawa. Hidungnya terpaksa kembang kempis berkat tawa di dalam mulut yang diusahakan tetap mengatup. Sandar meronta macam balita tantrum, menolak saat Saka melucuti setelan blazer dan kaos kakinya.
"Kaos kakikuuu!"
Tomi, salah satu tim Sandarsaka yang sejak tadi kesusahan menangkap kaki Sandar, melempar kaos kaki Sandar ke sudut ruang. Sengaja, supaya Sandar berhenti menggapai dan memeluk benda itu, sama seperti sepatu loafersnya tadi. Dias cepat memungutnya dan menyimpannya dengan rapi di sudut ruang, bersama sepatu yang baru sebelah diselamatkan.
"Ngapunten, yo, Mas. Mas Sandar itu kalau kenthip suka bikin rusuh. Dah dibilang nggak boleh minum kok ya mekso," jelas Dias, sambil menggaruk rambutnya yang berwarna pink pucat.
Banyu akhirnya terkekeh dan mengangguk. Ini pertama kali baginya melihat Sandar seperti ini. Sandar yang dulu ia kenal mana pernah berteriak merengek sambil menimang sepatunya begitu. Si spaneng yang moodnya cuma bolak-balik judes dan jaim itu tak pernah mabuk di hadapan Banyu. Apalagi menampakkan gelagat aneh seperti ini.
Sejak Saka melemparnya ke ranjang, Sandar sudah berteriak-teriak gempa-gempa-gempa! Lalu panik mencari meja. Katanya, Tomi dan Dias harus ikut bersembunyi di kolong meja.
"Cepetan! Nanti kepala kalian pecah ketiban genteng!"
Apalagi saat Saka menyeretnya kembali ke ranjang dan mengendurkan pakaiannya. Sandar memekik, "Ampuuun! Ampuuun!" dan sukses membuat Banyu mulas menahan tawa.
"Eh, kata Mas Saka, ini Mas Banyu masnya Rinai, ya?" Dias menegakkan tubuhnya setelah melipat blazer Sandar. Mengelapi tangannya lalu mengajak Banyu berjabat tangan.
"Saya Dias, Mas. Manajernya Sandarsaka."
Banyu tersenyum dan membalas uluran tangan itu. Tersentak saat Dias tiba-tiba menarik tangannya untuk cium tangan.
"Apaan nih anak? Dia kira aku guru ngaji apa gimana?"
"Tapi kalau mau dianggap adik ipar juga nggak papa, Mas. Hehehehe ...."
Banyu melongo bingung. Andai Saka tidak menabok bahu Dias, Banyu akan bengong berkepanjangan melihat lelaki ini terus-terusan cengengesan sambil memegangi tangannya.
"Jangan modus kamu, Dias."
Dias cepat menyingkir saat Saka menyapa Banyu.
"Suka modusin adekmu tuh, Mas. Jangan dikasih restu, rada nggak bener anaknya," jelas Saka lantas menyodorkan tangannya.
Banyu meraih jabatan tangan Saka yang mantap. "Kok kamu tahu aku masnya Rinai?"
"Hla mirip banget eh, Mas. Apa kabar? Kita dulu sempat kenalan pas Rinai telponan sama mas kan, ya?"
"Heheh, iya juga. Sehat, Sak. Gimana acaranya? Capek nggak?"
"Nggak, lah. Hla wong dibayar. Hehehe ... Seru, kok. Sekalian liburan juga nih anak-anak. Makasih ya undangannya, Mas. Sudah dijamu dan dilayani baik sekali."
"Ah, bukan aku yang ngundang. Justru aku yang senang kalian datang kemari."
"Oh, ya...?"
Saka tersenyum mendengar ucapan Banyu. Banyu mengenalinya sebagai pertanda bahwa Saka sudah mengetahui riwayat rumit antara dirinya dan Sandar. Entah dari Rinai, atau dari Sandar sendiri. Banyu membalas senyuman itu dengan anggukan mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Langit [TAMAT]
RomanceSetelah tidak bertemu atau mencari selama 4 tahun, Sandar -seorang musisi dari duo Sandarsaka, mendapat kesempatan untuk menemui Banyubiru, lelaki yang membuatnya memutuskan untuk kembali bermusik. ___ Sekuel dari Dots on Paraline on Wattpad.