13. Menghadapi Luka

86 7 0
                                    

Penerbangan selama satu setengah jam dari Bali ke Jogja tak meredam kekalutan di benak Banyu. Ia bahkan gagal merasakan tubuhnya yang berlari sejak pesawat mendarat hingga menaiki shuttle bus. Perjalanan masih beberapa jam, Banyu tak tahu apa yang sedang ia lakukan.

"Aku ikut," putus Sore saat Banyu kembali ke kantor, mengembalikan mobil dan berkemas. Tak hanya Sore, seisi ruang kerja tampak panik melihat wajah pucat Banyu yang melompong. Manusia yang biasanya hanya punya komedi dari mulutnya itu melantur saat ditanya bagaimana kondisi ayahnya.

"Jangan, Mbak." Banyu melirik Widi dan yang lainnya. "Kasihan yang lain .... Kalau orangnya berkurang lagi hanya karena nyamperin orang koma, pekerjaan bisa nggak beres."

"Kamu gemeteran sampai dingin banget begini!" sentak Sore sambil meremas tangan Banyu yang sedingin es.

"Aku antar ke bandara," ujar Widi tegas, lalu mengambil kunci mobil yang tadi dibawa Banyu.

Di antar tatapan basah Tanya dan staff lainnya, Banyu pamit. Sore mengemasi pakaiannya di rumah. Widi memesan tiket pesawat. Sampai dengan perjalanan ke Bandara, Banyu masih terus menolak Sore untuk menemaninya. Wenandra dan Jenna yang pergi bulan madu sudah cukup mengurangi tenaga di kantor. Jika Banyu pergi, lalu Sore ikut, entah bagaimana nasib kantor selanjutnya.

"Promise me you'll be okay. Aku susul besok. Ya? Banyu! Jawab aku!"

Banyu hanya bisa mengangguk dan terbang ke tanah asalnya. Kini, saat genggaman tangan Sore tak menghadang gemetarnya, Banyu baru menyesal pulang sendirian. Sudah lebih dari sepuluh tahun ia tak menyusuri jalan ini. Banyu ketakutan.

 Banyu ketakutan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Biru Langit [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang