Delapan

6.5K 1.3K 198
                                    

Lisa POV

Aku terus menyunggingkan senyuman ketika Nini dengan manjanya dia malah tak mau lepas dari tubuhku. Dia saat ini sedang duduk di atas pangkuanku sambil menyandarkan tubuhnya. Meskipun tangannya tetap sibuk menyendok sekotak es krim yang sedang dia pegang.

Ada Jisoo juga duduk di sana, sahabatku.

Dialah yang satu mingguan ini telah aku mintakan tolong untuk menjaga Nini selama di apartemen. Awalnya dia mau-mau saja, namun sekarang justru raut wajahnya malah terus mengerut semenjak aku datang.

"Lo nemu ni anak gimana sih ceritanya? Sumpah ya Lis, kepala gue rasanya kaya mau pecah ngurusin dia doang." Keluh Jisoo sambil menghembuskan nafas kesal.

"Tapi dia ngga ada isengin lo, kan?"

"Ya ngga sih, tapi cerewet banget, nanya mulu. Dikira gue bisa jawab semua apa."

Aku terkekeh, sudah tidak tidak heran lagi. Nini mungkin memang tidak memiliki sifat yang usil, tetapi terkadang cerewetnya dia jika sudah bertanya bisa sampai-sampai membuat siapa saja kewalahan untuk menjawabnya.

Dulu, sewaktu di hutan pun aku juga begitu. Tetapi lama-kelamaan aku mulai paham akan sifatnya. Dia hanyalah seseorang yang terlalu ingin tahu akan segala hal. Dia memiliki rasa keingintahuan yang sangat besar, sehingga jika dia masih belum paham pada setiap penjelasan yang kita berikan, maka dia akan tetap bertanya tanpa ragunya.

Aku akui, Jisoo pandai dalam merawat Nini.

Kini, Nini sudah jauh berbeda penampilannya. Tidak seperti ketika sedang di hutan, Nini kali ini terlihat jauh lebih cantik, terutama rambut panjangnya yang sudah tidak kusut lagi. Jisoo pasti menuruti perkataan ku dengan baik untuk memintanya membawa Nini ke perawatan dan membelikan pakaian juga untuknya.

Sembari mengusap lembut rambut Nini, aku kemudian kembali menatap Jisoo lagi.

"Soal gimana gue bisa sampe ketemu sama dia itu ceritanya panjang Soo, pokoknya pertama kalinya kita ketemu itu di pinggir sungai."

"Dia ga punya keluarga?"

"Ngga, bahkan sebelum gue mutusin untuk bener-bener bawa dia ke sini, gue juga nyuruh beberapa tim dulu buat cari tahu, kali aja dia sebenernya bukan Tarzan atau mungkin bagian dari suku yang ada di sana, terus kepisah sama keluarganya, tapi tim ga ada nemuin apa-apa. Mereka seratus persen bisa mastiin kalo Nini itu emang bener-bener sebatang kara tinggal di hutan."

"Kasian juga ya."

"Ya makanya."

Aku terus mengusap lembut kepala Nini, sedangkan dia masih begitu fokus menikmati sekotak es krimnya.

Dia duduk dengan membelakangi tubuhku, karena merasa sangat gemas, aku pun kemudian sengaja mengecup sebelah pipinya dari arah belakang.

Jisoo yang melihat, dia bergidik ngeri. Namun aku tidak perduli.

"Kulkas udah lo isi semua, kan?" Tanyaku lagi padanya.

"Udah, aman pokoknya." Jisoo mengacungkan jempolnya dan mengangguk.

"Yaudah, kalo lo mau ada kerjaan tadi gapapa, lo pergi aja."

"Dih? Lo ngusir gue ya anjing? Ga tau terimakasih banget tai." Jisoo bangkit dari duduknya sambil bergumam.

"Udah gue transfer, astaga. Makanya chat gue tuh dibaca, giliran di telpon doang baru ngebales."

"Masa sih? Bentar deh, perasaan ga ada masuk di—oh iya, thank you ya."

Aku menghela nafas dan memutar bola mataku dengan malas ketika melihat raut wajah Jisoo yang langsung berubah tersenyum-senyum begitu senang.

Jisoo lalu membereskan segala pakaiannya, dia tahu tugasnya di sini udah selesai.

DEKLINASI - JENLISA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang