CHAPTER 13

208 16 0
                                    

Kini Arthur sudah duduk di samping Cia. Ia merapikan rambut Cia yang berantakan sedangkan Cia hanya diam membisu.

Sedangkan ketiga abang lainnya berjejer duduk di sofa yang ada dikamar Cia sambil sibuk bermain dengan ponsel masing - masing.

"Abang Arth minta maaf, ya? Tadi sempet bentak adek."

"Jangan diulangin. Cia nggak suka, ya, abang Arth kayak gitu. Lebih belain cewe itu dan bentak Cia."

"Iya, maaf. Abang nggak belain dia, abang Arth cuma nggak suka omongan kamu tadi jelek, nggak sopan."

"Abang nggak suka kamu ngomong ngawur kayak tadi. Emang abang - abang kamu ini pernah ngajarin kamu ngomng kayak gitu?"

Cia menggeleng, "maaf, Cia nggak akan ngomong yang nggak sopan lagi kayak tadi."

"Iya, dimaafin."

"Besok kapan - kapan abang kenalin sama kak Ennik, biar kamu kenal. Dia orangnya baik nggak seperti yang kamu fikirin tadi." Lanjut Arthur.

"Cia takut..."

"Takut kenapa? Hem?"

"Cia takut abang Arth nggak bakal perhatian lagi sama Cia karena abang sibuk sama dia. Cia takut abang Arth lebih sayang ke dia daripada Cia." Cia mulai menangis sambil mengutarakan ketakutannya itu kepada Arthur.

Arthur segera memeluk adik perempuanny itu. "Nggak akan, abang Arth janji, sayang abang Arth ke Cia gak akan berkurang. Cia tetap menjadi nomer 1 prioritas abang."

Hiks... hiks....

"Maafin sikap Cia tadi, abang... hiks..."

"Iya."

Cia memeluk Arthur semakin erat.

"Tau nggak, tadi kak Ennik juga marah sama abang karena abang minta pulang cepet biar bisa minta maaf ke kamu, eh, kamu malah kunci pintu kamar jadi abang nggak bisa apa - apa."

"Kak Ennik marah? Gimana donk?" Cia merenggangkan pelukannya lalu menatap kearah Arthur dengan wajah sembab khawatir.

"Nggak papa, besok biar abang jelasin dan minta maaf ke dia."

"Cia ikut, Cia juga mau minta maaf ke kak Ennik."

"Yaudah, besok ketemu kak Ennik, ya. Semoga dia udah nggak marah. Nanti abang kenalin kamu sama dia, sekalian kamu minta maaf."

Cia mengangguk menurut. Kemudian kembali menengelamkan wajahnya ke dada bidang milik Arthur.

Setelah keadaan membaik, Cia sudah berbaikan dengan arthur juga. Daniel memutuskan untuk mendekat, ia mengusap pucuk kepala Cia.

"Terus kamu marah sama abang Niel kenapa coba?" Tanyanya lembut sambil menyungingkan senyum.

Cia melepas pelukannya pada Arthur lalu menghadap kearah Daniel.

"He..he.. siapa yang marah? Cia nggak marah kok sama abang Niel." Cia memasang senyum sok imut.

"Nggak marah tapi ngusir abang dari kamar?"

"Iya, deh, maafin sikap Cia tadi, ya?."

"Iya, dimaafin. Tapi nggak boleh gitu lagi, marah nggak jelas. Kan, abang Niel jadi bingung."

"Iya nggak lagi kayak gitu." Cia merentangkan tangannya minta dipeluk oleh Daniel, tentu dengan senang hati Daniel memeluk adik perempuan kesayangannya itu.

Permasalahan selesai, Travis dan Jun bangkit dari sofa hendak pergi dari kamar Cia.

"Abang Jun? Abang Avis?"

RODRIGUEZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang