Vischa's POV
Sejak kejadian di stage kemarin, aku dan Niall menjadi semakin dekat. Bahkan, sikap Niall bertambah manis padaku.
"Morning, babe." Aku pun menoleh, mendapati Niall yang baru saja terbangun dari kantuknya.
"Morning, Ni." Apa tadi Niall baru saja memanggilku 'babe'?
"Pukul berapa ini?" Tanya Niall sambil mengucek-ngucek matanya yang masih setengah tertutup.
"Entahlah, yang pasti kau terlambat bangun." Niall hanya memamerkan sederetan giginya sambil tersenyum kikuk.
"Kau tidak mandi?" Tanya Niall yang sudah bangkit dari tempat tidurnya.
"Kau duluan saja." Ucapku pada Niall. "Kau." Tukas Niall. "Kau saja, Niall." Tolakku sambil mendorong Niall memasuki kamar mandi.
"Kalau begitu, bagaimana kalu bersama-sama?" Tanya Niall membuatku membulatkan kedua bola mataku.
"HELL NO, NIALL!" Pekikku membuat Niall menutup mulutku dengan kedua telapak tangannya.
"Maksudku bersama-sama sarapan pagi." Niall pun terkekeh membuat wajahku memerah.
"Awas kau, Horan!" Ancamku sambil melemparinya bantal.
Alhasil, kami pun saling mengejar satu sama lain. Tiba-tiba, kakiku tersandung oleh kaki Niall dan....
Posisiku pun berada diatas tubuh Niall. Aku dapat melihat kedua bola mata biru langit milik Niall. Perlahan-lahan Niall menarik tubuhku untuk mendekat kearahnya.
Sejurus kemudian, sebuah benda lembut menyentuh bibirku. Aku pun terlarut dalam ciuman Niall. Dan untuk pertama kalinya, aku membalas ciumannya.
"Wow, rasa cherry. Aku suka itu." Ucap Niall setelah melepaskan ciuman kami.
"M--maaf." Ucapku sedikit gugup.
"Tidak apa. Aku sangat senang mendapatkan morning kiss rasa cherry." Aku hanya bisa tersenyum malu mendengarnya.
Jika terus menerus seperti ini, bisa-bisa aku benar-benar mencintai Niall.
Tidak. Itu tidak boleh terjadi.
Ia hanyalah rekan kerjaku.
***
"Jadi, kita akan kemana hari ini?" Tanyaku sambil menyeruput hot chocolate milikku.
"Hmm... Bagaimana kalau mengunjungi orang tuamu di Venice?" Usul Niall membuatku merutuki diriku sendiri.
Kenapa aku malah memancingnya? Bodoh. Sangat-sangat bodoh.
"Hey, bagaimana? Pasti, kau merindukan mereka bukan?" Tanya Niall dengan wajah polosnya.
"Umm haha, yeah." Dustaku. Aku tidak ingin kebohonganku--soal kedua orang tuaku--diketahui oleh Niall.
"Baiklah, tunggu apalagi?" Niall pun menarik lenganku keluar dari kamar hotel.
Kurasa, ini bukan ide yang bagus.
**
"Kau masih ingat letak rumah mereka?" Tanya Niall saat sudah berada didalam taxi.
"A--aku...., tidak." Niall pun menepuk keningnya.
"Kenapa kau tak memberitauku sejak tadi?" Tanya Niall. Sepertinya ia merasa kesal padaku.
"Niall, kau marah padaku?" Tanyaku hati-hati. Tetapi, Niall tak mengubrisku.
Sudah kuduga.
"Niall, Maafkan aku..." Rengekku seperti seorang anak yang sedang kehilangan mainan.