14 <<

888 81 2
                                    

Niall's pov

Bibir itu.

Ya, bibir milik Vischa.

Kurasa, aku menyukai Vischa. Eh, apa aku salah mengatakan hal itu? sebenarnya, sudah sejak lama aku merasakannya. Akan tetapi, aku tidak yakin dengan perasaanku tersebut.

Mungkin, aku hanya kagum kepada gadis itu. Tetapi, lama kelamaan, aku mulai menyukainya.

Ralat, mencintainya.

Aku merasa nyaman tiap kali berada didekatnya, bahkan setiap kali melihat Vischa menatapku, rasanya aku sudah tidak dapat lagi mengatur detak jantung bodohku ini.

Kurasa, aku memang benar-benar mencintai Vischa.

Dan, aku sangat berharap jika hubungan fake ini bisa berubah. Aku benar-benar ingin merasakan hal yang sebenarnya, bukan harus terus berakting seperti ini.

Namun, apa aku terdengar egois? pada awalnya, aku tidak menyetujui berjalannya fake dating ini. Karena, aku masih bersama Barbara.

Akan tetapi, lama kelamaan, aku mulai menerima Vischa dan menyukai bahkan, mencintainya.

"Niall, ada apa?" Tanya Vischa yang mengibas-ngibaskan telapak tangannya dihadapan wajahku.

"Uh-eh, tidak. Tidak ada. Aku hanya sedang merindukan keluargaku, haha." Dustaku. Sebenarnya, aku tidak sepenuhnya berdusta. Karena, aku memang merindukan keluargaku.

Dan, rencananya setelah tour ini selesai, aku akan kembali ke Ireland untuk menemui keluargaku.

"Apa kau mau ikut ke Ireland bersamaku?" Tanyaku, berharap Vischa mau ikut bersamaku.

"Tentu saja. Lagipula, tugasku adalah berpura-pura menjadi kekasihmu, bukan?"

Oh, itu sangat menyakitkan!

"Sayangnya, aku tidak ingin itu terjadi-ups." Aku cepat-cepat menutup mulutku dengan kedua telapak tanganku.

Hampir saja, kau kelepasan mengatakan yang sebenarnya.

"Apa maksudmu?" Tanya Vischa dengan dahi yang berkerut.

"Tidak, lupakan saja." Vischa pun mengangguk pasrah.

Tok .. tok .. tok ..

"Niall, Vischa, apa kalian sudah bangun?" Terdengar suara yang begitu familiar milik Mark.

"Tentu, Mark." Aku pun bangkit dari tempat tidur dan segera membuka pintu kamar, kami.

"Ada apa pagi-pagi begini?" Tanyaku dengan kedua alis terangkat.

"Setelah makan siang nanti, kau harus melakukan checksound. Jadi, jangan terlambat." Ucap Mark dengan sebuah buku berukuran kecil ditangan kirinya, dan sebuah pulpen ditangan kanannya.

"Apa yang kau lakukan dengan buku kecil itu?" Tanyaku pada Mark.

"Namanya notes." Koreksi Mark, membenarkan.

"Ya, maksudku itu. Apa yang kau lakukan?" Dapat kudengar, Vischa terkekeh saat melihat tingkahku yang begitu sok tahu dan tidak mau disalahkan.

"Aku harus mencatat tugas-tugasku. Baiklah, kalau begitu sampai jumpa. Aku harus segera membangunkan Harry, setelah itu Liam dan Sophia. Astaga, aku melewatkan kamar milik Louis. Lalu, aku harus membangunkan Zayn. Oh Tuhan, ini adalah yang tersulit. Setelah itu, aku harus menyiapkan peralatan dan blablabla ...."

Aku melongo menatap Mark yang terus berkomat-kamit sambil terus mencatat sesuatu pada notes miliknya.

"Kerasukan setan macam apa dia?" Gumamku sambil terus melongo, menatap punggung Mark di lorong hotel.

"Bukankah itu memang sudah menjadi tugasnya?" Suara Vischa pun membuyarkan lamunanku tentang Mark.

"Uh-ya. Aku hanya-melamunkan Mark." Ck, jawaban bodoh macam apa itu, Niall?

Sungguh memalukan, pasti Vischa melihat ekspresi konyolku saat menatap Mark.

Tetapi, aku bersumpah, Mark adalah bodyguard yang cukup unik. Ia tidak menyeramkan seperti bodyguard lain pada umumnya.

Baiklah-baiklah, hentikan pemikiran tentang seorang Mark.

"Sepertinya, kau harus segera bersiap, Ni. Mengingat, kau harus checksound, dan latihan untuk konser berikutnya." Aku pun menganggukan kepalaku, dan segera bersiap-siap.

**

"Aku bosan, tidak ada yang menarik disini." Gerutu Harry sambil mengacak rambut ikal miliknya itu.

"Aku ingin bermain bola." Selanjutnya, Louis. Ia terus memutar-mutar kedua bola matanya seperti seorang pengindap autis akut.

"Dimana laptop milikku? Preston, kau melihatnya tidak?" Kali ini, Liam pun ikut angkat bicara.

"Seseorang melihat kaca bundar yang kuletakkan disini tidak? astaga, itu kaca pemberian Perrie. Aku tidak mau gadis itu berteriak tepat didepan telinga tampanku ini." Lagi-lagi, Zayn kembali sibuk mencari kaca miliknya. Dan, sejak kapan ada sejarah yang mengatakan bahwa, telinga itu tampan?

"Niall, kau melihat kaca milikku?" Tanya Zayn yang tiba-tiba saja sudah berada disampingku.

"Tidak." Zayn pun mengacak rambutnya, seperti orang frustasi.

"Astaga, Zayn. Itu hanya sebuah kaca. Kau bisa membelinya lagi, bukan?" Tanya Harry yang sepertinya memperhatikan tingkah konyol Zayn.

"Tentu aku bisa membelinya. Kau pikir aku se-melarat apa, Harry? tetapi, itu berbeda. Itu pemberian Perrie Edwards, kekasihku yang agak sedikit menyebalkan. Oh, maafkan aku. Apa gadis itu ada disini? kuharap tidak. Jadi, dimana kacaku?!?" Lagi-lagi Zayn berteriak seperti orang frustasi.

"Sialan kau, Zayn." Tiba-tiba Louis mengumpat sambil melempar Zayn dengan bantal.

"Hey, kenapa tiba-tiba kau menyalahkanku?" Protes Zayn, tak terima.

"Kau membuat bola mataku berhenti berputar. Padahal, aku sedang bermain bola mata."

Satu kata untuk Louis,

Idiot.

"Tak bisakah kalian berhenti bicara? aku sedang berkonsentrasi dengan laptopku!" Teriak Liam yang rupanya sudah menemukan laptop miliknya.

"Hey, Ni. Sedari tadi kau diam saja? biasanya, kau mengeluh meminta makanan." Ucap Louis yang kembali memainkan bola matanya.

"Entahlah, aku tidak lapar." Pikiranku terus melayang-layang pada Vischa. Apa yang sedang Ia lakukan sekarang, ya? aku jadi ingin cepat-cepat menemui gadis itu.

"Oh, baiklah." Lagi-lagi, Louis terus memutar bola matanya.

"Kurasa, sebentar lagi bola matamu itu akan segera keluar, Lou." Celetuk Harry sambil tertawa menggejek.

"Jika itu terjadi, aku akan meluruskan rambut ikalmu, Harry." Harry pun cepat-cepat menjauh dari Louis.

"Never in a million years, idiot." Louis sama sekali tidak menghiraukan Harry, melainkan terus memutar kedua bola matanya, mengikuti jarinya.

"Kau terlihat seperti peramal tolol." Umpat Zayn, kepada Louis.

"Dan, kau terlihat seperti Arab gila yang sibuk mencari kaca yang sudah setengah retak." Zayn dan Louis pun saling melempar bantal.

Kurasa, lebih baik aku segera meninggalkan ruangan latihan ini. Karena, keempat temanku sudah mulai bertingkah idiot dan konyol.

Jadi, sebaiknya aku segera menghampiri Vischa.

Entah mengapa, aku benar-benar membutuhkan gadis itu sekarang.

Mungkin, karena aku mencintainya.

* * * * *

Heyhooo kawan - kawan semua, waluyooo niall suka sama  vischa tuh huaaaaa... Hmmm... Mungkin nanti ada kemungkinan besar kaysaa bakalan update lagi, tapi masih kemungkinan nya... Dan jeng jengg... BHAAAAY

Vomment(s)

Fake Dating ♡ n.hWhere stories live. Discover now