Kediaman Adi petang ini sudah diriuhkan oleh ana dan Vina yang tengah sibuk memasak, mulai jam setengah 4 petang berhentipun hanya untuk melaksanakan shalat subuh kemudian ibu dan anak itu kembali berkutat dengan peralatan dapur.
"Vina tolong siapin bekal-bekalnya ya, mama mau angkat nasinya dulu."
Dengan segera vina melakukan apa yang diperintah oleh mamanya. Dan ia juga memasukkan lauk-pauk yang sudah matang, sekarang jam menunjukkan pukul 5 sekitar satu setengah jam mereka memasak untuk acara camping kecil yang diadakan oleh Pakdhe Faisal. Pria itu berinisiatif untuk piknik di puncak yang berada di kota batu, katanya mau ngerasain lagi hawa sejuk setelah sekian lama berada di antara hawa panasnya Jakarta.
"Vina udah selesai masaknya." Faisal datang dengan mengelus kepala Vina yang terhias oleh jilbab merah maroonnya.
"Iya pakdhe, udah siap tinggal nunggu nasinya masih baru ngangkat dari dandang."
"Oalah gitu, kalau udah selesai cepet siap-siap ya Ana juga kalau udah selesai segera siap-siap ya an. Buar kita nyampai dipuncaknya pagi, kan perjalan malang ke batu lumayan lama."
Vina tersenyum menanggapi, kemudian berjalan menghampiri Ana.
"Udah ma?"
"Udah yuk, sekarang kamu siap-siap dulu mama mau bangunin Alisa sama nganterin kopi ke ayah kamu."
Saat mau menuju ke kamar Vina berpapasan dengan sandy yang baru saja keluar dari kamar mandi tamu dengan keaadan rambut setengah basah. Sapaan kecil terlontar darj sandy, Vina mengangguk kemudian segera masuk ke kamarnya.
Di balik pintu ia memejamkan mata sejenak, menahan gejolak aneh yang melanda jantungnya.
"Aneh. Kenapa rasa ini datang lagi." Vina memegangi dadanya yang terasa berdetak dengan cepat, ia kembali menggeleng dan menetralisir perasaan aneh itu dan segera bersiap-siap.
***
Pukul 6 lebih 15 menit mereka sudah sampai di puncak. Jalanan cukup lenggang sehingga mereka tak perlu berlama-lama terjebak di jalanan kota. Vina menghirup dalam-dalam udara yang terselimuti embun pagi, sejuk.
Vina menggelar tikar kemudian menata bekal yang dibawa dari rumah. Alisa kini sedang berjalan-jalan bersama Pakdhe dan Ayahnya sedangkan Sandy. Ia ikut membantu menata peralatan piknik.
Keadaan saat ini tidak bisa dibilang sepi, ada beberapa pengunjung yang sedang berjalan-jalan di puncak ada juga yang sedang joging bersama pasangannya. Cukup so sweet, namun tak membuat Vina iri. Ia hanya iri dengan pasutri yang sedang tertawa melihat putra kecil mereka sedang belajar jalan dengan sesekali hampir terjatuh untung sang ayah dengan sigap menangkapnya.Kapan ia bisa merasakannya. Sebuah deheman menyadarkan Vina dari lamunannya, ia menoleh kearah suara dengan pandangan seolah bertanya 'kenapa.'
"Tante tadi berpesan kalo kamu lapar boleh makan duluan, mereka ber empat mau mencari apel dan strawberry yang sedang panen di dekat bukit ini.
"Oh iya kah, saya ga dengar mama bicara tadi." Vina mengerjap sambil mengingat-ingat ucapan mamanya, benar saja ia tak mengingat sedikitpun. Sepertinya lamunannya benar-benar membawa Vina ke dimensi lain.
"Itu karena kamu terlalu asik melamun, dan juga jangan terlalu formal bicara dengan aku."
Vina mengulum bibirnya, ia hanya tak enak jika harus berbicara layaknya teman sebaya memakai aku-kamu. Dan seperti mengerti apa yang dirasakan Vina, sandy memaklumi sikap gadis SMA di depannya ini.
"Yasudah gapapa, aku mengerti. Seseorang akan berbicara non-formal ketika ia merasa aman dan nyaman dengan lawan bicaranya, dan aku bakalan berusaha buat ciptain rasa itu vin." Ia menepuk puncak kepala Vina pelan, kemudian berdiri menikmati suasana sekitar.
Vina tertegun, semburat merah muncul di kedua pipinya yang chubby. Tak bisa dipungkiri, ia ingin terjun dari bukit ini sekarang juga. Oh ayolah, kenapa lagi-lagi ia terjebak dalam keadaan seperti ini hanya berdua dengan mas sandy. Kemana para orangtua yang katanya hanya sebentar untuk pergi.
Tak lama membatin Vina dikejutkan oleh sang adik dari belakang, dan tengah menyodorkan buah strawberry yang dilumuri oleh coklat kesukaannya.
"Nih Alisa bawain jajanan kesukaan kakak, colkat strawberry."
"Coklat Alisa!" Vina kembali mengoreksi perkataan Alisa yang sedikit typo.
"Ya itu maksudnya, maaf lidah Alisa sedikit kesleo." Sambil menyengir menampilkan deretan giginya yang rapi adik kecilnya itu melepas sandal yang dipakainya dan duduk di samping Vina, ia menoleh kesana kemari seperti sedang mencari seseorang.
"Kak."
"Dalem."
"Om ganteng tadi kemana ya, bukannya tadi pas Alisa mau pergi ada disini sama kakak."
Benar saja, saat Vina memperhatikan
sekitarnya ia sudah tak melihat batang hidung laki-laki dewasa tersebut. Padahal baru saja sudah membuatnya salting, eh udah ngilang aja."Gatau, nyusul Pakdhe mungkin."
Alisa hanya mengangguk tanda mengerti.
"Bentar. Kamu kesini tadi sama siapa?"
Alisa yang baru mau mencomot buah coklat strawberrynya itu terhenti dia menepuk dahinya.
"Lisa lupa bilang, tadi itu Lisa kesini jalan sendiri terus ketemu sama kakak gantenggg bangettt pake t. Dan kalau kakak tau, coklat ini tuh dari kakak ganteng itu tauk."
"Oh ya?"
"Iyaa!" Alisa mengangguk dengan antusias, membuat Vina mengernyit menebak siapa orang yang dimaksud Alisa. Masa mas Sandy? tapi kan Alisa manggilnya om dia juga baru saja pergi, terus siapa dong. Vina menelisik keadaan sekitar namun tak menemukan sosok yang mencurigakan sama sekali.
Sedangkan di tempat lain, seorang laki-laki remaja tengah bersembunyi dibalik pohon pinus seraya mengamati kakak adik yang sekarang tengah bercanda.
"Takdir Tuhan emang ga pernah di duga ya Vin." gumamnya dengan senyuman tulus.
***
hayoo kira-kira siapa ya cowok yang diam-diam ngamatin Alvina!
Kalian tunggu aja plot twist di part-part berikutnya., see u( ˘ ³˘)♥
KAMU SEDANG MEMBACA
AKAD
Spiritual*** [ON GOING] Menunggu kehadiran sosok yang dinanti-nanti, yang selama hidup tak pernah kau bayangkan akan kehadirannya yang tiba-tiba saja datang kerumah menemui ayahmu dengan niat untuk mengkhitbah. Hal itu yang dirasakan oleh sosok perempuan yan...