Bab 8

4 3 2
                                    

"Bagaimana pekerjaanmu sandy."

"Baik."

Lelaki tua itu menghela nafasnya. Semenjak perdebatan antara ayah dan anak bulan lalu, Sandy masih mendiami ayahnya Andi.

Kini keduanya sedang berada di kantor milik Sandy. Ya, kini lelaki tersebut sukses merintis sebuah perusahaan yang bisa dibilang cukup besar. Ia mendirikannya lantaran tak mau meneruskan bisnis sang ayah.

"Nak-

"Cukup ayah, jika ayah kemari hanya untuk memberi tau aku harus menikahi anak dari partner bisnis ayah itu."

"Lebih baik enyah dari sini!"

PLAKK.

Satu tamparan berhasil mendarat di rahang tegas milik sandy. Dada Andi naik turun, ia merasa sakit hati dengan perkataan Sandy yang mengusirnya dari ini.

"Tampar lagi yah, TAMPARR!"

Begitupun dengan amarah Sandy yang bergemuruh. Ia sudah tak tahan dengan semua kekangan dari orangtuanya. Sedari dulu ia hanya menurut tanpa membantah sesekalipun sampai akhirnya sekarang untuk masalah hati, Sandy tak bisa menuruti kemauan ayahnya.

Dibanding dirinya Andi lebih memperhatikan Raffi adiknya, selalu menuruti keinginan Raffi tanpa pernah dikekang seperti Sandy.

"Sandy selalu mengalah dengan semua keinginan ayah."

"Tapi apa pernah ayah dengerin keinginan Sandy." dengan air mata yang terus mengalir Sandy menatap ayahnya dengan sorot mata marah. Sedangkan sang ayah menatap anak sulungnya tersebut dengan sendu. Ia hanya datang untuk meminta maaf, tapi mungkin Sandy sudah terlanjur kecewa padanya.

"Maafin ayah." hanya kata-kata itu yang mampu Andi ucapkan. Setelah berkata demikian ia keluar dari ruangan Sandy sambil memegangi dadanya yang terasa sakit.

***

3 bulan berlalu

Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu semua santri. Haflah, dimana semua santri tahun ajaran akhir melaksanakan wisuda karena masanya sudah selesai. Begitu juga dengan Alvina, yang sekarang sedang berada di atas panggung untuk menerima penghargaan sebagai santri tauladan. Ditemani sang ayah dan mama, mereka tersenyum ke arah kamera dengan wajah yang bahagia.

Tangis haru dari kedua orangtuanya membuat hati vina lega, ia memberikan piala tersebut kepada Ermi.

"Makasih mama ayah, tanpa do'a kalian Vina bukanlah apa-apa." kemudian mereka berpelukan.

"Lisa ga diajak nih?" acara haru mereka terjeda melihat sang adik yang cemberut lantaran tidak diajak berpelukan.

"Gausah dek kamu udah gede." melihat lisa yang mulai merengek mereka tertawa kemudian memeluk si bungsu yang selalu membuat tawa dikeluarga kecil mereka

Di rumah Vina sedang mengotak-atik laptopnya, ia mencari web untuk melihat tanggal berapa pengumuman SNBP keluar. Dering di handphone mengagetkan Vina yang sedari tadi fokus pada laptopnya. Ia beralih sejenak ketika melihat nama yang tertera di layar handphone.

Mas Sandy
"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, ada apa mas sandy?"

"Tidak, aku hanya ingin mengucapkan selamat atas wisuda pondoknya."

"Ah iyaa terimakasih."

AKADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang