Bab 6

2 2 0
                                    

Pagi-pagi sekali sebelum subuh Vina sudah bangun dan menyiapkan barang-barang yang akan dibawa ke Ustadz zen karena perjalanan kali ini cukup jauh. Ia sebenarnya berniat mengajak yang lain tapi umi menyarankan hanya ia saja.

"Butuh bantuan?" Vina meringis lantaran terkejut oleh suara bas yang sedikit serak, ia menoleh dan mendapati dewa yang sudah rapi dengan pakaian koko, kopyah serta sarungnya yang selalu terlihat rapi. Dan Vina menyukai itu.

"Boleh... kamu ambil aja barang yang ada di depan kantor pengurus."

"Itu aja?." Vina mengangguk

"Kita berangkat jam berapa?"

"Seperti kata abah kemarin, habis shalat subuh ini."

"Oh."

Setelah selesai mereka berdua berjalan beriringan menuju musholla, dengan jarak yang lumayan jauh lebih dari 1 meter itu cukup membuat keduanya canggung.

"Tumben jam segini udah bangun." ucap Vina.

"Loh emang aku kan selalu bangun jam segini."

"Oh gitu." sesampainya di Musholla mereka berpisah, Vina yang langsung menempati saf perempuan dan Dewa yang mengambil wudhu.

Dibalik satir itu keduanya berdo'a menghadap pada sang kuasa. Dengan do'a yang saling bersautan hingga terdengar oleh penduduk langit.

"Ya Allah, ada hati dan rasa yang Kau titipkan padaku. Bantulah hamba untuk menjaganya, sampai engkau pertemukan kami di takdir yang terbaik menurut engkau."

Di sisi lain Vina juga tak kalah untuk menaungkan do'anya di waktu yang mustajab ini. "Ya Rabb, bantu hamba dari perasaan yang hanya akan meruntuhkan iman hamba. Engkau tau kelemahan hamba, maka engkaulah yang akan selalu menuntun hamba. Lindungi ia juga yang kelak akan engkau jadikan sebagai pemimpin hamba untuk mendapati ridhomu."

Selesai shalat subuh, mereka bersiap-siap untuk berangkat. Dewa dan Hanif yang sedang memanaskan mobil sambil menunggu Vina yang entah sedang apa di pondok Putri

"Nih udah gaada yang ketinggalan lagi, yang dipesenin abah udah semua?"

"Insyaallah sudah, tapi kayaknya ada yang belum deh."

"Apa?"

"Calon istrimu, Vina."

"Hanif, Dewa, ayo berangkat maaf lama habis nyampein amanah abah ke mba-mba pengurus."

"Baru juga diomongin Vin, emang ya kalian berdua nih kayaknya jodoh."

Vina tak menggubris omongan Hanif, ia langsung masuk ke dalam mobil begitupun dengan Dewa tersisa Hanif sendirian di luar namun ia segera menyusul sambil menggerutu tak jelas.

Di perjalanan Hanif terus mengoceh tiada henti, "Eh Vin."

'Tuh kan, mulai nih.' Batin Vina yang sudah sangat jengah dengan Hanif.

"Kenapa waktu itu kamu nyuruh Dewa menjauh, dia sampai nangis-nangis karena katanya dia udah sesa--

Belum selesai bicara Dewa sudah membungkam mulut Hanif dengan tangan kirinya, "Berisik."

Hanif langsung menepis tangan Dewa dan ia semakin menjadi-jadi untuk ngerjain kedua sejoli ini.

"Tuh kan, dia aja sampai jaga image sok cool didepan kamu."

"Nif bisa ga sih sehari aja ga gangguin aku, ini masih pagi loh." seru Vina yang benar-benar sudah kesal dengan lelaki di depannya itu.

"Nggih kanjeng ratu, ngapunten." ucap Hanif sambil menyatukan kedua tangannya.

Setelah itu hening, tidak lagi ada percakapan di dalam mobil Vina yabg sibuk dengan pikirannya, Dewa yang fokus menyetir sedangkan Hanif yang sudah tertidur beberapa menit yang lalu. Tanpa diketahui diam-diam Dewa melirik Vina dari kaca spion di dalam mobil, ia tersenyum simpul mendapati Vina yang juga menguap lantaran mengantuk.

"Kalau ngantuk tidur aja."

Vina menoleh dengan alis yang terangkat, "Ga, ini masih pagi juga."

"Lulus MA ini kamu mau lanjut kemana vin?"

"Kayaknya ke Jember."

"Di Unej itu?"

"Iya, kamu?"

"Mau lanjut mondok ke Lirboyo."

"Oh ya? kalo gitu semangat."

Dewa tersenyum, "Iya makasih." Lagi, tak ada percakapan. Dewa yang bingung ingin membuka topik apa lagi akhirnya terdiam, hingga mereka sampai di rumah ustadz Zayn.

Dewa membangunkan Hanif, Vina berjalan ke arah ustadz zayn dan istrinya yang keluar rumah untuk menyambut mereka.

"Assalamualaikum ustadz, uztadzah."

"Wa'alaikumussalam."

"Ini cuman bertiga saja?" tanya ustadz zayn."

"Iya ustadz, abah cuman ngutus kami untuk mengantarkan amanat beliau."

"Oh yaudah, ayo masuk nak duduk dulu biarin laki-laki yang bawa barangnya." Vina tersenyum mengangguk kemudian masuk kedalam ditemani oleh ustadzah

"Kamu berangkat jam berapa dari pondok, kok jam 6 udah datang kesini."

"Kami berangkat sehabis subuh ustadzah, takutnya macet kalo siang-siang. Di depan aja barusan udah mulai macet."

"Ah iya juga, bentar ibu ambilin air minum dulu buat kalian."

"Ndak usah ustadzah, maaf ngerepotin kami bentar lagi juga langsung pulang kok."

"Loh gapapa, namanya juga murid sekaligus tamu nak." Sahut ustadz Zayn. Vina dan juga dua laki-laki yang baru masuk tersebut hanya tersenyum kikuk dan mengangguk menanggapi ucapan ustadz Zayn. Sebenarnya mereka tidak ingin berlama-lama, tapi mau bagaimana lagi.

Dewa yang teringat pesan abah langsung mengeluarkan sesuatu dari saku baju kokonya, "Ustadz ini ada titipan dari abah, dan juga salam beliau yang katanya tidak bisa hadir lantaran ada acara di pasuruan."

Ustadz zayn menerimanya dan mengucapkan terimakasih, ""Abah ada acara apa di Pasuruan?"

"Katanya haul uminya abah tadz." jawab Hanif

"Oalah." mereka bertiga mengangguk

"Ini minumnya nduk, le diminum nggih." tutur ustadzah sambil membawa teh

Vina langsung berdiri dan membantu ustadzah

"Terimakasih ustadzah, maaf jadi ngerepotin tapi gapapa pagi-pagi gini emang paling enak minum yang anget-anget." ucap Hanif lalu langsung menyeruput tehnya

Ustadz zayn dan istrinya tertawa, sedangkan Vina serta Dewa menggelengkan kepala dan menunduk malu melihat kelakuan temannya yang cukup memalukan.

'Aish, selalu saja bikin malu.' batin Vina yang tersenyum masam menatap Hanif.

___

Maaf ya teman-teman readers segini duluuu, soalnya otak lagii buntuu hehe

menurut kalian part-part diatas nih kependekan ga sih? kok aku ngetiknya udah kayak setahun yaa

okee pay-pay..

AKADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang