Bab 18.. Lukisan..

291 34 0
                                    

Lain halnya dengan Mingyu yang tidak tahu-menahu keadaan di istana.

Ditengah Matahari yang terik itu. Jun udah balik istana buat jalanin kewajiban dia dan gue Cuma bengong daritadi liatin kanvas.

"Abang ga lukis?" Hao datang.

Gue cuma natap dia yang muncul dari belakang sambil megangin sandaran kursi gue.

"Bang.. Lukis itu harus pake niat. Kalau ga niat ga bakal jadi"

Apa? Enak banget tu anak ngomong. Maksudnya gue ga niat lukis gitu? Gue masih diem aja ga mau tanggepin.

Hao pergi lagi. Tiba-tiba aja dia udah balik sama kanvasnya dia. Dia kasih kanvasnya ke gue. Yaudah gue balik kanvasnya buat liat hasil lukisnya dia. 

Dan.. 'Itu kan.. gue'

Ia itu gue pas baringan natap langit sama dia. Rupanya lukisan bintang yang dia lukis waktu itu baru aja selesai dengan gue didalamnya.

"Lihat keren kan?" Ucap Hao sambil senyum ke gue.

Gue cuma ngangguk-ngangguk.

"Ia karna Hao niat. Coba deh abang niat pasti jadi"

Udah gue diem aja dah biar ga ada masalah lagi.

Gue udah jenuh dan memilih nikmatin alam di halaman depan, Ga lama kemudian Hao nyamperin gue trus ngomong.

"Bang.. Udah sore, ga balik?"

"Abang juga udah selesai latihan lukis kan"

"kenapa masih disini?"

3 pertanyaan itu muncul berturut-turut.

"Hao usir abang?" Tanya gue. Yang ditanya malah ketawa trus balas.

"Jangan lupa masukin kursinya ya bang, Hao capek mau tidur dulu" Jawab Hao.

Buset dah. ini masih sore dek udah mau tidur aja. Yaudah gue duduk dikit dulu baru masuk ke dalam. 

Bener aja tu anak udah lelap banget. Apa dia capek banget ya? Gue baru sadar kelopak mata Hao bengkak dan hitam. Padahal gue udah liat Hao dari tadi pagi tapi ga sadar. 

Gue masih mandang tu anak yang lagi tidur. Kenapa gue elus kepalanya? kenapa gue ga bisa lukis wonwoo? Apa mungkin karena gue tahu bakal sia-sia?



__..__

Sekembalinya Mingyu dari luar, keadaan istana lagi kacau balau. Semua dayang, pelayan dan pengawal sibuk kesana kemari mencari wanita yang berhasil membuat Raja mereka gila.

Mingyu segera menuju kamar Seungkwan dan benar saja Seungkwan menceritakan semuanya bahkan tadi Hoshi juga sudah menjelaskannya pada Wonwoo.

Kini mereka sedang merenung apa yang akan terjadi pada mereka selanjutnya, bagaimana keadaan Dino dan Jeonghan, serta sahabat mereka yang belum juga mereka temui Seokmin.



__..__

Di depan sebuah pintu kamar berdiri banyak sekali orang. Dayang, pelayan, pengawal hingga anggota kerajaan terus melafalkan doa. Berharap orang yang mereka doakan di dalam bisa membuka matanya.

Di tengah keramaian itu Wonwoo menjadi salah satunya. Ia terus berdoa dan berharap pria dewasa itu membuka matanya.

Tak lama kemudian seorang pria mendekat dan bertanya padanya.

"Ada apa ini"

Wonwoo dengan mata berkaca-kaca berbalik dan menjawab pria yang adalah Mingyu.

"Mas Seungcheol tidak sadarkan diri"

Mingyu melihat sekeliling. Ibunya, Wonwoo, dan Pangeran Vernon ada disitu. Tapi kemana Ratu Jisoo?

Tak lama wanita yang dia cari muncul. Wanita itu muncul dengan keadaan sama mengenaskan dengan Wonwoo. Mata sembab, rambut berantakan hingga langkah sempoyongan.

Namun Raja yang tak sadarkan diri tidak hanya menjadi satu-satunya masalah dihari itu. Tepat saat Ratu Jisoo melewati pintu kamar Raja, dia segera rubuh. Matanya tertutup dan dia tak sadarkan diri.

Entah apa yang mereka alami di hari itu. Namun kejadian itu dikenal masyarakat sebagai takdir. Dimana saat pasangan hidupnya sakit, pasangannya yang lain akan sakit juga. Masyarakat hanya tidak tahu kebenarannya.



__..__

Malam itu terasa berat bagi Wonwoo. Ibunya jatuh sakit dan ayahnya tidak sadarkan diri. 

Sore tadi Ratu Jisoo sudah siuman, tapi hanya seperti raga yang bangun tanpa rohnya. Dia hanya menatap ke satu arah tanpa berekspresi apapun. Seperti tatapan yang kosong. Bahkan tabib tidak tahu penyakit apa itu dan hanya memberinya ramuan herbal.

Tiupan angin yang dingin menembus kehangatan kulitnya. Wonwoo hanya duduk termenung menatap ikan di kolam ibunya. Tiba-tiba muncul cerminan seseorang di dalam air.

Wonwoo tidak terkejut karena dia kenal baik dengan pria itu. 

Tapi yang menganehkan adalah.. "Kamu tidak ke hutan?". Tanya Wonwoo pada pria itu.

"Tugas saya adalah menjaga Tuan Putri" Jawab Pria itu.

Wonwoo mengalihkan wajahnya kembali menatap air.

"Kau berbicara seolah-olah kau terus menjagaku"

"Saya mohon maaf Yang Mulia" Ucapnya.

"Lupakan.. Pergilah ke hutanmu. Saya bisa sendiri" Ucap Wonwoo.

Namun pria itu masih tetap berdiri di tempat yang sama. Bahkan saat Wonwoo menitihkan air matanya, pria itu menjadi saksi bisu kesedihan dan kebingungan yang Wonwoo alami.

Wonwoo berbalik dan terkejut dengan Jun yang masih berdiri di tempatnya.

"Kenapa kamu masih disini"

Jun tidak menjawab dan hanya berdiri seperti patung. Wonwoo mendekat.. Semakin mendekat.. Bibirnya terus mengucapkan kalimat yang sama.

"Kenapa kamu disini Jun"

"Kamu harusnya pergi"

Kata-kata itu terus dia ucapkan. Dengan jarak yang bersisa sejengkal. Wonwoo rubuh. Kakinya lemah dan Jun dengan sigap menahannya.

"Yang Mulia harus istirahat" Ucap Jun.

"Tidakk.. Aku tidak pernah bisa tidur nyenyak. Mimpi buruk selalu menghampiriku. Mengapa aku selalu seperti ini" Perkataan tajam tapi keluar dari mulut seorang wanita lembut.

Tanpa mengatakan apapun. Jun menggendong Wonwoo yang sedang frustasi menuju kamarnya.

Dia membaringkan Wonwoo ke kasur.

"Maaf atas kelancangan saya Yang Mulia.. Tapi sudah menjadi tugas saya untuk menjaga anda"

Jun segera pamit undur diri. Namun Wonwoo menahannya.

"Temani saya sebentar saja"

Tidak seperti novel romantis pada umumnya, pria bernama Jun itu memberi hormat kemudian keluar meninggalkan Wonwoo sendiri.. Sendiri di kamar yang sunyi itu.



__..__






Stuck banget otakku ini.. Maafnya part kali ini agak ngawur.. Semoga feelnya masih tetap kerasa.. Maaciw yang selalu baca dan juga vote, aku sangat berterimakasih >0<



The Bad Fate || GyuHaoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang