Chapter 17

98 21 2
                                    

Melarikan diri dari Rita Skeeter, Melody dan Richard berjalan sampai mereka berada di lorong yang cukup jauh dari si wanita. Mereka berbelok ke kiri dan kemudian menaiki tangga menuju lantai tiga.

Melody menghela nafas lega kemudian menoleh pada Richard, "terima kasih, untung saja kau datang. Aku tidak kenal wanita itu tapi kesan pertamanya membuatku jengkel." Katanya.

Richard tersenyum, "untung saja aku benar, aku hampir tidak jadi melakukannya karena kukira aku salah paham." Katanya.

"Kau hebat bisa tahu aku dalam masalah." Kata Melody sembari mengangkat kedua alisnya.

"Aku tidak sengaja sedang lewat dan melihat matamu menunjukkan ketidak nyamanan. Kau memang tersenyum, tapi matamu tak bisa menipu... Dan aku tahu kalau Skeeter memang tidak menyenangkan." Jawab Richard kalem.

"Tidak menyenangkan bagaimana?" tanya Melody keheranan bagaimana bisa Richard yang baik hati bisa berpendapat seperti itu mengenai Skeeter..

"Dulu dia pernah mewawancarai toko bibiku, mereka agak cekcok karena bibiku tak suka pertanyaan yang diajukan Skeeter. Setelah itu artikel yang diterbitkannya hanya berisi cemooh dan prasangka buruk. Toko bibiku hampir bangkrut karenanya." Jawab Richard.

Melody terkesiap kaget, "ya ampun... jahat sekali... lalu apa yang bibimu lakukan tentang itu?" Katanya.

Richard terkekeh pelan, "untungnya itu hanya berita kecil, jadi cepat berlalu. Setelah satu bulan tak ada pelanggan, bibi bisa bangkit lagi, dan pelanggan kembali berdatangan." Katanya.

"Syukurlah... bibimu hebat." Kata Melody lega, lalu ia tersenyum tipis.

"Ngomong-ngomong tadi itu kenapa? Aku tidak menyangka akan melihat Skeeter di Hogwarts." Tanya Richard saat mereka sudah tiba di puncak tangga dan berhenti melangkah.

"Oh... dia datang untuk wawancara para juara turnamen..." jawab Melody, berhenti melangkah juga. "Lalu katanya, mumpung di sini, dia ingin sekalian mewawancaraiku tentang kemunculanku yang tiba-tiba dan mengegerkan serta kenapa Melody Potter harus dilatih untuk menjadi Penyihir Istimewa."

"Ah..." Richard mengangguk mengerti, "memang banyak yang ingin tahu sih... tapi mungkin tak nyaman untuk diwawancarai hal seperti itu ya?"

Melody mengangguk, "aku juga tidak mau jadi semacam artis dadakan, dan kudengar tulisan Skeeter sering memutar balikan fakta." Katanya.

"Memang benar." Richard mengangguk membenarkan.

"Yah, pokoknya terima kasih, Rick. Aku berhutang budi padamu." Kata Melody, tersenyum pada pemuda di sampingnya.

Richard balas tersenyum, "itu bukan apa-apa, tak perlu sampai berhutang budi." Katanya santai.

Melody menggeleng, "kalau kau tidak datang, aku mungkin sudah bersikap tidak sopan pada Skeeter, dan itu akan membuat reputasiku semakin buruk. Siapa tahu dia akan membuat artikel Melody Potter menyalahgunakan kekuatannya dan melukai seorang jurnalis." Katanya.

Richard tertawa mendengarnya, "baiklah, sama-sama..." katanya.

Melody menghela nafas lega lalu menganggukkan kepalanya, dan kemudian menunjuk ke lorong di kiri, "kalau begitu aku pergi dulu. Sekali lagi terima kasih." Katanya.

"Sebentar Melody..." kata Richard tepat sebelum Melody berbalik.

"Ya?" Melody menoleh lagi pada pemuda itu.

Richard mengusap tengkuknya, "kau tahu... tentang orang-orang yang merundung dan menggosipimu karena latihan itu..." gumamnya.

"Oh..." Melody menganggukkan kepalanya satu kali sembari tersenyum tipis, "tidak apa-apa, aku tak mempedulikan mereka." Katanya.

Melody Potter and the Goblet of FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang