8. Balas Dendam

581 72 10
                                    

Sepanjang malam, Winda terjaga demi menemani Tara dan tak henti-hentinya menggenggam tangan putrinya juga sesekali mengecup keningnya. Setelah Yudha memanggil salah seorang dokter ahli dari salah satu rumah sakit terkenal agar datang memeriksa Tara, perasaan Winda semakin nelangsa ketika sang dokter mengatakan anaknya mengalami kekerasan, namun tidak dengan pelecehan.

Yudha dan ketiga anaknya yang lain pun saling bergantian membujuk Winda agar beristirahat dan saling menggantikan untuk menjaga Tara. Zara yang baru pulang dari bekerja, dan mendapat kabar tentang Tara pun tanpa pikir panjang langsung menelpon atasannya untuk mengajukan cuti. Bahkan, tanpa menunggu persetujuan sang atasan, Zara pun segera memutuskan panggilannya. Zara tidak peduli, dianggap tidak sopan, baginya kondisi adik kecilnya jauh lebih penting.

"Bunda istirahat dulu, biar ayah yang jaga adek."

Winda menempelkan punggung tangan Tara ke pipinya. "Gimana aku bisa tidur tenang, sedangkan keadaan anakku kayak gini?" Winda mengusap pelan pucuk kepala Tara. "Kenapa Tara nggak pernah cerita sama bunda, hm? Kenapa Tara nggak bilang kalo ada yang jahat sama kamu nak? Maafin bunda ya? Karena bunda terlalu sibuk, maaf... maafin bunda ya... semua ini salah bunda....maaf... maaf... karena bunda nggak bisa jaga Tara... maaf... sayang..." Tangisan Winda benar-benar terdengar memilukan bagi Yudha. Baginya, Winda yang marah dan selalu cerewet, jauh lebih baik daripada Winda yang menangis pilu seperti sekarang.

Yudha memejamkan matanya sejenak, tangannya mengepal erat. Setelah itu, Yudha pergi meninggalkan kamar Tara menuju ruang kerjanya. Tangannya membuka laci dan mengambil ponsel 'khusus' yang jarang dia gunakan. Ponsel yang hanya berisi nomor-nomor dari para koneksinya.

Setelah menekan salah satu nomor dan menunggu seseorang diseberang telepon menjawab panggilannya, satu menit kemudian panggilan tersebut pun terjawab. "Gue ada kerjaan, cari tau tentang berandalan yang baru aja nyerang anak gue di gang Sunflower. Bawa mereka idup-idup di depan gue! Besok!"

Setelah berkata demikian, Yudha langsung mengakhiri panggilannya, lalu kembali ke kamar Tara.

***

Keesokan harinya, Celine datang bertamu ke rumah Tara, begitu mendengar kabar bahwa Tara sedang sakit.

"Selamat pagi." Sapa Celine sopan.

Alis Yudha menukik tajam, melihat kehadiran seorang perempuan seumuran Tara di depan rumahnya. "Siapa kamu?"

"Sa-saya... Celine... om..." Jawab Celine terbata-bata. Tidak, Celine tidak merasa takut dengan tatapan mengintimidasi dari sosok laki-laki di depannya ini, tapi dia merasa terpesona. Bagaimana bisa ada sosok hot Daddy di dunia nyata?

"Oh, temennya Tara?" Tanya Yudha lagi.

Celine mengangguk, namun matanya tidak berkedip menatap Yudha.

Yudha melihat Celine dengan sangsi. Ada apa gerangan dengan anak perempuan di depannya ini?

"Om... si-siapa?" Tanya Celine.

"Ayahnya lah!"

Mata Celine membulat kaget. 'Kenapa Tara nggak pernah bilang kalo bapaknya kayak papa gula gini coba? Takut gue jadi ibu tirinya kali ya?' bisik Celine dalam hati.

"Mau ngapain kesini?" Tanya Yudha.

"Jenguk Tara, kata kak Rena, Tara lagi sakit!"

Yudha melihat penampilan Celine dari atas ke bawah. Mencoba memeriksa, apakah perempuan di depannya ini sedang berbohong atau tidak.

Celine yang diperhatikan pun mendadak salah tingkah. "Ke-kenapa?"

"Enggak! Ya udah, masuk!"

Setelah mempersilahkan Celine masuk, Yudha mengantar Celine ke kamar si bungsu.

Taste Of Love: CheeseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang