Untuk pertama kalinya dalam dua bulan Bella menjadi tutor Zian, mereka pulang bersama. Gadis berponi itu terus tersenyum ketika melihat Zian kelihatan kelewat nyaman ketika menaiki angkutan umum. Ia duduk dengan tenang sambil terus memperhatikan sekitar. Rambut hitamnya yang sudah mulai panjang bergerak mengikuti semilir angin, untuk sejenak, Bella terpesona. Bella tidak pernah menduga kalau wajah tidak ramah dengan garis rahang tajam itu bisa membuatnya senang hanya dengan melihat.
Bella sempat hampir lupa bernapas ketika laki-laki berjaket denim itu melepaskan jaket untuk menyelimuti Bella yang tengah mengenakan rok pendek.
"Tumben banget lo pake rok." Zian menyeringai setelah berhasil membuat wajah Bella merona.
"Tadi ngasdos." Bella menunduk malu. Namun, matanya sempat melihat tato di lengan kanan Zian yang mencuat karena kaus lengan pendeknya tidak berhasil menutupi.
Laki-laki bercelana sobek-sobek itu berdecak. "Kemaren-kemaren juga lo ngasdos, tapi nggak pake rok."
"Kenapa, sih, emangnya?" Bella jadi sensi.
"Nggak apa-apa. Lo cantik pake rok." Setelah menyelesaikan kalimatnya, laki-laki yang mengenakan kaus hitam itu turun dari angkutan umum dan bergerak membantu seorang ibu yang kerepotan membawa beberapa plastik belanjaan. Setelah membantu mengangkat belanjaan, Zian duduk di kursi paling ujung dekat pintu. Penampilan berantakan itu sudah cukup untuk membuatnya diduga sebagai kenek angkot.
Bella tersenyum. Rasa bangga membuatnya senang. Ia juga merasa kalau penilaiannya tidak salah, Zian baik, bahkan sangat baik. Namun, gadis berambut panjang itu masih tidak menyadari getaran asing yang ada di hatinya.
"Keneknya kayak preman, ya."
Bella melirik ibu-ibu yang ada di sampingnya dengan tatapan sinis. Angkutan ini tidak memiliki kenek, jelas mereka sedang membicarakan Zian. Entah mengapa, Bella merasa tidak terima.
"Hus, penampilannya boleh kayak preman, tapi baik banget, lho. Ramah juga." Ibu yang tadi ditolong oleh Zian langsung membela.
"Iya juga, ya. Jarang ada kenek yang bantuin sambil nyapa ramah kayak masnya tadi."
Diam-diam, Bella tersenyum. Ia bisa memastikan kalau Zian tidak mendengar percakapan itu karena ia kelihatan menikmati perjalanannya. Sesekali, Zian meletakkan tangannya di pintu angkot. Saat seperti itu, ia benar-benar kelihatan seperti kenek angkot penuh pengalaman.
"Kiri, Bang." Zian menghentikan angkutan tersebut dan menoleh pada Bella. "Ayo."
"Loh, bukan keneknya, toh." Ibu yang tadi menyebut Zian preman, langsung membelalak.
Bella tersenyum. "Permisi, Bu."
"Walah, pacar Mbak, toh. Maaf, ya. Ibu kira kenek."
Bella tersenyum dan melewati kedua ibu tersebut dengan sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me Why ✓
RomanceApa yang kamu lakukan jika terjebak dengan berandalan nomor satu di kampus? Bella, mahasiswi semester akhir Universitas Jatayu, harus menggantikan ayahnya menjadi tutor Zian. Kontrak yang sudah dibayar di muka, tidak bisa dibatalkan dengan alasan ap...