"Sore pak Natan.""Sore pak Aldous."
Natan membalas sapaan pria itu, dua minggu berada disana dia juga telah berkenalan dengan baik bersama para guru disana.
Contohnya saja pria ini, dia merupakan guru biologi yang terkadang sering mengajaknya berbicara ketika di kantor.
"Tadi saya liat nak Aamon di depan gerbang lho pak, gak di samperin aja?" Aldous berucap sambil tersenyum dan menaik turunkan alisnya kearah Natan.
Natan tersenyum.
"Tidak pak, tadi siang Aamon sudah bilang katanya dia tidak mau saya ikut campur untuk kepulangannya ke rumah."
Aldous menggeleng-gelengkan kepalanya prihatin.
"Haduh... Anak-anak memang plin-plan ya pak, padahal sudah ngasih bapak harapan tapi dia nya gengsi, yang sabar ya pak."
Natan kembali terkekeh canggung, tangannya dikibaskan sebagai bentuk ketidak masalahan. Sebenarnya dia sedikit memikirkan ucapan Aldous. Memangnya Natan terlihat seperti orang yang berharap?
"Tapi tadi lho, saya juga liat dia jalan berdua sama nak Xavier jangan-jangan gara-gara itu lagi, nak Aamon jadi ngejauhin bapak?"
Pria bersurai silver itu menoleh kearah Aldous dengan tatapan terkejut, dia segera mengingat-ngingat kira-kira siapa murid yang memiliki nama Xavier.
"Xavier siapa pak?"
"Itu lho wakil ketua osis, ganteng sih... Tapi kalau sama nak Aamon kayak gak cocok, mending sama bapak sih kalau kata saya."
Aldous terkekeh setelah mengatakan itu, Natan kembali terkekeh sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal.
"Kok bisa begitu pak?"
"Ya soalnya mereka berdua kan sama-sama pendiem, tipe-tipe siswa yang kalem nanti jadi datar aja hubungannya."
"Ada-ada saja bapak ini."
"Lho? Bener kata saya, mending sama pak Natan aja."
"Haha iya iya pak."
Pikiran Natan tiba-tiba dipenuhi dengan kemungkinan yang disebutkan Aldous tadi, dirinya bingung karena dia merasa agak kecewa namun disisi lain lega juga.
__••__
"Cepat naik."
Aamon mendelik kearah Xavier yang kini tengah menaiki sebuah motor.
"Tidak, aku bisa naik bus."
"Jam segini tidak mungkin masih ada bus, mungkin akan ada jika kau menunggu sampai beberapa jam lagi, kenapa kau tidak ikut saja denganku huh? Tenang saja, aku memiliki sim."
Aamon mendelik kearahnya kemudian menggeleng lagi sambil menatapnya tajam.
"Kalau begitu aku bisa memesan taksi."
Aamon mengeluarkan ponselnya kemudian hendak membuka aplikasi taksi online, namun tiba-tiba sebuah tangan menarik ponsel pintarnya membuat dirinya mendongkak dengan pandangan tajam.
"Ingat... Kau ini pembantuku sampai 2 minggu kedepan, jadi patuhi keinginanku, lagipula apa masalahnya sih? Toh kau mendapatkan untung juga jika ku antar."
Xavier berucap sambil mematikan ponsel Aamon kemudian menyimpannya didalam saku celana, kali ini mengisyaratkan kepada Aamon untuk segera menaiki jok dibelakangnya.
Aamon diam disana, kedua tangannya sudah terkepal dan siap meledak kapan saja.
"Kenapa kau begitu memaksa? Lagipula jika ini menguntungkan bagiku kenapa kau mau melakukannya? Pasti kau memiliki rencana buruk! Jangan-jangan ditengah perjalanan nanti kau malah menggadaikanku ke pasar gelap."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovers | Natan x Aamon [Discontinue]
FanfictionJANGAN PLAGIAT! [BXB] [FLUFF] [15+] Aamon, 17 tahun, masih jomblo, wajah rupawan dan fans nya seperti semut pada tumpukan gula. Sayangnya sifatnya sangat dingin dan tidak memperdulikan sekitar. -Pantes jomblo, EKHEM. Natan, 25 tahun berasal dari Eru...