04

1.1K 121 11
                                    


Sudah terhitung 2 minggu semenjak Natan datang kesekolahnya, dan semenjak itu pula Aamon sering kali diajak untuk pulang bersama dengan sang guru.

Aamon tentu saja menolaknya, bukankah 2 minggu lalu dia sudah mengatakan lewat pesan kepada Natan, bahwa tidak ada 'lain kali' untuk pulang bersama.

Dia tidak akan menerima ajakan pulang bersama Natan, itu memang terjadi namun Natan terkadang bahkan nekat, dia memesankan taksi online setiap kali melihat Aamon didepan gerbang dan belum pulang.

Seolah tau apa yang harus dilakukan. Karena Aamon masih tidak menerima ajakannya maka Natan beralih untuk memesankannya taksi.

Aamon sempat memprotes, meskipun pada akhirnya tetap dia ambil juga karena Natan telah membayarkan ongkosnya. Daripada membuat uang Natan terbuang sia-sia, lebih baik dia ambil saja.

"Pak Natan!"

Aamon menghampiri pria itu yang tengah berjalan kearah lain, dia menoleh terkejut karena mendapati Aamon mengejarnya, padahal belakangan ini muridnya itu selalu agak menjaga jarak meskipun pesanan taksi online nya tidak pernah di tolak. Dan pemuda itu pun selalu berterimakasih lewat pesan.

"Iya Aamon? Ada perlu apa?"

Aamon diam sebentar, satu tangannya naik untuk memilin surai cerahnya sendiri seolah tengah memilah-milah kata apa yang akan disampaikan pada sang guru.

Natan yang melihat tingkah pemuda itu seketika langsung menyimpulkan bahwa Aamon terlihat menggemaskan.

Dia memilin ujung poni rambutnya yang panjang sebelah itu dengan tatapan datar, namun terdapat kerutan di dahinya yang samar namun masih dapat dilihat oleh Natan.

"Berhenti memesankan taksi untukku..."

"Oh itu, apa kau mau menerima ajakan pulang ku lagi? Atau ada temanmu yang akan mengantarmu pulang?"

Aamon mengernyit. Dia menggeleng.

"Kali ini aku akan pulang sendiri, dengan uangku sendiri atau menggunakan bus, lagipula temanku belum ada yang memiliki sim."

Natan tersenyum. Berbeda dari anak zaman sekarang yang kebanyakan menaiki kendaraan tanpa sim, disini Aamon malah seolah menyatakan jika tidak memiliki sim, maka tidak pantas menggunakan kendaraan. Lumayan berbeda dari bayangan remaja-remaja bebas diluar sana.

"Tentu, aku tidak akan memesankan taksi padamu lagi kalau begitu."

Aamon terdiam, dirinya kemudian mengangguk, didalam hati sedikit bingung kenapa coba pria ini bersikap begini.

"Kalau begitu saya keruangan saya dulu oke? Belajar yang giat."

"I-iya..."

Aamon menatap kepergian Natan dalam diam, sebelum pria itu berjalan lebih jauh, dirinya kembali memanggil Natan.

"Pak!"

"Hm?"

Pria itu menoleh dengan tatapan bingung terlukis diwajahnya.

"Terimakasih... Untuk belakangan ini, aku tidak pernah mengatakannya secara langsung."

Aamon berusaha agar tetap memasang wajah tenangnya ketika Natan terdiam menatapnya sebentar, kemudian pria itu membalas ucapan terimakasihnya dengan sebuah senyuman lebar.

"Sama-sama! Kalau butuh bantuan lagi kamu bisa menghubungiku!"

Aamon mengangguk pelan, entah kenapa dia sedikit kesal karena Natan malah bersikap acuh seperti itu.

Yah apa yang kau harapkan Aamon, kalau kau bertingkah seperti ini terus sudah pasti Natan akan mengira bahwa kau tidak suka diperlakukan spesial.

Aamon mendengus pelan, membalikan badannya untuk pergi dari sana, pikirannya terpenuhi dengan perasaan yang campur aduk, dia malas berpikir jadi dia berusaha mengabaikan semua yang ada dikepalanya untuk saat ini.

Lovers | Natan x Aamon [Discontinue]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang