•••
Selasa, 23 April 2019
Arloka menatap dirinya sendiri pada cermin full body yang sudah memiliki retakan di beberapa bagiannya.
Kemeja hitam itu sudah digulung hingga sikut, celana bahan berwarna hitamnya sudah dipasang ikat pinggang agar tidak melorot, dan rambut panjangnya yang sudah ditata rapih pun masih terlihat basah akibat ia keramas dengan terburu-buru.
Pagi ini outfit yang Arloka kenakan akan membawa dirinya menghadiri suatu acara yang menjadi sebuah peringatan untuknya bahwa tidak akan ada yang abadi di dunia yang fana ini.
Tidak ada yang akan bertahan lama, terutama manusia.
Cowo bertubuh semampai itu keluar dari kamar kosnya yang masih terlihat berantakan, mengunci pintu kamarnya, dan berjalan beberapa meter untuk sampai di depan sebuah rumah minimalis cantik yang terletak tepat di samping lingkungan kossan dua lantai tersebut.
"Assalamualaikum," ujar Arloka sembari menekan bel rumah yang warnanya sudah tidak putih lagi termakan usia.
"Bu, Loka masuk ya," teriak cowo itu sembari mendorong pintu utama rumah tersebut.
Arloka nyengir ketika wanita paruh baya yang sedang membawa spatula berbahan aluminium itu keluar dari dalam rumah.
"Rion bilang udah izin ke Ibu kalau saya boleh pinjem mobil."
Tuti, Ibu kos sekaligus Ibu dari teman dekatnya di kampus, Arion, terlihat mencari sesuatu di dalam kantung celemek bergambar Donal Bebek nya.
Kunci mobil sudah tergantung di jari Bu Tuti, Arloka mulai mendekat dan membuka sepatu pantofel hitamnya untuk menginjak lantai rumah.
"Kamu yakin bisa bawa mobil? Belum punya SIM kan?" tanya Bu Tuti sangsi.
Loka menggaruk tengkuknya salah tingkah, "untuk bawa mobil mah saya bisa, kalau masalah SIM sih emang rencana nya baru mau buat di tahun depan pas saya ulang tahun ke dua puluh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Arlokana
Teen Fiction[Short Story] Arloka, 21 tahun. Jakarta hanya kota masa lalu, dimana ia dibesarkan selama 15 tahun dengan berbagai memori yang berhasil diukirnya. Nyatanya kota masa lalu itu ia pijaki lagi diumur nya yang ke 18. Arloka menikmati kota masa lalu nya...