|7| Only Love Can Hurt Like This

17 1 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Sabtu, 18 Desember 2021

Liana baru saja bermimpi buruk kemarin malam, jatuh dari atas motor, sampai-sampai ia terkejut dan terbangun di tengah malam dengan hujan deras yang mengetuk jendela kamar.

Gadis itu terbangun dengan nafas memburu pada malam itu, ia bahkan merutuki kecepatan tidurnya yang tiba-tiba menjadi awal sekali, pukul sepuluh dan Liana sudah tertidur. Namun semua kertekejutannya dan rutukannya sirnah dalam satu kedipan mata, dimana ketika matanya menangkap beberapa notifikasi menumpuk di layar lockscreennya.

Beberapa pesan dan satu panggilan tak terjawab dari Arloka. Dari nomer Arloka yang cowo itu pinta untuk kembali disimpan.

Padahal tanpa diminta pun semenjak hari pertama cowo itu berganti nomer, Liana sudah up to date, sudah secara sukarela menyimpannya untuk menunggu keajaiban datang.

Contoh keajaibannya ya seperti kemarin malam.

Kemarin malam Liana sampai melotot lebar-lebar di atas kasurnya, gadis itu bahkan mengira ia sedang terbangun dalam mimpinya, alias saat itu ia masih berada dalam dimensi mimpinya yang lain.

Namun nyatanya tidak, apalagi saat dengan iseng jari tangannya bergulir di aplikasi Twitter dan malah menemukan tweet bertulisan "kangen" dari akun Arloka.

Liana menyimpulkan bahwa ia tidak mimpi, namun sedang memeluk keajaiban yang selama sebulan ini ia tunggu-tunggu untuk datang.

"Buset kamar lo kayak tempat pembuangan sampah."

Suara itu mengintrupsi pergerakan tangan Liana yang hampir dua jam ini sibuk sendiri dengan isi lemarinya, mengeluarkan hampir separuh isi lemarinya, yang sekarang sedang mencocokkan dua dress sederhana berwarna merah maroon dan putih gading di depan tubuhnya.

Liana menatap pantulan cowo berumur belasan tahun itu dari cermin besar di depannya dengan sinis, "ketok pintu dulu bisa?"

"Enggak penting," jawab Alpin tidak perduli sembari menyilangkan kedua tangannya dan bersender di kusen pintu.

ArlokanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang