Chapter 11 : Try

477 88 5
                                    

Pukul delapan malam, Jungkook terdiam seperti biasa di bawah rintikan air shower. Sepanjang hari ia bersama Nara dan Taehyung tangannya terasa sangat dingin menahan rasa cemas.

Duduk selama 15 menit lamanya di bawah rintikan air shower tidak membuat rasa cemasnya berkurang. Ia malah semakin terlihat sedih dan cemas dengan dirinya. Memikirkan, bagaimana Tuan Shin tahu semua tentangnya di masa lalu. Seingatnya, kejadian itu tertutup rapat.

Ayah dan Ibunya siang tadi kalang kabut mengkhawatirkan dirinya, karena wartawan pun sampai tahu. Tak lama dari kejadian di kampusnya, sebuah artikel muncul tentang itu. Ia yang sedang pergi bersama Nara dan Taehyung pun terpaksa harus kembali ke rumahnya.

Itu menjadi berita yang menghebohkan. Yah, tentu saja. Siapa yang tidak akan tertarik pada berita tentang pelecehan seksual dan seorang gay dari anak tunggal perusahaan besar? Mereka pasti sangat tertarik dengan itu.

Kedua orang tuanya sedang mencari tahu asal-usul berita itu, keduanya bahkan belum pulang sampai saat ini. Seketika siang itu semua temannya berkumpul bersamanya, mengkhawatirkan dirinya. Mereka pasti menganggap dirinya menyedihkan. Lalu, ia meyakinkan mereka untuk pulang. Ia berjanji tidak akan melakukan hal gila lagi, untuk membuat Jimin bisa ikut pulang bersama yang lainnya.

Jungkook beranjak dari duduknya dan berjalan kearah wastafel dan melihat ponselnya yang terus berdering sebanyak puluhan kali sejak tadi. Psikiater yang menanganinya sejak dulu menelpon dirinya sebanyak puluhan kali.

"Jungkook-a kau baik-baik saja? Aku baru melihat artikel hari ini!" Jungkook mendengar suara itu meninggi karena khawatir pada dirinya dari seberang telpon.

"Eum...aku baik Hyeong..."

"Pembohong cilik..." Jungkook mengulas senyum mendengar itu.

"Mungkin satu-satunya orng yang tidak bisa ku tipu hanya Hyeong saja..."

"Mungkin sedikit tepukan di bahuku cukup membuatku tenang..."

"Aku akan ke sana bersama Haeun dan Harin." Setelah itu ia mendengar suara sambung telepon terputus.

Lalu ia membalas pesan di grup dari teman-temannya. Memastikan ia baik-baik saja dan tidak melakukan hal mengerikan seperti percobaan bunuh diri lagi. Nara dan Jimin bahkan mengancam akan ke rumah jika ia tidak membalas dalam waktu lima menit.

Jungkook kembali menyimpan ponselnya di atas wastafel, lalu ia menatap dirinya yang terlihat kacau dan basah kuyup pada cermin yang berada di hadapannya cukup lama. Sudah sejauh ini. Ia harus bertahan bukan? Nara pun melakukan hal yang serupa untuk dirinya, bukan?"

Tidak begitu lama, ia mendengar suara gaduh yang membuka pintu kamarnya. Ia mengulas senyum dengan wajah yang pucat pada ketiga sosok yang dulu sangat membantunya.

"Oppa..." Seorang anak perempuan berusia 13 tahun memeluk pelan Jungkook sambil menepuk-nepuk pelan punggung Jungkook dengan tangan kecil itu.

"Kau jadi semakin tinggi..." ucap Jungkook pelan.

"Tentu saja, itu karena aku bertumbuh tinggi. Aku akan mengalahkan tinggi Oppa!" Jungkook tertawa pelan mendengarnya.

"Mustahil," ucap Jungkook lagi, menanggapi gadis kecil yang dulu sangat banyak membantunya.

"Lama tidak bertemu Oppa..." Gadis kecil itu mengganti topik.

"Hmm...lama tidak bertemu..."

Saat Jungkook sering kalap dulu. Jung Hara, putri dari psikiater nya sering ikut dan menyaksikan dirinya yang sering kali kalap karena depresi.

Entah bagaimana, gadis kecil berusia 3 tahun itu tanpa takut memeluk dirinya yang masih kalap. Menepuk-nepuk dirinya dan berkata Oppa akan baik-baik saja.

HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang