Selama ini ~~ aku seperti pengembara. Terus berjalan tanpa arah tujuan, mencari tempat perhentian. Aku pikir akan tiba saatnya ketika aku memutuskan untuk berhenti dan menikmati indahnya mimpi, menyentuh seseorang yang kucintai dari dekat.
Wu Xie seperti mimpiku.
Dengan musim gugur yang berwarna jingga dan sepasang mata coklat cemerlang. Arus hangat yang tiba-tiba, dan sapuan angin sejuk mengirimkan aroma parfumnya yang memikat. Suara, senyuman, yang selalu ~ dan selalu, akan membingkai momen sederhana ini menjadi satu kenangan indah.Wu Xie ibarat jangkar dalam lautan kehidupan, di mana aku merasa harus berhenti. Berpegang teguh pada ikatan benang merah takdir yang menyala.
Tetapi ~ hanya aku yang berhenti.
Orang-orang bergegas, elemen alam berubah, waktu pun bergerak, demikian juga ~~ dirinya.Hanya ada aku, dan benang merah itu.
Terkadang ~ dua orang berpisah di waktu yang salah, untuk berjumpa kembali di saat yang tepat.
Angin berhembus kencang saat mereka keluar melalui pintu kaca tebal, melangkah ke udara malam yang semakin sejuk. Wu Xie melemparkan lirikan dan senyuman berbahayanya seraya menggaruk belakang telinga, terlihat bingung mengungkapkan sesuatu.
"Ehm, terima kasih traktirannya, Xiao ge.." ia berkata pada akhirnya, ditutup tawa singkat.
Zhang Qiling membalas senyumnya dan mengangguk tanpa mengucapkan apa pun. Yang lain hanya bisa meringis, berharap pria tampan ini mengatakan sesuatu yang manis. Tapi nihil.
Sungguh tidak seru, gerutu Wu Xie dalam hati.
Menit demi menit berlalu dalam kabut kepuasan yang dihangatkan sinar lampu jalan. Mereka berbicara dan tertawa dan berbagi kesan mereka.
Hanya itu yang bisa dibicarakan siapa pun menjelang akhir pertemuan, Wu Xie tidak berminat bicara lagi tentang rencana kuliahnya mau pun tentang ayah yang keras kepala dan Zhang Qiling pun tidak ingin mendengarnya. Terutama tidak pada malam sejuk yang indah ini.
"Aku takut," kata Wu Xie, "Apakah Pangzhi akan datang menangkapku?"
"Jangan takut," kata Zhang Qiling, “Katakan saja dengan jelas apa keinginanmu.”
Tetapi bahkan ketika dia mengatakannya, dia ingat waktu lain, ketika Pangzhi menatap galak dalam pencarian sang tuan muda.Saat itu sebenarnya ia sadar bahwa Pangzhi mau pun ayah Wu Xie sangat serius dengan rencana mereka. Mereka akan memaksa Wu Xie mengerti dan keinginan seseorang terkadang memang ditakdirkan untuk tidak terpenuhi.
Wu Xie tampak tidak yakin.
“Tapi~”
Mereka menuruni teras kafe dan menuju jalanan. Malam terasa dingin dan hampa. Udara berbau basah dipenuhi aroma manis tubuh Wu Xie. Mereka melihat seekor kucing berbulu coklat tua dan putih duduk di rumput tepi jalan, kakinya terentang, tubuhnya merosot tidak nyaman ke satu sisi. Wu Xie menyeringai sarkastik. Dia merasa memiliki kemiripan dengan kucing itu. Tidak tahu apa yang harus dilakukan dan hanya ingin berhenti di mana saja di salah satu sudut kota, di mana tak ada seorang pun mengenalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐅𝐢𝐫𝐬𝐭 𝐋𝐨𝐯𝐞 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞)
FanfictionAda satu kepercayaan dalam keluarga Zhang yang selalu dianggap takhayul oleh Zhang Qiling. Dikatakan bahwa di antara dua orang yang berjodoh, ada seutas benang merah yang mengikat pergelangan tangan mereka. Jika seseorang berusaha hadir di tengah me...