Apa pedulimu?
Dia membalas pesan, melemparkan lirikan pada paman Rishan, dan ia melihat pria itu nyengir.
Dia telah datang sebelum dirinya, bahkan mungkin lebih awal. Pria tua itu benar-benar serius mengawasi dirinya.
"Wu Xie, kupikir kita tidak bisa bicara di sini," ia berkata di antara lantunan musik.
"Kenapa?" tanya Wu Xie, menatap sekeliling.
"Di sini asyik!"
Bip bip !
Satu pesan masuk lagi ke ponsel Zhang Qiling, dari orang yang sama. Ia mendengus saat membukanya dan seketika matanya melebar.
Bawa dia ke tempat sepi!
Zhang Qiling menggigit bibir bawahnya. Merasakan dorongan liar yang tidak senonoh akibat pesan tidak tahu malu dari seorang pria menyebalkan.
"Aku memiliki satu ruangan pribadi di lantai atas," ia berkata pada Wu Xie. "Itu tempat kerjaku, dan aku biasa bersantai di sana."
Wu Xie melirik penasaran, "Apa yang akan kita lakukan di dalam?"
Sejenak Zhang Qiling kesulitan menjawab. Dia juga tidak tahu mengapa harus di ruangan miliknya.
"Bicara. Kita hanya akan bicara."
"Aih, membosankan. Bagaimana dengan minumannya?" desah Wu Xie.
"Pilih apa pun yang kau mau, aku akan menyiapkannya."
Tidak terlalu buruk, pikir Wu Xie. Dia hanya mengangkat bahu dan tersenyum ringan.
"Baiklah. Tunjukkan ruangannya."
Zhang Qiling mengangguk, mengulurkan tangan untuk menarik Wu Xie ke satu sisi di mana ada lorong remang-remang, yang berakhir pada satu tangga ukir yang indah. Dia nyaris bisa mendengar tawa paman Rishan di sudut sana, dan tanpa ia sadari telinganya memerah.
Ruangan kerja Zhang Qiling luas dan bersih, beraroma segar perpaduan kayu wangi dan bunga liar serta sedikit aroma maskulin. Hawa dingin menyembur efek pendingin udara yang terus menyala. Ada meja kerja besar, sofa hitam besar dan panjang, nampak nyaman dengan beberapa bantal. Meja kaca hitam, dan yang paling menarik perhatian adalah satu lemari kaca berisi koleksi minuman mahal dari berbagai jenis. Mata Wu Xie berkilau oleh rasa gembira.
"Woah, itu bar mini yang keren," ia mendecakkan lidah.
Zhang Qiling tersenyum tipis, menutup pintu di belakangnya tepat setelah mereka masuk. Pandangan Wu Xie tertuju pada jendela besar dan satu pintu geser terbuat dari kaca, menembus ke balkon.
"Kau tidak mengatakan bahwa ruangan ini memiliki balkon," dia menuju jendela, menarik tirai hingga terbuka nyaris sepenuhnya.
Dia menatap balkon selama beberapa saat. Membuka pintu geser, membiarkan angin malam menyelinap masuk. Dia merasakan angin semilir menyentuh pipinya, merasakan malam, ciuman lembut cahaya bulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐅𝐢𝐫𝐬𝐭 𝐋𝐨𝐯𝐞 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞)
FanfictionAda satu kepercayaan dalam keluarga Zhang yang selalu dianggap takhayul oleh Zhang Qiling. Dikatakan bahwa di antara dua orang yang berjodoh, ada seutas benang merah yang mengikat pergelangan tangan mereka. Jika seseorang berusaha hadir di tengah me...