Chapter 19

328 44 10
                                    

👆 FATE - WHY 👆

Aku tidak pernah benar-benar tahu tentang cinta
Aku tidak tahu itu akan datang kepadaku seperti ini
Hatiku tidak ingin melakukan ini di depan kekasihku
Jika aku tahu akan seperti ini, aku tak akan memulainya dari pertama kali
Seperti orang bodoh, aku terlambat menyesali~ (Fate - Why)

Dua jam sebelumnya

Dering dan getar samar itu memanggil kembali.

Sekali lagi. Dan lagi. Itu panggilan mendesak diiringi kedipan ganas layar ponselnya. Wu Xie terusik dan yang pertama bangun. Nada panggilnya sangat akrab memenuhi ruangan kamar yang hening dan remang-remang.

"Ugh, kepalaku..." Ia mengerang, berguling dan merangkak turun dari ranjang menggapai mantelnya. Dari balik saku, cahaya layar kembali berkedip. Panggilan lagi.

"Yaa, aku ada.." desisnya pada deringan yang tak berhenti, mengurut pelipis yang pengar.

Dia sudah tahu siapa yang berani meneleponnya bahkan pada waktu yang tidak masuk akal. Penunjuk waktu di ponsel memperlihatkan padanya bahwa ini pukul empat lebih empat puluh lima menit. Dia melirik tempat tidur di sisinya. Zhang Qiling masih terlelap.

"Pangzhi," ia bicara di telepon perlahan agar Zhang Qiling tidak terganggu dengan suaranya sambil duduk menggelosor di lantai dengan punggung bersandar di kaki ranjang.
"Astaga, ini masih dini hari," ia bersungut-sungut.

"Wu Xie," suara Pangzhi terdengar sangat gelisah. "Di mana kamu?"

Wu Xie memutar pandang ke ruangan yang sama sekali asing. Yang jelas ini kamar hotel tipe terbaik.

"Aku tak tahu," desahnya.
"Ada apa Pangzhi, kenapa kau terdengar gelisah?"

"Sudah tujuh belas kali aku meneleponmu," Pangzhi menjawab.
"Aku ingin memberitahukan berita buruk. Wu Xie, ayahmu meninggal tengah malam tadi. Dia di rumah sakit New York sekarang."

"A--pa kau bilang?" suaranya kering dan tercekat.

Si tua ini telah melakukan kesalahan fatal dengan mati lebih cepat. Tiba-tiba beban tanggung jawab yang besar menekan kepala dan pundaknya tanpa ampun.

"Serangan jantung," Pangzhi menjelaskan terbata-bata. "Kau sudah tahu bahwa ayahmu sakit sejak lama memikirkan bisnis dan juga ulahmu."

"Kenapa jadi aku yang disalahkan?" protes Wu Xie, menahan keinginan untuk menangis seperti anak kecil.

"Sudahlah. Bukan waktunya banyak bicara sekarang. Aku sudah memesan tiket penerbangan ke New York. Kau harus segera ke bandara, aku menunggumu di sana."

"Se-karang juga?" Wu Xie mengerjap-ngerjap.

"Ayahmu meninggal, Wu Xie. Berapa kali harus kuingatkan. Ini kenyataan."

Tidak mau mendengar alasan yang pasti diajukan Wu Xie, di samping masih sibuk mengendalikan situasi, Pangzhi menutup telepon dengan segera. Meninggalkan Wu Xie yang tertegun kebingungan.

Rasanya seperti dalam mimpi. Hanya dengan beberapa kalimat, hidup bisa berubah seratus delapan puluh derajat. Dia bangkit dengan susah payah, tidak memiliki waktu untuk meratapi apa yang hilang darinya dalam waktu satu malam. Dia membasuh wajah di kamar mandi, keluar dan memandangi Zhang Qiling beberapa detik yang hening.

𝐅𝐢𝐫𝐬𝐭 𝐋𝐨𝐯𝐞 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang