VI - SURPRISE

295 34 22
                                    

Langit keoranyean mewarnai kisah di pulau Kalmarine. Dia terdiam mengamati satu makhluk berukuran besar tengah diikat oleh beberapa ksatria. Sang naga bersisik hijau itu berusaha memberontak dan meraung begitu keras.

Kemudian, penglihatannya berganti. Tubuhnya seolah tersedot ke suatu tempat hingga dia tidak melihat naga itu lagi. Kini ia berada di pesisir pantai dan melihat jejak kaki berwarna merah darah. Terlihat seorang pria kecil berambut cokelat menangis keras. Anak itu berteriak penuh rasa sakit yang bahkan ia sendiri bisa merasakan pilunya.

Anak itu memiliki sayap kecil dan kulit bersisik dikulitnya. Ada sebuah lingkaran sihir berwarna hijau dibawah pijakan kakinya. Erangan terluka sang pria kecil itu merubah langit keoranyean yang indah menjadi mendung dengan petir dan kilat menyambar.

Satu hal yang bisa dia simpulkan adalah anak itu merupakan keturunan naga.

°•°

"Kau tidak tidur, nona?"

Fanny mengusap kantung matanya yang mulai menghitam. Dia berbalik menghadap Leomord yang menjadi temannya berlatih pedang hari ini.

"Entahlah, akhir-akhir ini aku mengalami mimpi yang aneh."

"Mimpi yang aneh? Haruskah kita pergi ke orakel dan menafsirkannya?" tawar Leomord sambil menyimpan pedangnya ke dalam sarung. Dia tidak bisa menutup mata ketika nona muda Wertzh terlihat pucat.

"Baiklah, tolong cari lokasi terakhir dimana orakel saat ini." Fanny menyimpan zweihandernya ke dalam sarung. Sepertinya jadwal latihan hari ini harus diakhiri.

Semenjak ia diberikan penglihatan aneh tersebut, Fanny jadi sering terbangun di waktu subuh. Dimana cahaya mentari pun belum beranjak naik. Gadis itu tidak mengerti mengapa harus mengalami ini semua, jadi mungkin menemui orakel nomaden merupakan rencana yang bagus.

"Nona Fanny, ada surat dari nyonya besar Wertzh."

Seorang pelayan memberikan satu amplop surat dengan cap bangsawan Wertzh. Fanny menerima surat tersebut sambil duduk dibawah temaram sinar matahari. Karena dia berhasil mendapatkan liburannya berkat bujukan Tigreal juga meluluhkan kedua orangtua mereka, sekarang Fanny bisa dengan bebas menjelajah ibukota dan sedang tinggal di salah satu villa keluarganya.

"Basa-basi membicarakan cuaca disini, kemudian membicarakan pertunangan berikutnya." decak Fanny setelah membaca isi surat milik sang Marchioness Wertzh. "Apa ibu sama sekali tidak pernah memikirkan perasaanku?"

Seharusnya ibunya ini belajar dari masa lalu kalau putrinya ini bukanlah kriteria sempurna para lelaki. Mengingat insiden tunangan sebelumnya menyelingkuhi Fanny, yang dilakukan sang nyonya besar justru mencari lelaki yang terbaik lagi untuknya.

Karena tidak lama lagi kakaknya, Tigreal akan mewarisi kedudukan ayah mereka. Fanny harus mencari cara melarikan diri dari situasi ini.

"Tapi bagaimana caranya?!" erangnya sambil membaringkan dirinya diatas rumput. Dia memejamkan mata sambil menikmati angin sejuk menyapu wajahnya.

Bayangan anak kecil itu kembali merasuk pikirannya, membuat kelopak mata itu terbuka mengingat ekspresi terluka anak itu.

"Kenapa aku harus melihat penderitaan yang dialami anak itu? Lalu apa hubungannya anak itu denganku?" keluhnya kebingungan. Dia bukanlah penyuka anak kecil, tetapi melihat ada anak sekecil itu berputus asa segera menarik hati nuraninya untuk menyembuhkannya.

Fanny menarik nafas demi menikmati sejuknya rumput yang menjadi alas tidurnya ini. Dia harus menuliskan surat kepada Tigreal untuk menahan keinginan ibu mereka menjodohkannya lagi, Fanny cukup muak dengan perjodohan dan segala hal yang bersangkutan mengenai pria.

FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang