II - ONE CLUE

255 36 18
                                    

Benang merah yang ditakdirkan menyatukan kedua insan menjadi satu pasangan. Tidak ada yang bisa memisahkan atau menghindar dari takdir benang merah ini. Kecuali, ....

Membaca bagian inti buku Red Strings of Fate membuat Claude tanpa sadar melirik benang terlilit di jari kelingkingnya yang masih belum tersambung. Kemudian ia melanjutkan bacaannya lagi dibawah temaram sinar matahari. Kota Ether hari ini begitu menyenangkan. Para murid-murid mulai berangkat menaiki kereta kuda menuju ibukota. Throne of Lights merupakan ibukota yang dilindungi oleh kerajaan itu sendiri dan menyediakan akademi untuk seluruh murid Arctusk Vath.

Sebenarnya Claude tertarik untuk pergi kesana, tetapi ia belum bisa pergi sebelum tujuannya disini tercapai. Dia harus menemui orang itu sebelum kembali ke Mainland of Dragons.

"Claude, matahari semakin naik. Apa kau tidak merasa kepanasan?"

Claude menurunkan bukunya ketika Layla berdiri dihadapannya. "Layla."

Perempuan itu tersenyum tipis. "Ayo masuk ke dalam, aku membuat es timun demi meredakan rasa panas disini."

Claude mengamati sejenak Layla yang masih menunggunya. Kemudian ia menutup bukunya dan beranjak berdiri.

"Hmm.. rupanya Claude yang kukenal sudah tumbuh setinggi ini." senandungnya sambil memegang lengan pria didepannya. "Tapi tetap saja aku masih melihatmu sebagai Claude manis yang memiliki mata penasaran."

"Jika Clint mendengar ini, pasti dia akan mengomeliku." Claude terkekeh mengingat watak Clint yang selalu sinis padanya.

"Abaikan saja orang itu, dia tidak bisa melihat kasih sayangku padamu dan padanya itu berbeda." Layla ikut terkekeh sambil merangkul lengan Claude dengan erat. "Apa kau lapar? Aku bisa membuat nasi daging untukmu. Kau harus makan banyak agar tidak mudah sakit."

Claude membiarkan saja Layla berceloteh mengenai dirinya. Tanpa sadar bahwa ia memutar balik kilasan ingatannya saat kecil. Dimana ia melarikan diri dari Mainland of Dragons dan terdampar di Ether City.

Dia diselamatkan oleh Clint dan Layla yang saat itu sedang bersantai menyusuri pesisir pantai. Meskipun saat itu penampilan Claude tidak bisa dikatakan normal karena waktu itu kulitnya sebagian bersisik. Mereka tidak keberatan merawatnya yang saat itu hampir mati.

"Layla, terima kasih."

Layla menghentikan langkahnya ketika mendengar lelaki disebelahnya bersuara. Dia memandang Claude yang tersenyum lebar padanya. Entah mengapa sorot mata lelaki itu sangatlah tulus dan hangat sehingga Layla tak kuasa mulai meneteskan airmatanya.

"Apa ini? Kenapa perkataanmu seolah kita akan berpisah tidak lama lagi?" protes Layla masih dengan airmata mengucur.

Claude mengusap airmata perempuan yang selama ini telah merawatnya dengan baik. "Aku sungguh-sungguh berterima kasih karena kau dan Clint mau menjagaku."

Layla masih sesenggukan merespon jawaban Claude. "Berhenti mengalihkan pembicaraanku, anak nakal." keluhnya sambil mencubit pipi pria didepannya. "Aku tahu alasanmu kemari demi menemui orakel itu bukan?"

Claude termangu mendengar tebakan Layla sangatlah tepat. Dia terpaksa mengangguk karena ia tidak mungkin bisa berbohong pada Layla.

"Apa tidak bisa kau mengurungkan niatmu menemui peramal itu?" tanya Layla cemas. "Informasi mengenainya bahkan terbilang sangatlah kecil dan aku merasa kamu tidaklah mudah menemuinya."

"Ini satu-satunya jalan agar aku bisa mencari tahu alasan mengapa tragedi di pulau Kalmarine itu terjadi." jawab Claude sambil meraih kedua tangan Layla yang terasa kasar namun hangat. "Tolong biarkan aku pergi, Layla."

FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang