tragedi bola basket

69 8 0
                                    


"Nggak ada lagi yang namanya Jihan ansos! Kelas 11 tuh is the time for everyone to shine sebelum kita semua depressed karena UTBK."

Itu ucapan final Zua yang kini sedang menarik-narik tangan Jihan keluar kelas. Tahun ajaran baru menjadi momen Zua untuk menerapkan 3B: be you, be beautiful, and be everyone's crush.

Konsep itu cocok-cocok saja untuk Zua, si kapten cheerleader yang kalo split di udara bisa bikin heboh satu sekolah. Zua udah jadi selebgram dari zaman dia SMP. Rumornya, dia keponakan salah satu aktor ibukota. Dulu foto Zua sempat trending karena di-post sama tantenya sendiri.

Tapi jelas beda jauh dari Jihan.

"Zua, tangan gue sakit ih."

"Kalo gue lepasin lo pasti kabur ke dalem kelas lagi kan?"

"Gue belum selesai nyatet tau."

"Bodo amat, makan di kantin doang ga bakal bikin nilai lo jeblok."

Jihan menghembuskan napas. Zua masih menariknya, makin menjauh dari kelas. Bagi Jihan, sikapnya masih normal. Jarang keluar kelas memang, tapi nggak se-nerd itu. Dia juga dekat sama semua teman sekelasnya. 

Dia bukan yang duduk di pojokan sambil baca buku plus pake kacamata. Kayak yang sering diilustrasiin kreator komik. Zua aja sih yang berlebihan.

Otak Jihan memikirkan sesuatu hingga terbersit ide. Cara agar Zua melepaskan sendiri dengan sukarela. 

"Iyaa, tapi tangan gue lepasin dulu. Merah banget nih, lo belum potong kuku ya?" sindir Jihan.

Zua melotot, dia ini anaknya menjaga kebersihan banget. Jadi yang barusan merupakan trigger warning buat dia. Refleks melepaskan tangannya.

Alhasil Jihan pun berlari. Dua detik kaburnya itu cukup membuatnya menyesal. Karena setelahnya, entah berasal dari mana, ada bola basket menghantam kepalanya. Membuat Jihan mengaduh dan Zua yang sedang mengecek kukunya langsung tersadar.

Anak-anak yang sedang bermain basket di lapangan pun berhenti. Salah satu di antara mereka mendekat sambil setengah berlari. Kalo digambarin wajahnya berkata: mampus mampus ngenain anak orang.

Iya, dia yang sebelumnya pemegang terakhir bola basket sebelum kepala Jihan.

"Ji? Jihan!? Lo gapapa?"

"Eh sorry, lo gapapa?"

Zua dan si pemilik bola kemudian bersitatap. Setelah menyadari siapa pemilik bola itu, Zua melotot. Kini, Zua langsung membantu Jihan berdiri sambil kakinya menendang laki-laki di depannya.

"Dhary, lo yang bener aja mainnya?!" sewot Zua.

"Sorry gue nggak tahu."

"Nggak tahu macam apa yang nargetin kepala temen gue?!"

Dhary meringis, ingin membantu siapa-itu-yang-lagi-jatuh tapi Zua sudah membantunya duluan. Ditambah lagi kena semprot Zua.

Mengabaikan perdebatan di sebelahnya, Jihan merasa dunia seolah berputar. Pusing yang betulan pusing. Namun, kali ini Jihan tahu letak salahnya. Tidak hanya soal bola basket, tapi hal lain.

Perdebatan itu kontan berhenti saat Jihan melepaskan pegangan Zua dan justru meraih kursi panjang di sampingnya. Tubuh Jihan memang pada dasarnya sering anemia, tapi yang barusan lebih parah karena sudah terhantam bola basket, plus Jihan belum sarapan pula.

Jihan menunduk, mengembalikan kesadarannya sekuat yang ia bisa. Ia tidak mau jadi pusat perhatian karena pingsan di pinggir lapangan.

Butuh satu menit untuk Jihan mengembalikan penglihatannya agar tidak berkunang-kunang dan terasa berputar. Jihan berdiri pelan-pelan, memegangi tangan Zua kencang.

Final ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang