"Jihan! Sini!"
Kantin sedang gaduh-gaduhnya. Bahkan, Jihan harus menemukan jalan keluar dari sesaknya orang. Itu sangat sulit dilakukan, apalagi sambil membawa mangkuk mi ayam yang panas. Namun, suara itu berhasil menarik atensinya.
Menghembuskan napas lega, untung ada orang baik yang mau ngasih tempat duduk.
Anak itu adalah Mila.
"Iya, sini sini." Mila menggeser duduknya, menepuk tempat kosong di sampingnya.
Untuk beberapa saat Jihan hanya melihat Mila di antara puluhan siswa di kantin. Sayangnya ia melupakan siapa saja yang bersama Mila.
Haza, Jean, dan Hanni, jika ditambah Mila, maka fix mereka adalah dua pasangan ter-legend satu sekolah. Jihan melongo, bisa-bisanya dia lupa fakta itu. Mereka memang beberapa kali terlihat duduk bersama + Dhary yang biasanya santai-santai saja makan gorengan di antara mereka.
Tapi Jihan kan bukan anak sesantai Dhary.
Ada kontemplasi di hati Jihan, pasalnya dia sekarang lagi di keadaan nanggung. Meja kantin penuh (kecuali sebelah Mila), plus mi ayam di tangannya yang sangat panas minta untuk segera diturunkan. Jihan tidak ke kantin dengan Zua. Pun juga ini debut Jihan beli mi ayam di kantin karena ia tidak sempat membawa bekal. Ia tidak bisa menolak, tapi ia juga tidak bisa mengabaikan perasaan awkward itu.
Biarlah canggung, masa gue bawa mi ayam ke kelas?
"Boleh?" tanyanya basa-basi.
"Boleh banget."
Sedikit banyak, Jihan mengenal mereka semua. Dhary sering bercerita soal dua sobat karibnya itu. Sementara Mila, dia anak yang cukup aktif di kegiatan sekolah apalagi dia juga anak klub dance, satu klub dengan Zua. Dan, Hanni...meski tidak terlalu dekat, Jihan juga tahu karena tidak ada yang bisa mengalahkan kepopuleran Haza Hanni dalam pasangan-ter-kiyowo.
Entah berapa lama mereka berempat disini, tapi makanan mereka masih belum habis juga. Jihan bersyukur karena itu. Akan lebih canggung lagi kalau ia makan sendirian.
Di situasi seperti ini, hanya satu orang yang Jihan harapkan kedatangannya.
Dhary kok gak kesini ya?
"Dhary bentar lagi datang. Lagi pesen minum anaknya," ucap Haza seolah membaca pikiran Jihan.
"Gue nggak ganggu kalian kan by the way..." lirih Jihan.
"Nggakkk."
Mila dan Hanni menjawabnya dengan ramah. "Kita belum kenalan secara proper ya? Gue Mila, Jihan."
"Gue Hanni."
"Jihan," jawab Jihan sambil tersenyum.
"Jihan jarang ke kantin ya?"
"Eh...iya sih. Gue lebih sering bawa bekal."
Dalam hatinya ia bertanya-tanya, memang sejarang itu ya sampai orang-orang tahu?
"Dhary sering bilang kalo lo emang nggak suka ke kantin. Padahal gue pengen banget ngobrol, tapi nggak punya alasan buat ngomong bareng," cerita Mila.
Jihan cuma bisa nyengir sebagai jawaban. Iya, dia memang tidak punya alasan untuk mengobrol kecuali dengan orang yang berurusan dengannya. Apalagi Jihan jarang keluar kelas. Yah...mungkin benar kata Zua, dia harus mulai membuka diri.
"Kemarin Dhary cerita kalo Jihan mau ikutan nonton basket hari ini? Beneran kan?"
Satu anggukan menjawab pertanyaan antusias Hanni. Anak itu tersenyum lebar hingga nampak gigi-giginya, menunjukkan senyuman manis. "Akhirnya..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Project
FanfictionLika-liku projek, studi pustaka, dan playlist belajar galau. Si keras kepala dan si paling sensitif sedang berusaha meraih title "Projek Terbaik" sekaligus belajar gimana caranya dua orang asing harus bertukar pikiran.